Pada tahun 1078, William Sang Penakluk mengangkat Osmund, seorang menak Norman, menjadi uskup kota Salisbury, yakni tempat yang kini disebut situs Sarum Lama.[3] Selaku uskup, Osmund berusaha memperbaiki tata ibadat Kelt-Saksen-Inggris maupun ragam-ragam lokal dari Ritus Romawi yang dipakai pada masa itu, dengan memanfaatkan unsur-unsur yang diserap dari tradisi Norman maupun tradisi Saksen-Inggris.
Para ahli liturgi abad ke-19 berteori bahwa amalan-amalan liturgi di Rouen, kawasan utara Prancis, adalah sumber ilham di balik penyusunan buku-buku liturgi Sarum. Bangsa Norman menyingkirkan dan mengganti sejumlah besar uskup Saksen-Inggris dengan uskup-uskup berkebangsaan Norman. Osmund adalah salah satunya. Kemiripan tata ibadat di Rouen dengan tata ibadat di Sarum menyiratkan bahwa bangsa Norman juga mendatangkan buku-buku liturgi mereka dari Prancis.[4]
Penyebaran
Usaha perbaikan yang dilakukan pada masa jabatan Osmund menghasilkan satu kumpulan baru misale, brevir, dan buku-buku petunjuk ibadat lainnya, yang dipakai di seluruh kawasan selatan Inggris, Wales, dan beberapa daerah di Irlandia.[5]
Sejumlah keuskupan menerbitkan misale sendiri, terinspirasi oleh Tata Ibadat Sarum, tetapi dengan doa-doa dan upacara-upacara khas mereka sendiri. Tata ibadat dalam beberapa misale tersebut sangat berbeda dari Tata Ibadat Sarum, sehingga dapat dianggap sebagai ragam tata ibadat tersendiri, misalnya Tata Ibadat Hereford, Tata Ibadat York, Tata Ibadat Bangor, dan Tata Ibadat Aberdeen. Misale-misale selebihnya (misalnya misale Gereja Katedral Lincoln dan misale Gereja Biara Westminster) tampak jelas disusun berdasarkan Tata Ibadat Sarum dengan sedikit perbedaan kecil di sana sini.[6]
Tata Ibadat Sarum masih tetap menjadi tata ibadat yang boleh dipakai umat Katolik Roma, karena Paus Pius V mengizinkan keberlanjutan pemakaian tata-tata ibadat yang sudah berumur lebih dari dua ratus tahun dalam Konstitusi ApostolikQuo Primum tahun 1570.[11] Meskipun demikian, minat terhadap Tata Ibadat Sarum yang sempat muncul kembali pada abad ke-19 tidak mampu memulihkan pemakaiannya seperti sediakala.[12]
Meskipun masih diminati, keterbatasan publikasi Tata Ibadat Sarum dalam sumber-sumber Latin dari maupun sebelum abad ke-16 menggamangkan pengadopsiannya pada zaman modern. Beberapa proyek ilmiah sedikit demi sedikit memerbaiki aksesibilitasnya. Dari tahun 2009 sampai tahun 2013, Universitas Bangor memproduksi serangkaian film dan sumber-sumber daya lain sebagai bagian dari proyek penelitian The Experience of Worship.[14][15] Pada tahun 2006, Universitas McMaster meluncurkan sebuah proyek berkelanjutan untuk menghasilkan satu edisi lengkap Tata Ibadat Sarum dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris berikut cantus planus aslinya. Proyek ini menelurkan publikasi sekitar 10.000 karya musik, dan diharapkan rampung pada tahun 2022.[16]
Upacara
Upacara-upacara Tata Ibadat Sarum terkesan meriah jika dibandingkan dengan Misa Ritus Romawi pasca-1969, bahkan masih lebih meriah dibanding Misa Tridentina. Perayaan Misa untuk hari Minggu dan hari-hari raya menurut Tata Ibadat Sarum tidak tanggung-tanggung melibatkan empat orang rohaniwan, yakni imam, diakon, subdiakon, dan akolit. Para rohaniwan tersebut berarak mendatangi tiap-tiap altar yang ada dalam gereja dan mendupainya. Sesudah mendupai semua altar, para rohaniwan berarak menuju sekat panti imam, tempat antifon dan doa pembuka dilantunkan. Di sekat panti imam pula digelar doa umat, yakni doa dalam bahasa sehari-hari yang mengarahkan umat untuk mendoakan berbagai maksud. Para rohaniwan kemudian mengenakan vestimentum untuk perayaan Misa. Pengenaan vestimentum lazimnya berlangsung di depan altar yang akan digunakan dalam perayaan Misa, karena gereja-gereja ketika itu belum dilengkapi kamar ganti dan ruang sakristi, kecuali gereja-gereja yang sangat besar.
