Orang Indonesia di Hong Kong, yang berjumlah 102.100 orang,[2] membentuk kelompok etnis minoritas terbesar kedua di wilayah tersebut, setelah orang Filipina.[3] Kebanyakan orang Indonesia datang ke Hong Kong pada saat ini terikat dengan kontrak masa terbatas untuk pekerjaan sebagai pembantu domestik asing. Buruh migran Indonesia di Hong Kong meliputi 2,4% dari seluruh buruh Indonesia perantauan.[4]
Pekerjaan
Pada 2006 terdapat 102.100 orang Indonesia yang bekerja di Hong Kong. Jumlah ini menunjukkan pertumbuhan hampir 250% dari 41.000 yang tercatat pada 2000.[5] Agen tenaga kerja di Indonesia yang mengirim pekerja ke Hong Kong biasanya memberikan pelatihan tentang pekerjaan rumah tangga dan kursus dasar bahasa Kanton selama dua hingga tujuh bulan.[6] Gaji pekerja Indonesia beragam, dari HK$ 1800 hingga HK$ 4000 per bulan.[7] Nantinya, pekerja membayar pelatihan dan fasilitas perumahan yang dia peroleh melalui pemotongan gaji selama empat sampai tujuh bulan sebesar total HK$ 21.000.[8]
Terdapat dua serikat pekerja yang mewakili mereka, yaitu Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) dan Koalisi Organisasi Tenaga Kerja Indonesia Hong Kong (KOTKIHO).[9] Terdapat beberapa masalah yang dialami oleh pekerja Indonesia di Hong Kong. Yang sering terjadi adalah upah yang masih kurang[7] dan kekerasan oleh tuan rumah.
Para pekerja rumah tangga hidup sebagai warga kelas dua di Hong Kong. Mereka mendapatkan upah minimum dan dipaksa untuk tinggal bersama majikan mereka, seringkali di apartemen kecil. Kadang-kadang, mereka mengalami pelecehan fisik dan emosional, termasuk penyerangan seksual. Meski begitu, besaran gaji yang lebih besar daripada yang bisa mereka peroleh di Indonesia ditambah makanan dan tiket pesawat tahunan pulang tetap menarik banyak wanita ke Hong Kong untuk menjadi pekerja rumah tangga.[10]
Kasus kekerasan terhadap pekerja Indonesia di Hong Kong yang banyak diliput media adalah kasus Erwiana. Dia mengalami tindakan kekerasan oleh majikannya hingga berujung pada penyelidikan polisi atas tuduhan penyiksaan. Majikannya juga mengancam akan membunuh Erwiana dan keluarganya jika dia mengungkapkan penganiayaan yang dideritanya. Ketika dia hampir tidak bisa berjalan dan melihat sehingga tidak bisa lagi bekerja, majikannya meninggalkannya di bandara dengan tiket pulang dan uang sebesar US$ 9.[11] KKasusnya menimbulkan simpati di antara teman-teman sekerjanya yang berunjuk rasa di Hong Kong menuntut keadilan.[12]
Kepala Keluarga Pekerja Migran Indonesia menyatakan bahwa pemerintah tidak mengawasi agen perekrutan tenaga kerja secara memadai. Mereka diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam penandatanganan kontrak, pelatihan pra-keberangkatan, penanganan masalah di tempat kerja, dan pemulangan pekerja.[13]
Intimidasi polisi terhadap pekerja migran juga menjadi masalah.[14]
Selama kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, pemerintah Hong Kong mengancam akan mengusir pekerja Indonesia di Hong Kong sebagai tanggapan atas kelambanan pemerintah Indonesia atas kejahatan yang dilakukan terhadap perempuan etnis Tionghoa di Indonesia. Namun, pada akhirnya, mereka tidak melaksanakan ancaman tersebut.[15]
Agama
Pada 2009, terdapat 129.999 orang (atau 60%) Indonesia di Hong Kong yang beragama Islam.[16]
Referensi
Catatan
^ abRadio International Singapore 25 February 2006