The Green Child adalah novel satu-satunya karya penyair dan kritikus anarkis Inggris Herbert Read. Ditulis pada tahun 1934 dan pertama kali diterbitkan oleh Heinemann pada tahun 1935, kisah ini didasarkan dari legenda abad ke‑12 tentang dua anak hijau yang secara misterius muncul di desa Woolpit. Read menggambarkan legenda tersebut dalam bukunya, English Prose Style (1931), sebagai "norma yang harus dituruti oleh segala jenis fantasi".[1]
Ketiga bagian dari cerita ini berakhir dengan kematian sang protagonis, Presiden Olivero, diktator Republik Amerika Selatan Roncador yang fiktif. Setiap kematiannya merupakan alegori akan perpindahannya menuju "tingkat keberadaan yang lebih mendalam",[2] mencerminkan tema keseluruhan buku ini, pencarian makna kehidupan. Minat Read dalam teori psikoanalitis terlihat jelas sepanjang novelnya, yang dibangun menjadi suatu "mitos filosofis... mengikuti tradisi Plato".[3]
Cerita ini berisikan berbagai elemen autobiografis, dan tokoh Olivero banyak terpengaruh oleh pengalaman Read sebagai seorang petugas Angkatan Darat Inggris selama Perang Dunia Pertama. Novel ini menerima tanggapan positif, meski beberapa komentator menganggapnya terlalu samar-samar, dan salah satunya telah menduga bahwa buku tersebut ditafsirkan dengan begitu berbeda dan kabur oleh orang-orang yang melaksanakan kajian serius terhadapnya, sampai-sampai novel tersebut mungkin kekurangan bentuk dan isi untuk menjustifikasi pujian yang ia terima.
Latar belakang biografis dan penerbitan
Utamanya seorang kritikus sastra, penyair, dan penganjur seni modern, Read menulis satu-satunya novel tulisannya, The Green Child, dalam waktu delapan pekan selama tahun 1934, sebagian besar di rumah musim panasnya di belakang kediamannya di Hampstead, London.[4] Dahulu, Hampstead merupakan "sarang bagi seniman lembut" seperti Henry Moore, Paul Nash, Ben Nicholson, dan Barbara Hepworth.[5] Pada saat itu, Read awalnya berminat dalam gagasan komposisi tidak sadar, dan 16 halaman pertama dari manuskrip novel ini – ditulis di atas kertas yang berbeda dari sisa tulisannya – dianggap oleh beberapa kritikus sebagai ingatan dari suatu mimpi.[6] Read mengeklaim dalam sebuah surat kepada psikoanalis Carl Jung bahwa novel tersebut merupakan hasil penulisan otomatis.[7] Manuskrip tersebut disimpan di Perpustakaan Universitas Leeds; Read dahulu merupakan seorang mahasiswa di sana.[4]
Menyusul Revolusi Rusia 1917, Read mulai mendukung komunisme, meyakini bahwa paham tersebut menawarkan "kebebasan sosial yang ia cita-citakan", tetapi semenjak tahun 1930‑an keyakinannya mulai goyah. Ideologi politiknya kian condong ke arah anarkisme, tetapi Read baru mengonfirmasi dan menyatakan keyakinan anarkisnya secara terang-terangan selepas merebaknya Perang Saudara Spanyol.[8] Maka dari itu, The Green Child ditulis di tengah kelabilan gagasan politik dan filsafat Read.[4]
Iman Kristen mungkin telah menghasilkan buah yang lebih busuk daripada nalar kemenangan mustahil ini yang ditanamkan dalam pikiran seorang anak kecil dari peternakan di Yorkshire 40 tahun silam.[9]
Enam edisi dari novel ini telah dipublikasikan. Edisi pertama diterbitkan oleh Heinemann pada tahun 1935 seharga tujuh shilling dan enam pence.[10] Sepuluh tahun kemudian, edisi kedua diterbitkan oleh Grey Walls Press dengan tambahan ilustrasi karya Felix Kelly. Edisi ketiga, dengan introduksi tulisan Graham Greene yang berfokus pada elemen autobiografis novel ini, diterbitkan oleh Eyre and Spottiswoode pada tahun 1947. Edisi Amerika pertama diterbitkan di New York melalui New Directions pada tahun 1948, dengan sebuah introduksi oleh Kenneth Rexroth. Penguin Books mempublikasikan edisi kelima pada tahun 1979, yang juga menyertakan introduksi Greene. Edisi keenam, terbitan R. Clark dan turut berisi introduksi 1947 oleh Greene, muncul pada tahun 1989 dan dicetak ulang pada tahun 1995.[11]
Ringkasan alur
Bagian pertama dan terakhir cerita ini dikisahkan dari sudut pandang orang ketiga, tetapi bagian tengahnya ditulis dari perspektif orang pertama. Cerita ini berawal dengan kematian pura-pura Presiden Olivero, diktator Republik Amerika Selatan Roncador, yang memalsukan pembunuhannya. Ia kembali ke kampung halamannya di Inggris, ke desa tempat ia lahir dan dibesarkan. Pada malam kedatangannya, Olivero menyadari bahwa sungai yang mengalir melalui desanya tampak mengarus berlawanan arah, dan ia memutuskan untuk mencari tahu penyebabnya dengan pergi ke arah hulu sungainya.
