Orthorhombic (chalcocyanite), space group Pnma, oP24, a = 0.839 nm, b = 0.669 nm, c = 0.483 nm[1] Triclinic (pentahydrate), space group P1, aP22, a = 0.5986 nm, b = 0.6141 nm, c = 1.0736 nm, α = 77.333°, β = 82.267°, γ = 72.567°[2]
Tembaga(II) sulfat, juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah senyawa kimia dengan rumus molekulCuSO4. Senyawa garam ini eksis di bumi dengan kederajatan hidrasi yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk bubuk hijau pucat atau abu-abu putih, sedangkan bentuk pentahidratnya (CuSO4·5H2O), berwarna biru terang.[3]
Proses pembuatan
Tembaga(II) sulfat diproduksi dalam skala besar dengan cara mencampurkan logam tembaga dengan asam sulfat panas atau oksidanya dengan asam sulfat. Untuk penggunaan di laboratorium, tembaga (II) sulfat biasanya dibeli (tidak dibuat manual).
Bentuk anhidratnya ditemukan dalam bentuk mineral langka yang disebut kalkosianit. Tembaga sulfat terhidrasi eksis di alam dalam bentuk kalkantit (pentahidrat) dan 2 mineral lain yang lebih langka: bonatit (trihidrat) dan bootit (heptahidrat).
Sifat-sifat kimia
Tembaga(II) sulfat pentahidrat akan terdekomposisi sebelum mencair pada 150 °C, akan kehilangan dua molekul airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2 molekul lagi pada suhu 109 °C dan molekul air terakhir pada suhu 200 °C.[4][5]
Proses dehidrasi melalui dekomposisi separuh tembagatetraaqua(2+), 2 gugus aqua yang berlawanan akan terlepas untuk menghasilkan separuh tembagadiaqua(2+). Tahap dehidrasi kedua dimulai ketika 2 gugus aqua terakhir terlepas. Dehidrasi sempurna terjadi ketika molekul air yang tidak terikat terlepas.
Warna tembaga(II) sulfat yang berwarna biru berasal dari hidrasi air. Ketika tembaga(II) sulfat dipanaskan dengan api, maka kristalnya akan terdehidrasi dan berubah warna menjadi hijau abu-abu.[6]
Tembaga sulfat bereaksi dengan asam klorida. Pada reaksi ini, larutan tembaga(II) yang warnanya biru akan berubah menjadi hijau karena pembentukan tetraklorokuprat(II):
Cu2+ + 4 Cl– → CuCl42–
Tembaga(II) sulfat juga dapat bereaksi dengan logam lain yang lebih reaktif dari tembaga (misalnya Mg, Fe, Zn, Al, Sn, Pb, etc.):
Tembaga yang terbentuk akan terlapisi di permukaan logam lainnya. Reaksi akan berhenti ketika tidak ada lagi permukaan kosong pada logam yang dapat dilapisi oleh tembaga.
Kegunaan
Sebagai herbisida, fungisida dan pestisida
Tembaga(II) sulfat pentahidrat adalah sebuah fungisida.[7] Namun, beberapa jamur mampu beradaptasi dengan peningkatan kadar iontembaga.[8] Dicampur dengan kapur biasanya disebut campuran Bordeaux dan digunakan untuk mengontrol jamur pada tumbuhananggur, melon, dan beri lainnya.[9] Keguanaan lainnya adalah senyawa Cheshunt, sebuah campuran dari tembaga sulfat dan amonium karbonat digunakan dalam hortikultura untuk mencegah pelembaban pada biji. Penggunaannya sebagai herbisida bukan pertanian, melainkan untuk kontrol searangan tanaman air dan akartumbuhan dengan pipa yang mengandung air. Hal ini juga digunakan di kolam renang sebagai sebuah algaecide. Sebuah larutan encer tembaga sulfat digunakan untuk mengobati ikanakuarium dari infeksiparasit,[10] dan juga digunakan untuk menghilangkan siput dari akuarium. Ion tembaga sangat beracun bagi ikan, sehingga perawatan harus dilakukan dengan memperhatikan dosis. Sebagian besar spesies alga dapat dikontrol dengan konsentrasi tembaga sulfat yang sangat rendah. embaga sulfat menghambat pertumbuhan bakteri seperti Escherichia coli.
Untuk sebagian besar dari abad ke-20, tembaga arsenat dikrom (CCA) adalah tipe dominan untuk pengawetan kayu. Untuk membuat pressure-treated wood, tabung yang besar diisi dengan sebuah bahan kimia encer. Tembaga(II) sulfat pentahidrat dilarutkan di dalam air bersama dengan zat aditif sebelum kayu ditempatkan di dalam tabung. Ketika tabung diberi tekanan, bahan kimia diserap oleh kayu, memberikan kayu fungisida, insektisida, dan sinar ultraviolet yang memantulkan sifat yang membantu melestarikannya.
