Louw Djing Tie

Louw Djing Tie

Louw Djing Tie adalah seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, yang merupakan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Di dunia persilatan, Louw Djing Tie mendapatkan julukan Garuda Emas dari Siauw Liem Pay.[1]

Louw Djing Tie yang lahir pada tahun 1855, merupakan anak nomor dua dari tiga bersaudara.[2] Kakaknya bernama Djing Lian dan adiknya yang perempuan bernama Djing Hiang. Sejak kecil Djing Tie sudah terkenal sebagai anak nakal, tetapi ia sangat mencintai orang tuanya. Djing Tie memiliki perangai yang keras dan berani, hampir setiap hari ia terlibat perkelahian dengan anak-anak lain. Pada waktu Djing Tie berumur 9 tahun ia mendapat luka di dahinya, yang terus membekas hingga ia dewasa.

Ada satu kejadian di mana Djing Tie untuk pertama kalinya menyaksikan kepandaian seorang ahli kungfu. Di kota Hay Ting ada seorang biksu pengembara yang dikenal dengan Thi Tjeng (Biksu Besi). Biksu ini memiliki tenaga yang sangat kuat, ia selalu berkeliling kota sambil mengemis dengan paksa dan mengancam. Semua orang di kota Hay Ting tak ada yang berani menghentikan kelakuan biksu bejat ini karena takut dicelakai olehnya. Djing Tie yang telah mengetahui kejahatan biksu bejat itu suatu ketika bepapasan dengan Thi Tjeng di sebuah jalan. Jiwa kepahlawanan Djing Tie timbul melihat orang jahat tersebut, ia pun mengambil sebuah batu dan menimpuk kepala Thi Tjeng yang botak. Timpukan itu mengenai penutup kepala Thi Tjeng, hingga menjadi miring. Namun Thi Tjeng berpikir bahwa hal itu tidak disengaja, makanya ia pun terus berjalan sambil memukul bokhe (peralatan sembahyang).

Louw Djing Tie pun segera menimpuk untuk kedua kalinya dan kali ini membuat penutup kepala Thi Tjeng hampir jatuh. Thi Tjeng pun mulai menyadari bahwa timpukan itu merupakan perbuatan yang disengaja. Saat Thi Tjeng masih mengomel, Djing Tie kembali menimpuknya dan kali ini benar-benar membuat penutup kepala Thi Tjeng jatuh ke tanah. Thi Tjeng menjadi sangat marah, dengan segera ia melompat dan mengejar ke arah Djing Tie sambil mengancam akan membunuhnya. Djing Tie pun dengan segera melarikan diri, tetapi karena ia terburu-buru, Djing Tie memasuki sebuah jalan buntu. Djing Tie pun tak kehilangan akal ia segera memasuki sebuah warung yang berada di jalan buntu tersebut. Di warung tersebut Djing Tie bertemu dengan lelaki tua yang merupakan tukang masak tahu di warung tersebut. Kepada orang tua ini Djing Tie menceritakan kejadian yang ia alami dengan singkat dan memohon agar ia diperbolehkan bersembunyi di tempat tersebut. Orang tua itu pun memperbolehkannya masuk ke ruang belakang sambil tersenyum.

Saat Djing Tie masuk ke ruang belakang, si biksu Thi Tjeng pun tiba di depan warung tahu tersebut. Biksu itu pun langsung menduga bahwa Djing Tie berada di dalam warung tersebut dan langsung menegur si orang tua. Orang tua itu mengaku sebagai kakek dari Djing Tie dan memohon agar biksu itu dapat memaafkan kenakalan cucunya tersebut. Si biksu Thi Tjeng malah menjadi marah, ia mengancam jika si kakek tidak mengeluarkan cucunya maka ia akan memukul kepala si orang tua. Mendengar ancaman itu si kakek tidak menjadi gentar malahan menjawab bahwa tidak akan semudah itu memukul dirinya. Thi Tjeng pun menjadi sangat murka, ia langsung menyerang si orang tua dengan segenap tenaga. Tanpa diduga si orang tua langsung mendahului serangan Thi Tjeng dengan pukulan lima jari. Si biksu Thi Tjeng pun mundur terhuyung-huyung dan langsung melarikan diri karena ternyata ilmu si orang tua lebih tinggi dari dirinya.