Arus sungai tersebut membawa Olivero ke sebuah penggilingan. Melalui sebuah jendela bercahaya ia melihat seorang wanita terikat pada suatu kursi, dipaksa oleh sang penggiling untuk meminum darah domba yang baru disembelih. Mengikuti nalurinya, Olivero meloncat ke dalam lewat jendela yang terbuka, "melompat ke dalam dunia fantasi". Sang penggiling awalnya tidak menentang dan membolehkan Olivero membebaskan sang wanita, yang ia kenali dengan warna kulitnya sebagai Sally, salah satu anak hijau yang secara misterius muncul di desanya ketika ia pergi 30 tahun silam; Olivero juga mengenali sang penggiling, Kneeshaw, seorang bekas murid di sekolah desa tempat ia mengajar dahulu. Sewaktu kedua pria bergumul, Kneeshaw tidak sengaja tenggelam di sebuah kolam. Keesokan paginya Olivero dan Sally melanjutkan perjalanan mencari akhir arus sungainya, yang merupakan sebuah kolam di tengah tegalan yang terletak jauh di atas desa. Mendayung di atas air kolam, Sally mulai tenggelam dalam pasir keperakan yang menutupi dasarnya. Olivero buru-buru menggapai Sally, dan seraya berpegangan tangan mereka tenggelam di bawah air kolam.
Bagian kedua buku ini menceritakan peristiwa yang terjadi antara saat Olivero meninggalkan desanya sebagai kepala sekolah muda dan ketika ia kembali sebagai Olivero sang mantan Presiden. Ia awalnya bepergian ke London, berharap untuk menemukan pekerjaan sebagai seorang penulis, tetapi selepas menghabiskan tiga tahun bekerja sebagai seorang ahli pembukuan di salah satu toko jahit, ia berlayar dengan kapal yang membawanya ke Cádiz, Spanyol. Tidak dapat berbahasa lokal, dan tengah memiliki sebuah buku tulisan Voltaire, ia ditangkap karena diduga adalah seorang revolusioner. Ditahan selama dua tahun, ia belajar bahasa Spanyol dari sesama tahanan dan membulatkan tekad untuk berkelana menuju salah satu koloni Amerika bebas yang telah ia dengar, tempat yang memiliki kesempatan untuk mendirikan suatu dunia baru yang "terbebas dari penindasan dan ketidakadilan dunia lama".
Bebas setelah dijatuhkan amnesti selepas kematian Raja Ferdinand dari Spanyol, Olivero berangkat menuju Buenos Aires. Di sana, ia dihadapkan dengan Jenderal Santos karena ia salah dikenali sebagai seorang agen revolusioner. Bersama mereka menyusun rencana untuk merebut ibu kota negaranya dan membunuh sang diktator. Rencana mereka berhasil dan "Don Olivero" kemudian menjadi pemimpin Dewan di negaranya, membuatnya sang diktator baru, sebuah jabatan yang ia pegang selama 25 tahun. Pada akhirnya ia menyadari bahwa gaya pemerintahannya menuntun negaranya menuju stagnasi dan "kelembekan moral"; ia mulai mengalami nostalgia akan desa Inggris tempat ia tumbuh, dan memutuskan untuk melarikan diri. Berharap untuk tidak menimbulkan kecurigaan bahwa ia membengkalaikan Roncador, Olivero memalsukan pembunuhannya sendiri.
