Tiger Parenting adalah gabungan dari pola asuh otoriter dan kontrol yang ketat dengan berkesinambungan. Pola Asuh Tiger Parenting menerapkan cara yang ekstrem dan mengontrol anak agar berhasil di kehidupannya, khususnya dalam pencapaian akademik. Gaya pengasuhan ini cenderung dingin, banyak menutut dari anak dan tidak memberikan dukungan secara emosional.[1] Semua itu diterapkan oleh orang tua dan pengasuh dengan harapan sang anak akan memperoleh kesuksesan di masa depan. Terlepas dari manfaatnya pola pengasuhan seperti ini juga mempunya dampak yang buruk bagi anak.[2]
Ciri-ciri tiger parenting
Tiger parenting dapat diidentifikasi melalui beberapa ciri seperti banyaknya kekangan yang diterapkan kepada anak dalam pergaulan, menuntut anak untuk mendapatkan nilai yang sangat memuaskan disekolah dan akan memberikan hukuman jika tuntutan tersebut tidak terpenuhi dengan baik, orang tua atau pengasuh lebih mengedepankan keinginan mereka dibandingkan mendengarkan pendapat dan keluh kesah anak dan apa yang dirasakan oleh anak, lebih mementingkan hasil daripada proses yang sudah dilewati oleh anak. Anak yang diasuh dengan pola pengasuhan seperti ini biasanya sangat takut untuk terbuka dan bercerita kepada orang tuanya disebabkan khawatir terkena kemarahan orang tua.Bagi orang tua yang seperti ini, peraturan tidak boleh dilanggar sama sekali sehingga terkesan sangat kaku. Anak biasanya hanya mendapat waktu yang sedikit untuk bermain dan mengeksplorasi dunianya.Sebagai gantinya, anak lebih banyka disuruh untuk belajar dengan cara yang konvensional atau melakukan hal-hal yang dituntut oleh orang tua.[2]
Sejarah dan Asal-usul
Pola asuh tiger parenting pertama kali diperkenalkan oleh Amy Chua, seorang profesor hukum di Sekolah HukumYale dalam bukunya Battle Hymn of the Tiger Mother (2011).[3] Amy Chua mengklaim terang-terangan bahwa pola asuh tiger parenting yang ia gunakan efektif dan berhasil.[4]