Meskipun Pulau Hong Kong dan Kowloon telah diserahkan kepada Inggris untuk selamanya, kontrol atas New Territories adalah sebuah perjanjian sewa selama 99 tahun. Sifat terbatas sewa selama 99 tahun tidak menghalangi pembangunan Hong Kong karena New Territories digabungkan sebagai bagian dari Hong Kong.
Namun, pada tahun 1997, adalah tidak praktis untuk memisahkan ketiga wilayah tersebut dan hanya mengembalikan New Territories. Selain itu, dengan kelangkaan tanah dan sumber daya alam di Pulau Hong Kong dan Kowloon, New Territories dikembangkan dengan infrastruktur berskala besar dan pembangunan lainnya, dengan hari mencapai impas berada jauh melewati tanggal 30 Juni 1997. Oleh karena itu, status New Territories setelah berakhirnya masa sewa 99 tahun menjadi penting bagi perkembangan ekonomi Hong Kong.[2]
Ketika Republik Rakyat Tiongkok memperoleh kursi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai hasil dari Resolusi Majelis Umum PBB 2758 pada tahun 1971, Tiongkok mulai bertindak diplomatis mengenai isu-isu kedaulatan atas Hong Kong dan Makau. Pada bulan Maret 1972, perwakilan Tiongkok di PBB, Huang Hua, menulis surat kepada Komite Dekolonisasi PBB untuk menyatakan posisi pemerintah Tiongkok:
"Pertanyaan-pertanyaan mengenai Hong Kong dan Makau termasuk dalam kategori pertanyaan yang dihasilkan dari serangkaian perjanjian yang tidak setara yang imperialis kenakan kepada Tiongkok. Hong Kong dan Makau adalah bagian dari wilayah Tiongkok yang diduduki oleh otoritas Inggris dan Portugis. Penyelesaian pertanyaan mengenai Hong Kong dan Makau adalah sepenuhnya dalam hak kedaulatan Tiongkok dan sama sekali tidak berada di bawah kategori biasa dari wilayah kolonial. Oleh karena itu, mereka tidak seharusnya dimasukkan dalam daftar wilayah kolonial yang diliputi oleh deklarasi tentang pemberian kemerdekaan kepada wilayah kolonial dan rakyat. Berkenaan dengan pertanyaan mengenai Hong Kong dan Makau, pemerintah Tiongkok telah secara konsisten menyatakan bahwa mereka harus diselesaikan dengan cara yang tepat ketika kondisi sudah matang."[3]
Pada tahun yang sama, pada tanggal 8 November, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan resolusi mengenai penghapusan Hong Kong dan Makau dari daftar resmi koloni.[3]
Pada bulan Maret 1979, Gubernur Hong Kong, Murray MacLehose melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT), mengambil inisiatif untuk mengajukan pertanyaan mengenai kedaulatan Hong Kong dengan Deng Xiaoping.[4] Tanpa menjelaskan dan menetapkan posisi resmi pemerintah RRt, pengaturan sewa properi dan perjanjian pinjaman di Hong Kong dalam 18 tahun ke depan akan menjadi sulit.[2]