Bagian terakhir buku ini melanjutkan ceritanya dari saat Olivero dan Sally menghilang di dalam air. Sebuah gelembung besar mulai menyelimuti mereka, memindahkan mereka ke tengah kolam dan naik ke sebuah ceruk yang luas. Dari sana, mereka berjalan melalui serangkaian gua besar yang berdampingan. Sally mengatakan kepada Olivero bahwa ini merupakan negara yang ia tinggalkan bersama saudaranya 30 tahun lalu. Mereka lalu menjumpai orang-orang setempat, dan Sally, atau Silōen, nama aslinya, menjelaskan kepada mereka bahwa bertahun-tahun silam ia mengembara dan tersesat, tetapi sekarang ia telah kembali bersama seseorang yang "juga tersesat, dan kini ia ingin tinggal bersama kita". Olivero dan Silōen disambut untuk bergabung dengan komunitas di sana, yang mengurutkan kehidupan menurut perjalanan dari lapisan bawah ke atas: lapisan pertama mengajarkan kenikmatan masa muda; di lapisan kedua kenikmatan kerja manual dipelajari; opini dan argumen diajarkan di lapisan ketiga; dan akhirnya, di lapisan teratas, dipelajari "kenikmatan tertinggi" pemikiran soliter.
Olivero kemudian bosan dengan lapisan pertama, dan ia meninggalkan Silōen selagi melangkah menuju yang kedua, tempat ia belajar memotong dan memoles kristal, yakni benda paling sakral di dunia bawah tanah. Akhirnya ia diperbolehkan menuju lapisan tertinggi, "tahapan terakhir kehidupan". Di sana ia diajarkan "prinsip dasar alam semesta", bahwa hanya ada Order dan Disorder. "Order... [merupakan] Massa pengisi ruang tentangnya. Disorder adalah ruang kosong." Disorder disebabkan oleh indra, yang, karena "terkurung di dalam tubuh... membuat suatu ilusi kedirian". Olivero memilih sebuah ceruk untuk menghabiskan sisa hidupnya sendiri, merenungi "keindahan alami dan mutlak" dari kristal yang ia terima dari para pemotong kristal. Makanan dan air dibawakan secara berkala, dan ia menekuni tugas mempersiapkan tubuhnya untuk "kesempurnaan kematian", yang ketika tiba ia bertemu "kegembiraan istimewa". Mengeluarkan tubuh Olivero dari ceruk, para hadirin menjumpai sekelompok lain membawa Silōen, yang meninggal pada saat yang sama dengan Olivero. Keduanya dibaringkan bersama dalam sebuah lubang yang membuat mereka membatu, hingga "menjadi bagian dari harmoni kristal yang sama", sebagaimana adat ketika orang-orang hijau wafat.
Genre dan gaya
Richard Wasson, seorang profesor bahasa Inggris, mengatakan bahwa The Green Child "menentang klasifikasi", dirumitkan oleh pembagiannya menjadi "tiga seksi yang berkaitan secara sewenang-wenang".[12] Bagian pertama novel ini mengangkat gaya dongeng Gotik abad ke-19. "Tangan luwes yang tampak tidak berhenti" yang digunakan untuk menulisnya telah menganjurkan pendapat bahwa bagian tersebut ditulis sekali jalan, disusul oleh rehat sebelum bagian kedua dimulai. Bagian kedua ditulis sebagai sebuah "petualangan politik konvensional" yang berisi Olivero mengisahkan kilas balik cerita dirinya naik kekuasaan menjadi diktator Roncador. Bagian teraktir novelnya melanjutkan narasi bagian pertama yang terputus, di "dunia bawah tanah orang hijau yang fantastis". Gaya bagian pertama begitu berbeda dari yang menyusulnya sampai-sampai beberapa kritikus menganggapnya sebagai suatu karya terpisah, atau "sang novel 'sejati'".[4]
Misi pencarian Olivero di dunia bawah tanah ditulis sebagai kebalikan perumpamaan gua Plato sebagaimana digambarkan dalam Republik karyanya. Dalam alegori Plato, para tahanan terkurung di dalam sebuah gua dan dihukum menatap suatu dinding kosong, dengan cahaya berkedip di belakang mereka, melihat hanya bayangan dari apa yang nyata; sang filsuf, di sisi lain, adalah seperti yang dibebaskan dari gua tersebut, dapat melihat bentuk sesungguhnya dari benda yang menciptakan bayangan. Read memutar kepala gagasan ini; ketika Silōen meninggalkan dunia bawah tanahnya, ia meninggalkan "bentuk abadi" Platonis, dan Olivero harus mengikutinya kembali ke "gua" Silōen demi menemukan "esensi suci dari hal-hal".[13]
Saat kematian mendatangi Olivero, ia merasakan dengan kegembiaraan istimewa pelepasan ekstremitasnya dari aliran darah dan penyebab rasa sakit yang telah lama ia miliki... Denyut jantungnya bagai lompatan api di lampu yang kosong. Mengerahkan usaha vital terakhirnya, ia berdiam menahan kegelisahan.
