Kelahiran semula (Buddha: punabbhava) merujuk kepada kepercayaan bahawa seseorang akan dilahirkan kembali ke dunia ini selepas badan yang dihuninya mati meninggal dunia. Terdapat dua aliran fikiran utama, iaitu mereka yang mempercayai bahawa kesemua manusia akan dilahirkan kembali, dan mereka yang mempercayai bahawa sesiapa yang melakukan banyak perbuatan-perbuatan yang baik akan mencapai "kesedaran agung" (nirvana) dan akan berhenti kelahiran semula. Walau bagaimanapun, di alam-alam kehidupan yang lain, kelahiran semula (rebirth) adalah satu proses yang berterusan. Ajaran Buddha merupakan aliran fikiran yang kedua.
Sebab kelahiran semula
Kelahiran kembali terjadi kerana manusia masih memiliki hasrat untuk berlanjut di alam kehidupan. Kejadian-kejadian yang manusia mengalami di kehidupan sekarang merupakan hasil daripada perbuatan mereka di masa kehidupan yang lampau, dan bukannya disebabkan keputusan Tuhan. Oleh sebab itu, kehidupan kini amat penting untuk mengelakkan kehidupan yang buruk di kehidupan yang kelak. Ada orang bijaksana yang berkata bahawa kehidupan belum pasti, tetapi kematianlah sudah dipastikan (jivitang aniyatang, maranang niyatang). Oleh demikian, mereka merayu agar semua orang membuat kebajikan untuk menghadapi kematian kelak. Jika tidak, hidup dan mati akan berlangsung.
Pada setiap saat kita bernafas, sudah terjadi hidup dan mati oleh kerana kesedaran kita telah mati lalu ditimbul kesedaran yang baru, begitu terus makhluk di dunia ini hidup dan mati. Jadi yang harus kita lakukan adalah dengan mengembangkan kesedaran yang baik sehingga saat pergantian kesedaran dapat membuat kesedaran yang menjauhkan daripada ketamakan, kebencian, dan kejahilan. Jadi, kehidupan ini adalah tanggungjawab kita sendiri kerana setiap kelahiran adalah hasil dari perbuatan kita sendiri.
Setiap perbuatan buruk menghasilkan penderitaan dan setiap perbuatan baik akan menghasilkan kebahagiaan. Dalam apa jua agama juga, hukum ini selalu berlaku. Oleh sebab itu, kita mestilah membuat hidup kita indah, dengan mementingkan kebajikan. Buddha mengajar, "Janganlah berbuat jahat, banyaklah berbuat kebajikan, sucikanlah fikiran dan batin (Sabbapapa sa akaranang, kusala supasampada, sacittapa riyodapanang, etang buddha na sasanang)
Dalam kepercayaan Buddha
Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila dia baik akan terlahir di alam bahagia, bila dia jahat dia akan terlahir di alam yang menderitakan.
Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Cuti Citta yang artinya kondisi fikiran pada detik kematiannya, bila pada saat dia meninggal dia berpikiran baik maka dia akan lahir di alam yang berbahagia, namun jika sebaliknya dia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing.
Dalam kepercayaan Hinduisme
Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi kerana jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (mutu). Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.
Menurut Hinduisme, yang bisa lahir itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk hidup memiliki kesempatan untuk lahir dengan tujuan menikmati hasil perbuatannya pada masa lalu dan memperbaiki mutu hidupnya. Dalam kehidupan di dunia, manusia menempati strata yang paling tinggi sehingga reinkarnasi yang tertinggi adalah hidup sebagai manusia, bahkan dewa atau malaikat yang ingin sempurna hidupnya, harus turun ke dunia untuk menyempurnakan jiwatman-nya sehingga mencapai moksya lalu bersatu dengan Brahman. Makhluk hidup selain manusia memiliki jiwatman yang sama. Jiwatman memiliki memori untuk mencatat dan mengenang peristiwa yang dilakukan atau dialami dalam kehidupan sewaktu masih bersatu dengan raga. Memori tersebut menghasilkan kemelekatan terdadap dunia yang terus dibawa walaupun terjadi kematian yang menyebabkan jiwatman berpisah dengan badan. Suatu saat jiwatman tersebut akan mencari raga baru yang sesuai dengan kemelekatannya pada konsepsi (janin) yang siap dimasuki roh (atman). Bila manusia mampu meniadakan kemelekatannya terhadap kehidupan dunia, maka dia akan mencapai moksa dan bersatu dengan Brahman.
Proses reinkarnasi
Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rosak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka.
Dalam filsafat agama yang menganut faham reinkarnasi, neraka dan syurga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru - neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia boleh lahir semula menjadi makhluk berderajat rendah seperti haiwan, manakala haiwan sebaliknya mampu lahir semula menjadi manusia setelah menjalani kehidupan sebagai haiwan selama ratusan, bahkan ribuan tahun.
Akhir proses reinkarnasi
Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka dia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha [1]).
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ "Kebahagiaan Abadi" (Istilah Agama Hindu untuk akhir proses reinkarnasi)
Pranala luar