Kejadian tersebut disaksikan oleh Djing Tie yang mengintip dari ruang belakang. Ia pun menjadi terkejut dan kagum luar biasa dengan kemampuan si orang tua tersebut. Setelah itu si orang tua pun menasehati Djing Tie bahwa perbuatannya dapat mencelakai dirinya sendiri. Kejadian itu membuat Djing Tie menyadari kesalahannya, ia pun berubah menjadi lebih pendiam. Sejak saat itu pun Djing Tie mulai giat berlatih kungfu di salah satu perguruan di desanya. Tetapi baru setahun Djing Tie menekuni beladiri, kedua orang tuanya mendadak meninggal secara beruntun. Kemalangan ini membuat Djing Tie harus pindah dan tinggal pada saudaranya di tempat lain. Keluarga ini sangat miskin, sehingga Djing Tie tidak dapat melanjutkan pelajaran kungfu dan harus bekerja demi sesuap nasi.

Namun saat Djing Lian saudara tua Djing Tie kembali dari perjalanannya, ia pun segera membawa Djing Tie dan Djing Hiang ke tempat lain. Djing Lian pun akhirnya mengirim Djing Tie untuk belajar ilmu beladiri di biara Shaolin di Song Shan. Di sinilah Louw Djing Tie memperoleh banyak kepandaian dalam bertarung dan meramu obat-obatan. Dari biara Shaolin, Djing Tie mengusahakan kebun peninggalan orang tuanya, sesekali ia juga mengajarkan kepandaian kungfu pada adiknya, Djing Hiang.

Suatu ketika seekor binatang peliharaan milik Djing Tie diganggu oleh seekor harimau, hal ini sering terjadi di daerah perkampungan pada saat itu. Namun hal itu membuat Djing Tie ingin menjaga keamanan para penduduk. Pada suatu malam dengan menggunakan umpan seekor anak kambing, Djing Tie berniat menghajar harimau tersebut. Harimau itu pun baru muncul pada malam ke sembilan dan Djing segera menyerang dengan sebilah pisau. Tusukan pertama lolos karena harimau itu menghindar dengan cepat. Tapi tusukan kedua segera disarangkan ke tubuh harimau tersebut hingga binatang itu meraung keras dan segera berbalik menerkam Djing Tie. Tanpa ragu Djing Tie tidak menghindari terkaman tersebut, malah saat harimau itu menerkam ia membarengi dengan tusukan ke arah leher binatang buas itu. Tanpa ada perlawanan lagi harimau besar itu langsung roboh ke tanah. Peristiwa ini membuat kegemparan di daerah tersebut dan melambungkan nama Louw Djing Tie.

Beberapa hari setelah berhasil membunuh harimau, Djing Tie melakukan perjalanan ke bukit Kouw Shan. Di sana ia berniat untuk melanjutkan pelajaran kungfu pada seorang pendeta bernama Biauw Tjin yang merupakan seorang guru lulusan dari Shaolin juga. Pada suhu Biauw Tjin, Louw Djing Tie mempelajari ilmu tenaga dalam dan tenaga luar. Ia pun berlatih menggunakan berbagai macam senjata rahasia seperti jarum besi dan uang logam. Djing Tie berlatih kungfu selama enam tahun di bukit Kouw Shan hingga sang guru pergi mengembara kembali. Namun sebelum berpisah sang guru memberi saran untuk Djing Tie supaya melanjutkan pelajarannya pada temannya yang bernama Kang Too Soe.

Dengan segera Djing Tie pergi menemui Kang Too Soe. Pada guru ketiganya ini Djing Tie mempelajari ilmu menyumpit dan totok jalan darah. Selain itu Djing Tie juga memperdalam teknik mengalirkan Chi (tenaga murni) ke seluruh bagian tubuh dan juga ilmu pengobatan yang berhubungan dengan tulang. Setelah tujuh tahun belajar di bawah bimbingan pendeta Kang Too Soe, Djing Tie pun pergi ke kota Hok Ciu, provinsi Hok Kian, dan mendirikan perguruannya sendiri. Murid Djing Tie pun kian bertambah banyak, salah satu yang menjadi murid pandai di perguruan ini adalah Djing Hiang adik perempuannya sendiri, yang dikatakan sangat lihai ilmunya.