Herbert Read
Dalam halaman-halaman terakhir buku ini, yang menceritakan Olivero mempersiapkan diri untuk kematian dan pembatuannya, Read menggambarkan pemikiran terakhir Olivero dalam bentuk yang diangkat dari Faidon karya Plato, nyaris dalam suatu citra cermin.[a]Sokrates, yang pemikirannya tentang kehidupan akhirat tengah digambarkan oleh Plato, berargumen bahwa kematian merupakan kediaman ideal bagi jiwa, tetapi Olivero mendambakan tubuhnya terbebas dari penderitaan jiwa, menjadi bagian dari kekukuhan semesta yang kristalin. Olivero menganggap kehidupan, alih-alih kematian, sebagai sang penghancur, "karena ia mengganggu keharmonian materi anorganik".[15] Pendapat Sokrates menjelang penghujung Faidon, bahwa dunia kita merupakan salah satu dari banyak, masing-masing merupakan lubang di Bumi yang dihubungkan dengan sungai-sungai bawah tanah, begitu mirip dengan lahan bawah tanah orang-orang hijau yang Read gambarkan.[16] Namun, penggambaran dunia orang hijau oleh Read "hampir pasti" terpengaruh oleh novel utopis tahun 1887 karya William Henry Hudson, A Crystal Age, suatu kisah yang menceritakan orang-orang berusaha "hidup di atas mortalitas mereka sendiri.[17]
Tema
Tema menyeluruh novel ini merupakan "sebuah perjalanan dialektis mencari makna kehidupan, suatu pencarian yang melibatkan kembalinya seseorang kepada sumber kehidupan".[1] Titik berat yang diterapkan orang-orang hijau terhadap "kesatuan hakiki dengan semesta materi" melalui pembatuan jasad yang telah meninggal, meski telah ditolak oleh beberapa pembaca, ialah suatu sarana yang membolehkan Read memarodikan "pandangan keagamaan tradisional Barat tentang jiwa yang berkeinginan untuk naik melalui udara menuju firdaus yang samar".[18]
Manuskrip buku ini awalnya bertajuk "Inland Far", tetapi suatu saat, mungkin selama selang waktu antara penulisan bagian pertama dan seksi selanjutnya, Read menggantinya menjadi "The Green Child", yang menyiratkan bahwa fokus novelnya telah beralih dari misi Olivero mencari sumber sungai menuju kisah sang anak hijau sendiri.[4] Judul awal novel ini merupakan sebuah alusi kepada ode karya William Wordsworth, "Intimations of Immortality", yang mendeskripsikan "'pemandangan cerah' masa kecil yang membacakan mantranya terhadap masa kehidupan yang akan datang".[19]
Read berminat dalam psikoanalisis, dan ia menggunakan teori psikoanalitis dalam karyanya,[20] baik Freudian maupun Jungian, walaupun "lebih sebagai mesin alih-alih sebagai sebuah kunci untuk makna".[21] Misi Olivero menemukan sumber sungai telah digambarkan sebagai "berkelana secara alegoris melintasi lanskap pikiran", memindahkannya "dari batasan bawah sadar menuju pusat id".[22] Bagi Olivero, Kneeshaw sang penggiling mewakili "naluri jahat penghancur yang mengintai dari bawah konvensi masyarakat sipil", yakni id Freudian, sementara Olivero mewakili ego. Tiga puluh tahun silam, Olivero telah mengajar Kneeshaw di sekolah setempat. Dahulu, Kneeshaw pernah sengaja merusak sebuah lokomotif dari model rel kereta yang Olivero bawa ke sekolah tersebut dengan membengkokkan mekanisme mesin jamnya secara berlebihan. Tidak sanggup memahami destruksi tersebut yang begitu disengaja, dan telah dibuat frustrasi akibat kurangnya kesempatan yang ditawarkan oleh kehidupan di desa, Olivero meninggalkannya pada keesokan hari.[23] "Ketika per itu putus, sesuatu tersadar dalam pikiran saya."
