Osman I atau Osman Ghazi (Turki Otoman: عثمان غازى, Osmān Ġāzī; meninggal 1323/4[6]) adalah bapak dari Wangsa Utsmaniyah dan merupakan pemimpin pertama dari Negara Utsmaniyah, yang di masanya masih berupa kadipaten kecil. Ia mewarisi jabatan ayahnya sebagai adipati (bey) di bawah Kesultanan Seljuk. Saat kesultanan tersebut mengalami gonjang-ganjing, Osman memerdekakan diri dan memerintah kadipaten berdaulat itu sampai akhir hayatnya pada 1323 atau 1324. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai nama dinasti dan negaranya (nama dinasti dan negara tersebut dieja menjadi 'Utsmani' atau 'Utsmaniyah' dalam bahasa Arab dan Indonesia dan menjadi 'Ottoman' dalam ejaan barat).
Dikarenakan kelangkaan sumber sejarah di masanya, sangat sedikit informasi faktual yang diketahui tentangnya.[7] Tidak ada satupun sumber tertulis dari masa Osman yang tersisa. Pencatatan tentang sejarah Osman baru ditulis pada abad kelima belas masehi, atau lebih dari seabad setelah mangkatnya.[8] Dikarenakan masalah tersebut, adalah sebuah tantangan besar bagi para sejarawan untuk memisahkan antara fakta dan mitos yang berkaitan tentangnya.[9]
Nama dan gelar
Beberapa ahli menyatakan bahwa nama asli dari Osman adalah nama asli Turki, kemungkinan Atman atau Ataman, yang kemudian diubah menjadi Osman yang merupakan nama bahasa Arab. Sumber awal Romawi Timur mengeja namanya dengan Ατουμάν (Atouman) or Ατμάν (Atman), sedangkan sumber Yunani secara teratur menggunakan θ, τθ, atau τσ bila merujuk Utsmān (ejaan Arab) atau ʿOsmān (ejaan Turki). Sumber awal Arab juga menyebut namanya menggunakan huruf ط dan bukannya ث. Osman mungkin kemudian mengambil nama Arab-Muslim yang dipandang lebih berkelas di kemudian hari.
Meski daftar Sultan Utsmaniyah selalu menempatkan Osman dalam urutan pertama, gelar sultan baru resmi digunakan penguasa Utsmani tahun 1383 pada masa kekuasaan cucunya, Murad I. Osman masih mempertahankan gelar lamanya, bey, dapat disepadankan dengan adipati atau kepala suku dalam konteks ini, gelar yang dia sandang saat masih menjadi bawahan Kesultanan Seljuk Rum.
Kehidupan awal
Tidak diketahui secara pasti tanggal kelahiran Osman dan sangat sulit pula mengetahui awal kehidupannya karena kurangnya sumber, juga masuknya berbagai mitos dan legenda tentangnya pada masa-masa setelahnya.[10][11] Dia diperkirakan lahir di pertengahan abad ketiga belas, kemungkinan tahun 1254 atau 1255 menurut sejarawan Utsmaniyah abad keenam belas, Kemalpaşazade.[12]
Menurut tradisi Utsmaniyah, Ertuĝrul, ayah Osman, memimpin suku Kayı dari Asia Tengah menuju Anatolia. Dia melarikan diri dari serangan Mongol. Dia berjanji setia kepada Sultan Kayqubad I dari Kesultanan Rum yang memberinya izin mendirikan emirat (kadipaten) di Söğüt yang saat itu merupakan wilayah pinggir Seljuk dan berbatasan dengan Kekaisaran Romawi Timur.[13]
Lokasi ini rupanya menguntungkan. Di barat, Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) yang saat itu melemah. Sementara di timur, pasukan muslim di bawah Turki Seljuk kacau karena menghadapi agresi Mongol dalam pengepungan Baghdad.
Sekitar tahun 1281, Osman menjadi adipati dan kepala suku setelah ayahnya meninggal.[13] Pada saat inilah, banyak para tentara bayaran berdatangan kepadanya yang dengan harapan dapat melemahkan monarki Ortodoks. Selain itu, populasi Turki di bawah kepemimpinan Osman I secara terus-menerus diperkuat dengan banjir pengungsi yang melarikan diri dari Mongol. Dari jumlah tersebut, tentara Ghazi atau pejuang Islam, pejuang perbatasan yang percaya bahwa mereka berjuang untuk ekspansi atau membela Islam. Di bawah kepemimpinan Osman yang kuat dan mampu, prajurit ini segera terbukti menjadi kekuatan yang tangguh, dan dasar-dasar negara pun dapat dengan cepatnya bisa diletakkan.