Reagen analisis
Beberapa tes kimia menggunakan tembaga sulfat. Tembaga sulfat digunakan dalam larutan fehling dan larutan benedict untuk mengetes gula pereduksi, yang nantinya akan mereduksi tembaga(II) sulfat yang berwarna biru menjadi tembaga(I) oksida yang berwarna merah. Tembaga sulfat juga digunaka pada reagen biuret untuk mengetes protein.
Tembaga sulfat juga digunakan dalam uji darah seseorang penderita anemia. Uji darah dilakukan dengan meneteskannya pada larutan tembaga sulfat. Dengan efek gravitasi, darah yang banyak mengandung hemoglobin akan dengan cepat tenggelam karena massa jenisnya besar, sedangkan darah yang hemoglobinnya sedikit akan lebih lama tenggelam.[11]
Sintesis organik
Tembaga sulfat juga digunakan dalam sintesis organik.[12] Tembaga sulfat anhidrat ini akan mengkatalis transasetilasi pada sintesis organik.[13] Tembaga sulfat terhidrasi yang direaksikan dengan kalium permanganat akan menjadi oksidan untuk mengkonversi alkohol primer.[14]
Efek racun
Tembaga sulfat bersifat mengiritasi.[15] Biasanya manusia terpapar tembaga sulfat melalui kontak mata atau kulit, termasuk juga dengan menghirup serbuk atau debunya.[16] Kontak dengan kulit akan menyebabkan eksem.[17] Kontak tembaga sulfat dengan mata dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang pada kelopak mata dan kornea.[18]
Asalkan tidak terkena paparan tinggi, sebenarnya tembaga sulfat tidak terlalu beracun.[19] Menurut sebuah studi, tembaga sulfat menjadi racun dalam tubuh manusia setelah terkena paparan 11 mg/kg.[20] Karena tembaga sulfat akan menyebabkan iritasi pada sistem pencernaan, maka biasanya orang yang menelannya akan langsung muntah. Setelah 1-12 gram tembaga sulfat tertelan, tanda-tanda keracunan akan muncul seperti rasa terbakar di dada, mual, diare, muntah, sakit kepala, yang nantinya akan menyebabkan kulit menjadi kuning. Selain itu, keracunan tembaga sulfat juga bisa merusak otak, hati, dan ginjal.[18]
Referensi
^Kokkoros, P. A.; Rentzeperis, P. J. (1958). "The crystal structure of the anhydrous sulphates of copper and zinc". Acta Crystallographica. 11 (5): 361–364. doi:10.1107/S0365110X58000955.
^Bacon G.E. and Titterton D.H. (1975). "Neutron-diffraction studies of CuSO4· 5H2O and CuSO4· 5D2O". Z. Kristallogr. 141 (5–6): 330–341. doi:10.1524/zkri.1975.141.5-6.330.
^Egon Wiberg, Nils Wiberg, Arnold Frederick Holleman (2001). Inorganic chemistry. Academic Press. hlm. 1263. ISBN0123526515.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Holleman, A. F.; Wiberg, E. (2001). Inorganic Chemistry. San Diego: Academic Press. ISBN0-12-352651-5.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Johnson, George Fiske (1935). "The Early History of Copper Fungicides". Agricultural History. 9 (2): 67–79. JSTOR3739659.
^Parry, K. E.; Wood, R. K. S. (1958). "The adaption of fungi to fungicides: Adaption to copper and mercury salts". Annals of Applied Biology. 46 (3): 446. doi:10.1111/j.1744-7348.1958.tb02225.x.
^Windholz, M., ed. 1983. The Merck Index. Tenth edition. Rahway, NJ: Merck and Company.
^U. S. Environmental Protection Agency. 1986 Guidance for reregistration of pesticide products containing copper sulfate. Fact sheet no 100. Office of Pesticide Programs. Washington, DC.
^TOXNET. 1975–1986. National library of medicine's toxicology data network. Hazardous Substances Data Bank (HSDB). Public Health Service. National Institute of Health, U. S. Department of Health and Human Services. Bethesda, MD: NLM.
^ abClayton, G. D. and F. E. Clayton, eds. 1981. Patty's industrial hygiene and toxicology. Third edition. Vol. 2, Part 6 Toxicology. NY: John Wiley and Sons. ISBN 0-471-01280-7
^1986. Guidance for reregistration of pesticide products containing copper sulfate. Fact sheet no 100. Office of Pesticide Programs. Washington, DC.
^National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1981–1986. Registry of toxic effects of chemical substances (RTECS). Cincinnati, OH: NIOSH.