Beberapa doa Misa menurut Tata Ibadat Sarum cukup unik, misalnya doa persiapan komuni. Beberapa upacaranya berbeda dari Misa Tridentina, meskipun bukan hal asing bagi ragam tata ibadat lain dalam rumpun ritus Gereja Barat, misalnya upacara persembahan roti dan anggur dilaksanakan dengan satu tindakan saja (sama seperti yang dilakukan dalam Ritus Dominikan dan ritus-ritus lain). Piala dipersiapkan di antara pembacaan surat-surat para rasul dan pembacaan Injil. Selain itu, sama seperti yang dilakukan dalam ritus-ritus biara, sesudah pengunjukan roti dan anggur, selebran berdiri dengan tangan terentang sehingga sikap tubuhnya menyerupai bentuk salib. Pecahan roti dimasukkan ke dalam piala sesudah Agnus Dei. Mungkin sekali pembagian komuni satu rupa disusul dengan 'pembersihan' anggur yang tidak dikonsekrasi. Bab pertama Injil Santo Yohanes dibacakan pada saat imam kembali ke sakristi.[17] Sudah menjadi kelaziman untuk memasang dua batang lilin di atas altar, meskipun ada pula lilin-lilin lain yang ditempatkan di sekitar altar dan sekat panti imam. Misale Sarum menyarankan tindakan merukuk alih-alih bertelut untuk menunjukkan penghormatan.[18]
Pengaruh terhadap umat Anglikan-Katolik
Upacara-upacara Tata Ibadat Sarum bahkan memengaruhi gereja-gereja yang tidak memakai buku-buku liturginya, sehingga mengaburkan pemahaman mengenai bentuk aslinya:
Ketenaran Tata Ibadat Sarum pada zaman modern lebih banyak disebabkan oleh besarnya minat politis dan keagamaan para rohaniwan dan eklesiolog Inggris pada abad ke-19. Tata Ibadat Sarum memang layak mendapatkan perhatian dan rasa hormat karena merupakan suatu capaian intelektual yang luar biasa, tetapi tata ibadat ini sesungguhnya jauh dari unik, dan rasa kagum yang ditimbulkannya tetap saja dikhawatirkan akan membatasi alih-alih meningkatkan pemahaman kita tentang Gereja Inggris Abad Pertengahan.[1]
Meskipun Tata Ibadat Sarum yang seutuhnya tidak lagi dipergunakan, banyak pernik ornamen dan amalan upacara yang dianggap berkaitan dengan Tata Ibadat Sarum dihidupkan kembali dalam persekutuan gereja-gereja Anglikan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sebagai bagian dari Gerakan Oxford yang diprakarsai golongan Anglikan-Katolik dalam Gereja Inggris. Beberapa tokoh Anglikan-Katolik berusaha mencari sebuah liturgi resmi tradisional yang berciri khas "Inggris" alih-alih "Romawi." Mereka memanfaatkan 'Rubrik Ornamen' tahun 1559, yang menganjurkan agar gereja-gereja Anglikan menggunakan "...ornamen-ornamen Gereja Inggris, dan ornamen-ornamen hamba Tuhan Gereja Inggris, dalam setiap kegiatan pelayanan para hamba Tuhan, hendaknya dipertahankan, dan diterapkan, sebagaimana yang berlaku dalam Gereja Inggris, berdasarkan pengesahan Parlemen, pada tahun kedua masa pemerintahan Raja Edward VI...", yakni rentang waktu antara bulan Januari 1548 sampai bulan Januari 1549, sebelum diberlakukannya penggunaan Buku Doa Umum yang pertama pada bulan Juni tahun 1549. Buku Doa Umum tahun 1549 mengesahkan penggunaan vestimentum tradisional, dan secara cukup eksplisit menegaskan bahwa imam harus mengenakan alba, vestimentum (kasula) atau korkap, dan diakon harus mengenakan alba serta tunikula (dalmatik). Meskipun demikian, muncul kecenderungan untuk menerapkan kecenderungan-kecenderungan sentralisasi ala era Victoria terhadap teks-teks Abad Pertengahan, sehingga suatu semangat mementingkan rubrik pun diterapkan pada temuan-temuan liturgi.
