Raja Hungaria (bahasa Hungaria: magyar király) adalah kepala negaraKerajaan Hungaria sejak 1000 (atau 1001) sampai 1918.
Gelar "Raja Apostolik" dikukuhkan oleh Paus Klemens XIII pada 1758, untuk seterusnya digunakan sebagai gelar kebesaran raja-raja Hungaria.[1] Oleh karena itu, sesudah 1758 raja-raja Hungaria bergelar "Raja Apostolik Hungaria" (bahasa Hungaria: apostoli magyar király).
Sejak abad ke-13, langkah-langkah tertentu ditetapkan guna memastikan kesahihan jabatan seorang Raja Hungaria. Tidak seorang pun dibenarkan menjadi Raja Hungaria yang sah tanpa memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Syarat-syarat ini ditetapkan untuk melindungi integritas Kerajaan Hungaria sedemikian rupa sehingga tindakan seperti mencuri Mahkota Suci Hungaria tidak akan cukup untuk membuat pelakunya menjadi Raja Hungaria yang sah.
Syarat pertama (dimahkotai oleh Uskup Agung Esztergom) ditetapkan oleh Raja Béla III. Béla dimahkotai oleh Uskup Agung Kalocsa atas izin khusus dari Paus Aleksander III. Sesudah dinobatkan, ia memaklumkan bahwa tindakan pemahkotaan itu tidak melanggar kewenangan Uskup Agung Esztergom menurut adat-istiadat Hungaria untuk memahkotai raja-raja. Pada 1211, Paus Inosensius III menolak mengesahkan kesepakatan antara Uskup Agung János dari Esztergom dan Uskup Agung Berthold dari Kalocsa untuk memindahkan kewenangan itu, dan memaklumkan bahwa hanya Uskup Agung Esztergom yang berwenang memahkotai Raja Hungaria.
Raja Hungaria, Károly I, dimahkotai pada bulan Mei 1301 dengan sebuah mahkota lain yang digunakan untuk sementara waktu demi kelancaran upacara penobatan di Esztergom oleh Uskup Agung Esztergom. Karena penobatan itu dianggap kurang sah, Károly pun dinobatkan kembali pada bulan Juni 1309. Penobatan kali kedua ini dilaksanakan di kota Buda, oleh Uskup Agung Esztergom, namun tidak menggunakan Mahkota Suci Hungaria sehingga sekali lagi dinilai kurang sah. Károly akhirnya dimahkotai untuk ketiga kalinya pada 1310, di kota Székesfehérvár, dengan Mahkota Suci Hungaria, oleh Uskup Agung Esztergom, dan diakui kesahihannya.
Di lain pihak, pada 1439, permaisuri mendiang Raja Albert II, Erzsébet dari Luksemburg, menyuruh seorang biti-biti mencuri Mahkota Suci Hungaria dari Istana Visegrád, untuk kemudian digunakan dalam upacara penobatan putranya yang baru lahir, László Si Yatim, yang dilaksanakan secara sah di Székesfehérvár oleh Uskup Agung Esztergom.
Kesulitan yang sama dialami pula oleh Mátyás Corvin. Ia terpaksa melakukan perundingan untuk mendapatkan kembali Mahkota Suci Hungaria yang kala itu berada di tangan Kaisar Romawi Suci, Friedrich III. Ia baru dapat dinobatkan menjadi Raja Hungaria yang sah setelah menerima kembali mahkota itu.
Pewarisan takhta
Sebagaimana yang lazim terjadi dalam monarki-monarki tradisional, tampuk pemerintahan Kerajaan Hungaria diturunkan kepada ahli waris laki-laki dari raja sebelumnya. Menurut adat-istiadat Hungaria, takhta diwariskan terlebih dahulu kepada adik-adik lelaki sebelum akhirnya diturunkan kepada putra raja yang bersangkutan. Adat ini sering kali menimbulkan pertikaian antarkerabat istana. Pendiri wangsa penguasa pertama di Hungaria adalah Árpád, yang memimpin rakyatnya berpindah ke Ngarai Karpatia pada 895. Anak cucunya, yang memerintah lebih dari 400 tahun lamanya, mencakup pula tokoh-tokoh besar seperti István I, László I, András II, dan Béla IV. Pada 1301, ahli waris terakhir dari wangsa Árpád wafat, dan Károly I naik takhta atas nama ibu dari ayahnya, Mária, putri Raja István V. Kemangkatan Mária, cucu Raja Károly I, pada 1395, membuat garis lurus ahli waris takhta sekali lagi terputus. Suami mendiang, Zsigmond, melanjutkan pemerintahan setelah dipilih oleh kaum bangsawan atas nama Mahkota Suci Hungaria.