Suatu hari pemerintah daerah setempat mengadakan sebuah seleksi guru kungfu untuk dijadikan pelatih tentara setempat. Dalam seleksi tersebut Djing Tie termasuk salah seorang peserta dari banyak jago-jago kungfu di daerah tersebut. Wakil dari pemerintah adalah seorang guru kungfu dari daerah Shan Tung. Guru kungfu dari Shan Tung itu ternyata cukup hebat, hingga lima orang lawan masih dapat ia kalahkan dengan mudah. Sampailah pada giliran seorang kawan Djing Tie yang bernama Lie Wan untuk naik ke atas panggung pertarungan. Kali ini pertarungan berjalan seimbang, penonton yang hadir pun sangat menikmati pertunjukan ilmu kungfu keduanya.

Tapi Lie Wan tampaknya tidak sabaran, ia ingin menyelesaikan pertarungan ini dengan cepat. Maka di satu kesempatan ia menggunakan teknik berbahaya dengan menghantamkan kedua tangannya ke tubuh si guru kungfu. Dengan cepat guru kungfu itu menghindari serangan Lie Wan dan ia pun siap untuk menyerang. Djing Tie yang melihat serangan berbahaya tersebut dengan segera naik ke atas panggung dan menendang kemaluan si guru kungfu hingga mengalami cedera fatal. Djing Tie segera menyadari bahwa tindakannya telah melanggar hukum, maka ia dan Lie Wan pun segera melarikan diri dari tempat tersebut.

Djing Tie sadar bahwa kesalahannya ini sangatlah fatal dan bisa membuat dirinya dihukum berat. Untuk itulah ia pun bertekad untuk pergi keluar dari negeri China, sementara Lie Wan pergi menetap di Amoy dan menjadi seorang tabib. Djing Tie pun pergi ke Singapura. Di Singapura, Djing Tie tinggal di sebuah toko obat dan mengajar kungfu kepada para pegawai toko. Tak berapa lama Djing Tie tinggal di Singapura, ia pun berniat untuk mengembara ke pulau Jawa. Maka Djing Tie pun berangkat menuju pulau Jawa dan mendarat di Batavia (Jakarta). Di tempat barunya Djing Tie mencoba berjualan, tetapi karena kurang berhasil ia pun pindah ke Semarang, lalu kemudian ke Kendal. Di kota kecil ini Djing Tie berjualan ikan asin di pasar dan perlahan-lahan orang mulai mengenal kepandaian Djing Tie karena ia sering mengobati orang salah urat atau luka terpukul.

Suatu hari hari ada seorang kenalannya yang tinggal di Ambarawa mengajaknya pindah ke Ambarawa, dan membuka sebuah perguruan kungfu dengan diam-diam. Karena pada masa itu mempelajari ilmu beladiri masih dianggap terlarang oleh pemerintah. Murid-murid yang belajar di perguruan itu mulai bertambah banyak, dan nama Djing Tie sebagai guru kungfu mulai dikenal orang. Di tempat ini Djing Tie juga sering mengobati orang yang terkilir atau luka terpukul.

Suatu ketika saat Djing Tie berkunjung ke toko obat kenalannya ia melihat dua orang serdadu yang tengah mabuk minuman membuat keonaran di warung, di depan toko obat kenalannya. Djing Tie yang kasihan dengan pemilik warung tersebut, maju dan mengcengkeram lengan kedua serdadu tersebut dan menariknya keluar. Kedua serdadu itu memberontak, tetapi cengkeraman Djing Tie begitu kuat dan tak bisa dilepas. Setelah di luar Djing Tie menegur dan mengusir mereka. Kedua serdadu yang mabuk itu pergi dengan sempoyongan sambil terus mengomel.