Mimpi Osman
Osman memiliki hubungan dekat dengan Syaikh Edebali, tokoh sufi terkemuka di wilayahnya. Salah satu kisah paling terkenal yang berkaitan dengan Osman dan Syaikh Edebali adalah "Mimpi Osman", kisah yang menceritakan bahwa saat Osman tidur di kediaman Syaikh Edebali,[14] Osman bermimpi bahwa rembulan muncul dari dada Syaikh Edebali dan kemudian masuk ke dalam dada Osman sendiri. Kemudian dari pusar Osman tumbuhlah pohon besar yang menaungi dunia. Di bawah naungan pohon ini ada pegunungan dan air mengalir dari kaki-kaki gunung ini. Beberapa orang mengambil airnya untuk minum dan sebagiannya untuk berkebun. Syaikh Edebali kemudian menafsirkan mimpi Osman bahwa Osman dan keturunannya akan dianugerahi kekuasaan dan putri Syaikh Edebali sendiri (dilambangkan sebagai rembulan dalam mimpi Osman) akan menjadi istri Osman.[15]
Kisah mimpi Osman ini ditafsirkan menjadi tanda bahwa kekuasaan Osman dan keturunannya adalah pemberian Tuhan.[16] Namun selain kekuasaan yang diberikan, mimpi itu juga secara implisit bermakna bahwa Osman dan keturunannya harus menjaga kesejahteraan para bawahannya.[17]
Kemenangan militer
Penaklukan nyata yang dilakukan Osman setelah runtuhnya Kesultanan Seljuk adalah pendudukan atas benteng Eskişehir dan Karacahisar. Kemudian Osman juga menguasai kota penting di wilayah tersebut, Yenişehir, yang kemudian digunakan menjadi ibu kota negaranya.[18]
Setelah kemenangannya melawan pihak Romawi Timur pada Pertempuran Bapheus, Osman memulai untuk mengatur pasukannya di dekat wilayah kekuasaan Romawi Timur.[19] Pengaruh Osman yang semakin menguat membuat masyarakat Romawi Timur secara bertahap keluar menuju seberang Anatolia. Para pemimpin Romawi Timur berusaha untuk menahan Osman, tapi persiapan mereka sangat buruk dan tidak efektif. Di sisi lain, Osman menghabiskan sisa masa kekuasaannya untuk meluaskan wilayahnya melalui dua arah, yakni sebelah utara sepanjang Sungai Sarkaya dan barat daya menuju Laut Marmara, dan dia berhasil pada 1308.[18] Pada tahun yang sama, para pengikutnya turut serta dalam penaklukan salah satu kota Romawi, Ephesus, dan menduduki kota tepi pantai terakhir milik Romawi, meskipun kota itu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Amir Aydin.[19]
Perang Osman terakhir adalah menduduki Bursa.[20] Meskipun Osman tidak secara langsung terjun ke medan laga, keberhasilan menduduki Bursa membuktikan betapa pentingnya kedudukan kota tersebut sebagai pijakan untuk melawan Romawi Timur di Konstantinopel. Bursa kemudian dijadikan ibu kota pada masa kekuasaan putra dan penerus Osman, Orhan.
Keluarga
Berdasar penulis Utsmaniyah abad kelima belas, Osman termasuk keturunan suku Kayı yang merupakan cabang Oghuz Turk dan ini menjadi silsilah resmi Utsmaniyah.[21]
Orang tua
Ayah – Ertuĝrul, kepala suku Kayı, suku bangsa Oghuz Turk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai latar belakangnya. Menurut tradisi Utsmani, ayah Ertuĝrul adalah Suleyman Syah. Namun ada juga yang menyatakan bahwa ayahnya adalah Gündüz Alp.[22][23][24]
Ibu – Halime Hatun. Sebagian menyebutkan bahwa Halime adalah putri penguasa Seljuk, sementara ada juga yang menyatakan bahwa dia berasal dari Kara Koyunlu, negara Muslim Turki-Persia yang wilayahnya mencakup Anatolia Timur dan Kaukasus.[25][26][27][28]
Pernikahan
Ada dua nama yang disebutkan merupakan istri Osman, yakni:
Mengenai latar belakang mereka, disebutkan bahwa salah satunya adalah putri dari Syaikh Edebali, sedangkan yang satu lagi adalah putri dari Ömer Bey. Terkait jati diri Ömer Bey, ada yang menyebutkan bahwa dia adalah salah satu adipati di kawasan Anatolia, pendapat lain menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah Ömer Abdülaziz Bey, seorang wazir (menteri) pada masa Kesultanan Seljuk. Latar belakang kedua istri Osman ini sering tertukar sehingga kerap terjadi kerancuan. Sebagian sumber menyebutkan bahwa putri Syaikh Edebali adalah Bala Hatun, menjadikan Malhun Hatun sebagai putri Ömer Bey. Namun ada juga yang menyatakan sebaliknya, bahwa Malhun Hatun yang merupakan putri Syaikh Edebali.[29][30][31][15]
^Kermeli, Eugenia (2009). "Osman I". Dalam Ágoston, Gábor; Masters, Bruce. Encyclopedia of the Ottoman Empire. hlm. 444. Informasi yang dapat dipercaya mengenai Osman sangat langka. Tanggal lahirnya tidak diketahui dan signifikansi simbolisnya sebagai bapak dinasti telah mendorong perkembangan cerita mitis mengenai kehidupan dan asal usul penguasa; namun, para sejarawan setuju bahwa sebelum tahun 1300, Osman hanyalah salah satu di antara sejumlah pemimpin suku Turkoman yang beroperasi di wilayah Sakarya.
