Polusi informasi adalah pencemaran sumber informasi dengan informasi yang tidak relevan, berlebihan, tidak diminta, menghambat, atau bernilai rendah.[1] Contohnya meliputi misinformasi, spam email, dan kekerasan dalam media yang sudah berada dalam tingkat ekstrim.[2] Dalam hal ini, Polusi informasi merupakan efek samping yang tidak diinginkan dari revolusi teknologi Informasi.[3]
Masalah utama dari pencemaran informasi adalah munculnya kebohongan untuk keuntungan politik.[4] Adapun dampak langsung dan tidak langsungnya sulit diukur, tetapi implikasi jangka panjang dari aktivitas disinformasi ini adalah hal yang paling mengkhawatirkan.[5]
Ringkasan
Polusi informasi terjadi pada semua bentuk komunikasi digital, mulai dari email, pesan instan dan media sosial. Istilah ini mendapat perhatian khusus pada tahun 2003 ketika pakar kegunaan web Jakob Nielsen menerbitkan artikel yang membahas topik tersebut.[2] Informasi berlebihan yang diterima pengguna adalah konsep yang berkaitan dan dapat merugikan pada pengambilan keputusan. Hal ini mengacu pada banyaknya informasi yang tersedia, tanpa memperhatikan kualitasnya.[6]
Pada pidato Dr. Paek-Jae-Cho, mantan CEO cum presiden Korean Telecommunication Corp, di konferensi dua tahunan ke-14 International Telecommunications Society (ITS), menyebutkan istilah polusi informasi yang merupakan produk sampingan dari teknologi informasi.[3]
Hasil penelitian UNDP dan Constella Intelligence pada ranah digital publik dalam bahasa Spanyol dan Inggris dari Oktober 2020 hingga Februari 2021 menunjukkan bahwa sebagian besar pencemaran informasi terkait dengan Covid-19 berasal dari luar kawasan Amerika Latin dan Karibia. Adapun kolaborasi publik-swasta diperlukan untuk menghentikan penyebaran polusi informasi multibahasa.[7]
Bentuk
Polusi informasi dapat berbentuk penyebaran informasi palsu, menyesatkan, dimanipulasi dan merugikan yang mengancam kemampuan pembaca untuk memutuskan sesuatu, berpartisipasi dalam proses demokrasi dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang inklusif, damai, dan adil. Polusi informasi disamarkan dalam bentuk meme lucu, video viral atau tagar yang sedang tren.[8] Jenis lainnya termasuk propaganda berupa iklan politik palsu yang sengaja diterbitkan di berbagai media sosial.[4]
Polusi informasi bekerja dengan cara menarik perhatian publik secara samar namun secara diam-diam membentuk opini di masyarakat, memicu konflik, dan mengikis kepercayaan terhadap informasi yang dapat diandalkan.[8]
Penyebab
Tedapat banyak sumber polusi informasi sama seperti sumber produksi informasi, dengan satu atau lain cara, sengaja atau tidak sengaja, terang-terangan atau terselubung, selalu ada distorsi informasi & kontaminasi informasi, tetapi sebagian besar tidak ketahuan atau sengaja tidak dipedulikan. Beberapa sumber utama pencemaran informasi meliputi:[3]
Teknologi informasi
Teknologi Informasi dianggap telah merevolusi produksi informasi, penanganannya, dan penyebarannya dan secara bersamaan juga dianggap sebagai salah satu sumber polusi informasi. Cepatnya teknologi internet berkembang dan berevolusi dari yang sebelumnya hanya bisa ditangani secara manual, kini telah terotomatisasi dengan duduk di satu tempat. Namun, sebenarnya teknologi Informasi dilengkapi dalam memproses pencemaran informasi, seperti:
Jaringan web
Web sudah menjadi salah satu sumber informasi terbesar saat ini yang telah mengumpulkan data yang disimpan dengan ratusan dan ribuan server di seluruh dunia. Sebagian besar informasi tersusun dengan baik, tetapi sebagiannya lagi berantakan. Informasi yang diambil dari web harus didasarkan pada kompetensi penulis & kepercayaan, validitas dokumen dan afiliasi terbuka & rahasia dengan sebuah institusi sementara saat ini tidak ada mekanisme untuk memeriksa informasi yang berlebihan & terdistorsi.[3]
Dampak
Penyebaran informasi palsu di internet tidak hanya menciptakan polarisasi namun juga mempercepatnya. Hal ini dikarenakan algoritma yang mendorong internet memberi pembaca lebih banyak informasi dari yang kita inginkan. Penerima informasi kemudian akan mudah terpolarisasi terkait nilai-nilai, fakta dan standar pengetahuan yang digunakan yang beredar di internet.[4]
Akibatnya, pembaca akan terbiasa dengan informasi yang bertentangan, sumber-sumber yang bersaing, sehingga tidak lagi menjadi yakin untuk berpikir bahwa semua informasi tidak lagi penting.[4] Banyaknya Informasi yang muncul memiliki dampak besar pada kemampuan pengambilan keputusan seseorang karena menciptakan keraguan tentang keaslian dan keandalan informasi.[3]
Solusi
Untuk mengatasi permasalahan terkait misinformasi dan disinformasi ini dari akarnya, perlu adanya inisiatif global yang mengidentifikasi dan mempromosikan menggunakan sumberdaya digital terbuka yang ada.[9] Sementara itu, juga diperlukan peningkatan literasi Informasi yang berguna dalam mengatasi masalah polusi informasi, di mana persepsi individu akan berperan untuk menilai keaslian informasi yang tersedia. Literasi informasi memainkan peran yang sangat penting sambil mengambil informasi dari web, terutama ketika keaslian dan keandalan informasi yang tersedia di web dipertanyakan.[3]