Topografi pulau ini cenderung datar, sehingga memungkinkan didirikannya kota kecil. Pulau Banda Neira memiliki kantor pemerintahan, toko, dermaga serta suatu lapangan terbang (atau "bandara") disebut Bandar Udara Banda Neira. Penduduk pulau ini berjumlah 14,000 orang
Keberadaan kepulauan ini sebagai satu-satunya sumber rempah-rempah yang bernilai tinggi itu menjadikan Banda Neiralalu sebagai pusat perdagangan pala dan fuli (bunga pala) utama duniasehingga pertengahan abad ke-19. Kota modennya didirikan oleh anggota Syarikat Hindia Timur Belanda yang menjarah dan menyerang penduduk tempatan Banda untuk mendapatkan palanya pada tahun 1621 dan membawa yang tersisa ke Batavia (kini Jakarta) untuk dijadikan hamba.
Pulau ini juga terkenal sebagai tempat pembuangan tahanan politik pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Beberapa tokoh perjuangan nasional yang pernah merasakan tinggal di pulau ini di antaranya Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo. Pada 2016, rumah tahanan Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta telah dijadikan museum sedangkan rumah Cipto Mangkusumo masih dibiarkan kosong. Templat:Butuh rujukan