Keesokan harinya kedua serdadu itu mendatangi warung itu kembali dan menanyakan Djing Tie pada si pemilik warung. Karena terus diancam si pemilik warung memberitahu bahwa Djing Tie sering berada di toko obat kenalannya. Dua serdadu itu pun segera mendatangi toko obat kenalannya Djing Tie dan menemukan Djing Tie sedang duduk santai di depan toko. Kedua serdadu itu segera menghampiri Djing Tie dan mencekal kedua lengannya dengan kuat serta menariknya untuk menjatuhkannya dari tempat duduknya. Tapi perbuatan itu sama sekali tak berarti, Djing Tie tetap tak bergeser dari tempat duduknya. Merasa usahanya menjatuhkan Djing Tie gagal, keduanya mulai memukul. Jika Djing Tie mau dengan sekali gebrakan dua orang serdadu itu akan terpental jauh. Namun Djing Tie tak mau membuat mereka malu, maka ia hanya menangkis saja.

Beberapa kali pukulan mereka ditangkis oleh lengan Djing Tie membuat lengan mereka terasa sakit. Mereka pun agak heran melihat Djing Tie masih duduk di tempatnya semula. Kedua orang itu pun berlari ke jalan dan mengambil batu untuk menimpuki Djing Tie. Timpukan batu secara beruntun itu dengan mudah dapat dihalau oleh Djing Tie yang masih dalam keadaan duduk. Kenyataan itu membuat kedua serdadu tersebut malah makin mendongkol. Mereka lalu mengambil dua batang bambu dan mencoba mengeroyok Djing Tie. Ketika kedua batang bambu tersebut terayun ke arahnya, Djing Tie dengan cekatan menangkap ujung kedua batang bambu tersebut. Kemudian dengan kuat dan cepat ia menarik, lalu mendorong kedua batang bambu tersebut sehingga kedua orang serdadu tersebut terpental ke tengah jalan. Dengan segera keduanya bangkit dan melarikan diri sambil mengancam. Orang banyak yang menyaksikan kejadian itu dapat mengukur kemampuan Louw Djing Tie yang sangat tinggi.

Keesokan harinya saat Djing Tie masih berada di rumahnya, seorang tetangganya yang menyampaikan bahwa belasan serdadu sedang menghancurkan toko obat tempat Djing Tie biasa bersantai di sore hari. Sewaktu sampai di toko obat tersebut, belasan serdadu tersebut langsung mengepung Djing Tie, dua orang di antaranya adalah dua serdadu yang dipermalukan Djing Tie kemarin. Belasan serdadu ini masing-masing ada yang memegang golok, pentungan besi dan senjata lainnya. Dengan segera mereka menyerang Djing Tie dengan ganas, tetapi Djing Tie telah bergerak dengan cepat dan merebut sebuah tongkat besi dari tangan salah seorang penyerangnya. Dengan tongkat tersebut Djing Tie menghadapi semua penyerangnya, ia memukuli lengan para penyerangnya agar kehilangan tenaga untuk menyerang kembali. Tanpa berlama-lama para serdadu tersebut lari tunggang langgang menghadapi kehebatan kungfu Djing Tie. Beberapa serdadu yang keras kepala untuk terus menyerang, bahkan dibuat terkapar di tanah.

Kedua serdadu tersebut ternyata masih memiliki dendam. Kali ini mereka berniat untuk mencelakai Louw Djing Tie dengan serangan mendadak. Beberapa hari setelah kejadian pengeroyokan tersebut, Djing Tie pergi untuk menemui seorang kenalannya yang tinggal di samping pasar. Waktu itu kira-kira jam delapan malam dan Djing Tie melewati jalan dengan pepohonan besar di kanan dan kirinya. Saat Djing Tie melewati salah satu pohon, seorang serdadu menyerang dari belakang dengan sebuah botol. Tapi dengan nalurinya yang tajam, Djing Tie bergerak menangkap tangan si penyerang dan mendorongnya hingga terjatuh ke tanah. Setelah itu dari arah pohon yang lain muncul kawan si penyerang yang menikam Djing Tie dengan sebuah pisau. Dengan sigap Djing Tie menggeser tubuhnya dan menangkap tangan si penyerang tersebut. Berbarengan dengan itu, penyerang yang ketiga telah maju ke arah Djing Tie. Dengan segera Djing Tie memutar kepalanya sehingga kuncir rambutnya menghantam wajah si penyerang ketiga bagaikan pecut.