Konfrontasi Olivero terhadap Kneeshaw menampilkan simbolisme psikotik Jungian, begitu pula karakter Silōen, "sang arketipe anima, atau 'jiwa' Jungian, terutama fungsinya sebagai perantara kesadaran dan bawah sadar". Kneeshaw mewakili "bayangan, sisi gelap dari sifat seorang pria; bagian primitif, hewani dari kepribadian yang ditemukan dalam bawah sadar pribadi". Jung meyakini bahwa satu-satunya cara menghadapi sang bayangan ialah dengan mengakuinya, dan bukan dengan mengekangnya sebagaimana yang Olivero lakukan 30 tahun yang lalu dengan meninggalkan desa.[24]
Elemen autobiografis
Selama Perang Dunia Pertama, Read bertugas bersama para Green Howard dan bertempur di parit-parit Prancis. Ia dianugerahi Palang Militer, diangkat menuju pangkat letnan, dan menumbuhkan "obsesi untuk tidak mengkhianati saudaranya dengan kepengecutan".[25] Perkembangan Olivero sang "pahlawan autobiografis"[26] dalam novel ini banyak terpengaruh oleh pengalaman Read semasa perang dan "ketenangan teguh" yang tumbuh dengan merasakannya.[27] Ironi Olivero menggulingkan seorang diktator dan menjadi sang diktator itu sendiri sesuai dengan pandangan yang Read utarakan pada pertengahan tahun 1930-an: "Dari sudut pandang tertentu, maka, saya dapat menyambut pendapat negara totaliter, baik dalam bentuk Fasis maupun Komunis. Saya tidak takut akan negara totaliter sebagai sebuah fakta ekonomi, suatu mesin ekonomi untuk memfasilitasi bisnis kompleks dari kehidupan dalam sebuah komunitas."[28]
Putra seorang peternak, Read dilahirkan di Muscoates Grange, sekitar 4 mil (6,4 km) dari selatan kota pasar Yorkshire Utara di Kirkbymoorside. Ia kembali ke kampung halamannya ini pada tahun 1949.[20] Salah satu kebiasannya adalah berjalan menyusuri aliran Hodge Beck, yang menjadi inspirasi untuk arus sungai yang diikuti Olivero. Hodge Beck mengarah ke sebuah penggilingan kecil, yang Read sebut sebagai "pertapaan spiritualnya".[28]
Kristal yang diukir oleh para pekerja di lapisan kedua dari dunia orang hijau, dan yang direnungkan oleh para orang pintar di lapisan teratas, menyimbolkan gagasan Read tentang hubungan antara seni dan alam. Ia meyakini bahwa bentuk fisik merupakan "prinsip yang mendasari alam semesta... realitas ultima dalam sebuah kosmos yang sepenuhnya materiel. Maka hal tersebut adalah kualitas dari bentuk-bentuk berulang yang memungkinkan keberadaan seluruh nilai dan keindahan".[29]
Tanggapan kritis
Sejarawan David Goodway berkata, "karier [Read] yang luar biasa dan produk karyanya yang teguh secara mengejutkan hanya menghasilkan sastra kritis dan biografis dalam jumlah terbatas".[30] Richard Wasson berkomentar bahwa The Green Child, "walaupun dinilai dengan positif oleh beberapa kritikus dan akademisi yang memberinya kajian serius... ditafsirkan dengan begitu samar dan beragam sehingga novel tersebut tampak tidak memiliki bentuk dan isi yang dapat menjustifikasi pujian yang diterima".[12] Kritikus Richard E. Brown, menulis pada tahun 1990, menganggap karya ini sebagai "percobaan penting oleh salah satu kritikus Inggris yang paling berpengaruh dari abad ke-20 dalam mengintegrasikan pemikirannya yang berjangkauan luas menjadi sebuah penafsiran pengalaman yang kompleks", tetapi menambahkan bahwa buku tersebut membelah pendapat para komentator, dipandang oleh beberapa kritikus sebagai "menakjubkan namun mustahil untuk ditafsirkan".[31] Mengulas edisi Amerika pertama novel ini pada tahun 1948, profesor bahasa Inggris Robert Gorham Davis berkomentar bahwa novel tersebut "membingungkan beberapa kritikus Inggris ketika terbit pada tahun 1935", tetapi ia berpendapat bahwa buku tersebut "dibayangkan dengan indah dan ditulis dengan elok".[32]