Sebagai contoh, muncul pernyataan bahwa Tata Ibadat Sarum memiliki suatu tatanan sempurna warna-warna vestimentum untuk berbagai macam perayaan. Mungkin saja sudah ada kecenderungan untuk menggunakan warna tertentu untuk perayaan tertentu (misalnya warna merah dipakai untuk ibadat hari Minggu, sama seperti amalan Ritus Ambrosian), tetapi kebanyakan gereja tidak memiliki dana untuk menyiapkan beberapa perangkat vestimentum sekaligus, sehingga tetap memanfaatkan vestimentum yang tersedia. Ada perbedaan yang cukup besar dari keuskupan ke keuskupan, bahkan dari gereja ke gereja, dalam perincian rubrik-rubrik, misalnya saja perbedaan petunjuk tempat pelantunan surat-surat para rasul; ada yang menyebut rehal di altar, ada yang menyebut rehal tinggi di kor, dan ada pula yang menyebut 'pulpitum', yakni kata yang digunakan untuk menyebut mimbar maupun sekat panti imam. Beberapa ahli beranggapan bahwa Kitab Suci dibacakan di atas sekat panti imam. Anggapan ini rasanya muskil, mengingat pintu menuju panggung pada bagian atas sekat panti imam di kebanyakan gereja sangat kecil, sehingga tidak memungkinkan Kitab Injil diarak secara meriah menuju tempat tersebut.
Penganjur utama amalan-amalan Tata Ibadat Sarum adalah Percy Dearmer, imam Anglikan yang menerapkan amalan-amalan tersebut (menurut penafsiran sendiri) di tempat tugasnya, Paroki Santa Perawan Maria (Saint Mary the Virgin), Primrose Hill, London. Ia menjabarkan amalan-amalan tersebut secara panjang lebar dalam The Parson's Handbook yang beberapa kali diterbitkan ulang.[19] Ragam tata ibadat ini masih dipertahankan di beberapa gereja dan lembaga monastik Anglikan dengan nama "Tata Ibadat Inggris" (istilah ciptaan Percy Dearmer) atau "Buku Doa Katolik".
^Renwick, William. "About". The Sarum Rite. McMaster University. Diakses tanggal 20 June 2020.
^Webber, Teresa (2011). "Osmund [St Osmund] (d. 1099), bishop of Salisbury". Oxford Dictionary of Biography (dalam bahasa Inggris). doi:10.1093/ref:odnb/20902.
^Coleman, Joyce (2007). "Philippa of Lancaster, Queen of Portugal—And Patron of the Gower Translations?". Dalam Bullón-Fernández, María. England and Iberia in the Middle Ages, 12th–15th Century: Cultural, Literary, and Political Exchanges. The New Middle Ages (dalam bahasa Inggris). New York: Palgrave Macmillan. hlm. 135–165. doi:10.1057/9780230603103_8. ISBN978-0-230-60310-3.
^Edwards, Owain Tudor (1989). "How many Sarum antiphonals were there in England and Wales in the middle of the sixteenth century?". Revue Bénédictine. 99 (1-2): 155–180. doi:10.1484/J.RB.4.01418. ISSN0035-0893.
^Cheung Salisbury, Matthew. "Rethinking the uses of Sarum and York: a historiographical essay". Understanding medieval liturgy : essays in interpretation. London. ISBN978-1-134-79760-8. OCLC1100438266.
^Mayer, Jean-François (2016). "'We are westerners and must remain westerners': Orthodoxy and Western Rites in Western Europe". Dalam Hämmerli, Maria. Orthodox Identities in Western Europe: Migration, Settlement and Innovation (dalam bahasa Inggris). London: Routledge. hlm. 267–290. doi:10.4324/9781315599144. ISBN978-1-315-59914-4.
^Harper, Sally (2017-01-02). "The Experience of Worship in Late Medieval Cathedral and Parish Church". Material Religion. 13 (1): 127–130. doi:10.1080/17432200.2017.1270593. ISSN1743-2200.
^Bates, J. Barrington (2004). "Extremely beautiful, but eminently unsatisfactory: Percy Dearmer and the healing rites of the Church, 1909–1928". Anglican and Episcopal History. 73 (2): 196–207. ISSN0896-8039. JSTOR42612398.
The Experience of Worship: Film-film dan sumber-sumber daya (untuk umum) mengenai peribadatan di Inggris pada Akhir Abad Pertengahan, produksi 2009–2013
Strategi Solo vs Squad di Free Fire: Cara Menang Mudah!