Di kemudian hari, Mátyás Corvin dipilih oleh kaum bangsawan menjadi kepala monarki Hungaria pertama dari keluarga bangsawan yang tidak memiliki hak waris atas takhta. Hal serupa dialami pula oleh János Zápolya, yang terpilih pada 1526, setelah Raja Lajos II gugur dalam pertempuran di Mohács.
Sepeninggal János Zápolya, tampuk pemerintahan beralih ke wangsa Habsburg yang memerintah Hungaria dari Austria selama hampir 400 tahun sampai pada 1918.
Dari abad ke abad, raja-raja Hungaria mendapatkan atau mengklaim kekuasaan atas beberapa negeri di sekitarnya, sehingga mereka pun mulai menggunakan gelar-gelar kerajaan dari negeri-negeri itu. Gelar lengkap yang digunakan oleh raja-raja Hungaria terakhir adalah: "Atas Berkat Rahmat Allah, Raja Apostolik Hungaria, Dalmasia, Kroasia, Slavonia, Rama, Serbia, Galisia, Lodomeria, Kumania, dan Bulgaria, Pangeran Agung Transilvania, Bupati Székely".
Gelar "Raja Apostolik" dikukuhkan oleh Paus Klemens XIII pada 1758, dan untuk seterusnya disandang sebagai gelar kebesaran raja-raja Hungaria.
Gelar "Raja Galisia" mengacu pada negeri Halyč, jajahan Hungaria, dan pertama kali disandang oleh Raja András II pada 1205.
Gelar "Raja Lodomeria" mengacu pada negeri Volinia, jajahan Hungaria, dan pertama kali disandang oleh Raja András II pada 1205.
Gelar "Raja Kumania" mengacu pada Walakia dan Moldavia, negeri-negeri jajahan Hungaria yang kala itu didiami oleh orang Kuman. Gelar ini pertama kali disandang oleh Raja Béla IV pada 1233.
Gelar "Pangeran Agung Transilvania" berasal dari gelar "Pangeran Transilvania" yang pertama kali disandang oleh Raja Lipót I. Mula-mula Transilvania adalah sebuah provinsi yang dipimpin oleh seorang Voivoda dalam lingkup wilayah Kerajaan Hungaria, tetapi sesudah 1526 menjadi sebuah kepangeranan semimerdeka yang tunduk kepada Imperium Utsmaniyah dan kemudian kepada Imperium Habsburg. Pada 1696, setelah menggulingkan Pangeran Mihály Apafi, Raja Lipót I mulai menyandang gelar "Pangeran Transilvania". Pada 1765, Gelar ini disesuaikan dengan status praja Transilvania yang ditingkatkan menjadi Kepangeranan Agung oleh Mária Terézia, Ratu Hungaria dan Bohemia, permaisuri Kaisar Romawi Suci.
Gelar "Bupati Székely" mula-mula adalah sebuah gelar kehormatan di Kerajaan Hungaria, namun kemudian disandang oleh para Pangeran Transilvania. Gelar ini dihidupkan kembali dan disandang oleh Ratu Mária Terézia atas permintaan masyarakat Székely.
^
Frasa "Raja Hungaria" lazimnya hanya menggunakan huruf besar pada awal setiap kata
jika digunakan sebagai gelar yang diikuti nama orang; akan tetapi dalam artikel ini,
istilah-istilah seperti "Raja Hungaria" atau "Raja Junior" (dsb.) juga menggunakan
huruf besar pada awal setiap kata, mengikuti tata cara penyusunan karya-karya tulis
filsafat yang menggunakan huruf besar pada awal setiap kata yang mewakili suatu
konsep, misalnya Kebenaran, Kedermawanan, dan Keindahan.
^Status Lajos Kossuth sebenarnya rancu karena pada masa jabatannya, belum ada keputusan mengenai bentuk pemerintahan negara Hungaria (republik atau monarki)
^Semua nama kepala monarki dalam daftar ini adalah nama-nama mereka dalam bahasa Hungaria tanpa memandang kebangsaan. Sebagai contoh, Karl I dari Austria menjadi Raja Károly IV.
Rujukan
Korai Magyar Történeti Lexikon (9–14. század), főszerkesztő: Kristó, Gyula, szerkesztők: Engel, Pál és Makk, Ferenc (Akadémiai Kiadó, Budapest, 1994).
Magyarország Történeti Kronológiája I-III. – A kezdetektől 1526-ig; 1526–1848, 1848–1944, főszerkesztő: Benda, Kálmán (Akadémiai Kiadó, Budapest, 1981, 1982, 1993).
Magyar Történelmi Fogalomtár I-II. – A-K; L-ZS, főszerkesztő: Bán, Péter (Gondolat, Budapest, 1989).