Sebuah ulasan dalam The Times yang terbit beberapa saat setelah bukunya menggambarkan novel ini sebagai sebuah "kisah filosofis yang amat menawan",[33] sementara sejarawan dan lektor Bob Barker memuji buku tersebut sebagai karya yang "luar biasa sebab gayanya yang sejuk nan cerah".[5] Kritikus Orville Prescott, menulis untuk The New York Times, meski mengakui bahwa novel tersebut "ditulis dengan indah" dan merupakan sebuah "kemenangan mistifikasi yang halus dan sugestif", menyimpulkan bahwa kisah di dalamnya "mustahil" dan "menjengkelkan". Kata-kata terakhir dalam ulasannya berbunyi: "Seseorang selalu merasakan bahwa kejujuran yang bersinar akan segera terungkap; bahwa ada sesuatu yang penting, sesuatu yang signifikan, tersembunyi dalam halaman-halaman ini. Namun, hal itu tidak pernah dijelaskan, sementara detail mustahil tetap tertampil mencolok mata." Prescott sama kritisnya terhadap prakata Rexroth untuk edisi Amerika pertama buku ini, menggambarkannya sebagai suatu "introduksi yang muluk berisikan kepadatan yang ganjil".[34] Menulis dalam The Independent pada tahun 1993, memperingati 100 tahun kelahiran Read, kritikus Geoffrey Wheatcroft berkomentar bahwa Read mungkin bukanlah seorang novelis yang hebat, "tetapi The Green Child adalah sejenis buku yang akan kau tulis apabila hanya bisa meninggalkan satu novel: tunggal, janggal, dan sepenuhnya orisinal".[35]
Referensi
Catatan
^Dalam menuskripnya, bagian terakhir cerita ini diawali dengan sebuah kutipan dari Faidon: "Mengapa, apabila engkau mendambakan dari daku sebuah kisah, maka dengarlah Kisah ihwal yang berada di atas Bumi di bawah Surga." (Teks asli: "Wherefore, if ye desire of me a tale, hearken to the Tale of the things that be beyond upon the Earth under the Heaven.") Penggalan ini tidak dihadirkan dalam versi yang terbit.[14]
^Manlove, Colin (November 2002). "Peake and English Fantasy: Some Possible Influences". Peake Studies (dalam bahasa Inggris). 8 (1): 35–45. JSTOR24776598.
^Winn, Kieron (1998). "The Poetry of Herbert Read". Dalam Goodway, David. Herbert Read Reassessed (dalam bahasa Inggris). Liverpool University Press. hlm. 27. ISBN978-0-85323-862-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Goodway, David (1998). "Introduction". Dalam Goodway, David. Herbert Read Reassessed (dalam bahasa Inggris). Liverpool University Press. hlm. 5. ISBN978-0-85323-862-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Brown, Richard E. (Juli 1990). "World of Darkness, Light, and Half-Light in The Green Child". Extrapolation (dalam bahasa Inggris). 31 (2): 170–186. doi:10.3828/extr.1990.31.2.170. ProQuest234915810.
Cecil, Hugh (1998). "Herbert Read and the Great War". Dalam Goodway, David. Herbert Read Reassessed (dalam bahasa Inggris). Liverpool University Press. hlm. 30–45. ISBN978-0-85323-862-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Harder, Worth T. (Musim gugur 1973). "Crystal Source: Herbert Read's The Green Child". The Sewanee Review (dalam bahasa Inggris). 81 (4): 714–738. JSTOR27542761.