Pada masa revolusi ketika Jakarta dikuasai oleh Belanda, Jaka menitipkan rumah gedungnya di daerah Menteng kepada pembantunya, Pak Husin. Ia kemudian pergi mengungsi ke daerah lain yang belum diduduki oleh Belanda.
Karena rumah gedung itu kosong, maka Pak Husin menyewakan rumah tersebut ke beberapa orang. Di antaranya seorang peragawati angkuh bernama Ros, seorang pengusaha bangkrut bernama Surya, dan seorang mahasiswa bernama Ridwan. Ros dipikat oleh Surya namun mengkritik Ridwan.
Ketika Belanda pergi meninggalkan Indonesia, Jaka pulang ke rumah bersama dengan istrinya, Maryam. Ia harus menerima kenyataan bahwa rumahnya dijadikan tempat tinggal orang banyak.
Keadaan kemudian bertambah sulit ketika sepupu Maryam, Danu, tinggal dirumah tersebut bersama dengan istrinya, Ratih, yang sedang hamil tua. Danu ternyata seorang koruptor yang sedang buron, lalu polisi datang dan kemudian menangkapnya. Ratih shok dan kemudian mengalami keguguran disertai pendarahan. Ridwan kemudian membantu Ratih sedangkan Surya takut terhadap darah, hal ini kemudian membuat Ros meninggalkan Surya dan jatuh cinta kepada Ridwan.
Pemeran
Jaka - Rd Sukarno
Husin - Udjang
Maryam - Tina Melinda
Danu - Wahid Chan
Ratih - Rida Umami
Ridwan - Aedy Moward
Ros - Nurnaningsih
Surya - Ismail Saleh
Rilis dan tanggapan
Krisis dirilis pada Februari 1953.[1] Film ini ditayangkan selama beberapa minggu di Bioskop Metropole, Jakarta Pusat, melalui bantuan dari seorang mahasiswi Universitas Indonesia yang merupakan putri dari direktur Metropole.[1] Film ini mendapatkan sambutan hangat dari penonton kelas atas dan kritikus film, serta berhasil menjadi film box office.[1] Krisis kemudian menjadi film komedi Indonesia terlaris setelah Terang Boelan (1937), namun belum berhasil menutupi krisis keuangan yang dialami oleh Perfini.[1]Bachtiar Siagian mengkritik film tersebut dikarenakan beranggapan bahwa Krisis dibuat untuk menentang aliran kiri dan Lekra.[1]
Film ini mendapatkan sambutan yang kurang hangat dari para penonton kelas bawah dikarenakan pengetahuan mereka mengenai komedi satire yang dianggap minim.[1] Sekuel dari film ini yang berjudul Lagi-Lagi Krisis diproduksi pada tahun 1955, namun film ini gagal sukses secara komersil, dan harus menunggu selama empat bulan agar bisa ditayangkan di bioskop.[1]Wim Umboh kemudian membuat ulang film dengan jalan cerita yang sama dengan Krisis yaitu Di Balik Dinding (1955).[1]