Mengetahui serangannya gagal, tiga orang tersebut langsung melarikan diri meninggalkan Djing Tie sendirian. Kejadian itu membuat para serdadu tersebut sadar bahwa orang yang mereka incar bukanlah orang sembarangan. Sejak hari itu para serdadu tersebut tidak pernah lagi mencari gara-gara untuk membuat keributan. Kelihaian ilmu kungfu Louw Djing Tie memang sudah sangat terkenal, begitu juga dengan ilmu pengobatannya. Tapi satu lagi keahlian Djing Tie yang jarang diketahui orang adalah ia pandai bermain sulap. Bahkan dalam suatu peristiwa, Djing Tie pernah menolong anak perempuan seorang penjual mie yang akan diperas oleh seorang hartawan bejat, dengan menggunakan ilmu sulapnya. Louw Djing Tie memang terkenal orang yang sangat ringan tangan dalam menolong sesamanya.

Saat Louw Djing Tie tinggal di Parakan, ia mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitar. Namun seorang guru kungfu setempat yang bernama The Soei merasa ingin menguji kehebatan Djing Tie. The Soei adalah seorang ahli kungfu yang sangat kuat, ia memiliki tubuh yang tinggi besar. Setiap ia berlatih kungfu di halaman rumah, air dalam vas bunga pun dapat bergoncang karena kekuatannya. The Soei pun mengajukan tantangan untuk mengadu ilmu dengan Djing Tie. Maka pada suatu sore Djing Tie pun bersedia melakukan pertandingan dengan The Soei, dengan disaksikan para sahabatnya di Parakan. Pertandingan tersebut dilangsungkan dengan menggunakan kuas china yang diberi kapur pada ujungnya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari cedera pada kedua petarung tersebut.

Kedua ahli kungfu tersebut mulai saling menyerang dengan sangat cepat, tusuk menusuk pun terus bergantian. Beberapa waktu kemudian Djing Tie mulai dapat mendesak The Soei, beberapa kali Djing Tie berhasil mengenai daerah berbahaya tubuh The Soei dengan ujung kuasnya. Tapi Djing Tie ingin menjaga harga diri The Soei, jika ia mau mungkin tubuh The Soei akan penuh dengan totolan kapur dari kuas Djing Tie. Tapi dengan sengaja Djing Tie mengalah dengan membiarkan The Soei menotolkan kuasnya ke tubuh Djing Tie. The Soei pun lambat laun mengetahui kelihaian ilmu kungfu Djing Tie, ia pun menjadi kagum dengan kerendahan hati Djing Tie. Pertandingan hari itu pun dinyatakan seimbang, tetapi The Soei yang mengetahui keadaan sesungguhnya menjadi sangat hormat pada kehebatan Louw Djing Tie.

Di usia tuanya Louw Djing Tie memiliki banyak murid yang menjadikan ilmu kungfu menjadi lestari hingga saat ini. Perguruannya menjadi sangat terkenal dan ia pun tidak pernah bosan melatih para muridnya dengan sangat baik. Louw Djing Tie meninggal pada usia 66 tahun pada tahun 1921.[3] Tetapi nama Louw Djing Tie dikenang sampai sekarang dan juga perguruannya terkenal di seluruh Jawa dengan nama Perguruan Kungfu Garuda Mas.

Salah satu murid dan pewaris yang ditunjuk Louw Djing Tie sebagai penerusnya adalah Hoo Tik Tjay, yang di kenal dengan nama Suthur. Beliau lah yang merawat Louw Djing Tie dimasa tua hingga meninggal.

Pranala luar

Website Kelatnas Indonesia Perisai Diri Kota Batam Website Komunitas Kungfu Harimau Besi[pranala nonaktif permanen] Blog Kebudayaan Tionghoa

Referensi

  1. ^ "Foto Tempo". 14 Juli 2015. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ "Blog Kebudayaan Tionghoa". 18 Juli 2009. 
  3. ^ "Denys Lombard. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya 2 - Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama". Halaman 492. 

Strategi Solo vs Squad di Free Fire: Cara Menang Mudah!