^Murphey, Rhoads (2008). Exploring Ottoman Sovereignty: Tradition, Image, and Practice in the Ottoman Imperial Household, 1400-1800. London: Continuum. hlm. 24. ISBN978-1-84725-220-3. Sebuah catatan yang masuk akal, masuk akal dan, di antara rekan-rekannya, mungkin paling dapat diandalkan tentang awal karir Osman oleh paragon sejarawan Ottoman, Kemal Paşa-zade (1468-1534), mengidentifikasi tahun Hijriah 652 (21 Februari 1254 hingga 9 Februari 1255). sebagai tanggal lahir Osman.
^Kafadar, Cemal (1995). Between Two Worlds: The Construction of the Ottoman State. hlm. xii. There is still not one authentic written document known from the time of ʿOsmān, and there are not many from the fourteenth century altogether.
^Finkel, Caroline (2005). Osman's Dream: The Story of the Ottoman Empire, 1300-1923. Basic Books. hlm. 6. ISBN978-0-465-02396-7. Modern historians attempt to sift historical fact from the myths contained in the later stories in which the Ottoman chroniclers accounted for the origins of the dynasty
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama birth
^Finkel, Caroline (2005). Osman's Dream: The Story of the Ottoman Empire, 1300-1923. Basic Books. hlm. 12. Beyond the likelihood that the first Ottoman sultan was a historical figure, a Turcoman Muslim marcher-lord of the Byzantine frontier in north-west Anatolia whose father may have been called Ertuğrul, there is little other biographical information about Osman.
^Murphey, Rhoads (2008). Exploring Ottoman Sovereignty: Tradition, Image, and Practice in the Ottoman Imperial Household, 1400-1800. London: Continuum. hlm. 24. ISBN978-1-84725-220-3.
Imber, Colin (1987). "The Ottoman Dynastic Myth". Turcica. 19: 7–27. The attraction of Aşıkpasazade's story was not only that it furnished an episode proving that God had bestowed rulership on the Ottomans, but also that it provided, side by side with the physical descent from Oguz Khan, a spiritual descent. [...] Hence the physical union of Osman with a saint's daughter gave the dynasty a spiritual legitimacy and became, after the 1480s, an integral feature of dynastic mythology.
^Finkel, Caroline (2006). Osman's Dream: The Story of the Ottoman Empire, 1300-1923. Basic Books. hlm. 2. ISBN978-0-465-02396-7. First communicated in this form in the later fifteenth century, a century and a half after Osman's death in about 1323, this dream became one of the most resilient founding myths of the empire.
Fleet, Kate (2010). "The rise of the Ottomans". Dalam Maribel Fierro. The New Cambridge History of Islam. 2. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 313–331. ISBN978-0-521-83957-0.
Imber, Colin (1987). "The Ottoman Dynastic Myth". Turcica. 19: 7–27.
Imber, Colin (2009). The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power (edisi ke-2). New York: Palgrave Macmillan. ISBN978-0-230-57451-9.
Lowry, Heath (2003). The Nature of the Early Ottoman State. Albany: SUNY Press. ISBN0-7914-5636-6.
Murphey, Rhoads (2008). Exploring Ottoman Sovereignty: Tradition, Image, and Practice in the Ottoman Imperial Household, 1400-1800. London: Continuum. ISBN978-1-84725-220-3.
Zachariadou, Elizabeth, ed. (1991). The Ottoman Emirate (1300-1389). Rethymnon: Crete University Press.