kai ekalesen o deos to fos emeran kai to skotos ekalesen nykta kai egeneto espera kai egeneto proi emera mia.
Naskah kuno yang memuat ayat ini dalam bahasa Yunani adalah versi Septuaginta yang dibuat sekitar abad ke-3 SM. Salinan yang terlestarikan antara lain adalah Papirus 12 (~ 285 M) yang memuat Kejadian 1:1–5.
Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam
"Siang" diterjemahkan dari bahasa Ibrani: י֔וֹם, yō-wm (dibaca "yom"), yang juga berarti "hari".[4]
"Malam" diterjemahkan dari bahasa Ibrani: לָ֑יְלָה, lā-yə-lāh (dibaca "laila").[4]
Komentator Paul Kissling menulis bahwa dengan menamai "siang" dan "malam", Allah menyatakan kekuasaan mutlak atas mereka, memandang terang dan kegelapan di sini semata-mata jasmaniah.[5] Dalam dunia Timur Dekat kuno, "tindakan memberi nama bermakna, di atas segalanya, menerapkan hak kekuasaan."[6] Galia Patt-Shamir menunjukkan bahwa "kuasa atas nama dan penamaan" ditunjukkan di sini, dan kemudian kuasa penamaan ini juga diberikan kepada Adam, manusia pertama.[7]
Menurut Yohanes Calvin, di sini Allah menetapkan "pergantian teratur siang dan malam" ("a regular vicissitude of days and nights").[8]
Di sisi lain, Zohar, menafsirkan ayat ini sebagai suatu "pancaran" ("emanation") yang akan menjadi "akar landasan kehidupan alam semesta."[9]
Petang dan pagi
"Petang" diterjemahkan dari bahasa Ibrani: עֶ֥רֶב, ‘e-reḇ (dibaca "ereb";).[4]
"Pagi" diterjemahkan dari bahasa Ibrani: בֹ֖קֶר, ḇō-qer (dibaca "bokir").[4]
Kata-kata "Jadilah petang dan jadilah pagi" diulang enam kali dalam Kejadian pasal 1 (Kejadian 1:5,8,13,19,23,31). Kata Ibrani untuk hari adalah yōm. Biasanya kata ini artinya suatu hari sepanjang 24 jam (bandingkan Kejadian 7:17; Matius 17:1), atau bagian siang dari suatu hari ("hari" sebagai lawan dari "malam"). Tetapi kata ini bisa juga dipakai untuk jangka waktu yang tidak tentu (misalnya: "musim panen," Amsal 25:13). Banyak orang percaya bahwa hari-hari penciptaan merupakan hari dalam arti 24 jam karena digambarkan sebagai terdiri atas "petang" dan "pagi" (Kejadian 1:5; bandingkan Keluaran 20:11). Yang lain percaya bahwa "petang" dan "pagi" hanya berarti bahwa suatu petang mengakhiri tahap penciptaan tersebut dan keesokan paginya merupakan awal yang baru lagi.[10]
Muncul pertanyaan bagaimana petang dan pagi dapat terjadi tanpa adanya "matahari" yang masih akan diciptakan pada hari keempat.
Augustinus dari Hippo, dalam karyanya City of God, menulis "hari-hari biasa kita tidak mempunyai petang selain dari terbenamnya matahari, dan tidak mempunyai pagi selain dari terbitnya matahari; tetapi tiga hari pertama semua berlalu tanpa adanya matahari, karena matahari ditulis dibuat pada hari keempat."[11] Ia menerangkan dilema ini dengan menafsirkan bahwa petang dan pagi dalam makna kiasan.[11][12]
Franz Delitzsch memandang petang dan pagi sebagai penandaan akhir suatu "hari" yang panjangnya meliputi banyak aeon,[13] sementara yang lain memandang sebagai penandaan suatu hari harfiah yang terdiri dari 24 jam.[14]Theistic evolution[15] dan "day-age creationism" mengikuti yang tafsiran pertama,[16] sedangkan Kreasionisme Bumi Muda mengikuti tafsiran kedua.[17] Pendapat lain memberi penafsiran harfiah bahwa di mana proses penciptaan digambarkan dalam istilah manusia, menggunakan analogi minggu kerja.[18]
Dalam tradisi Yahudi, fakta bahwa "petang" ditulis terlebih dahulu membawa kepada ide bahwa suatu hari dimulai dari terbenamnya matahari.[19]
Daniel menyebut "petang pagi" untuk "hari" dalam nubuatannya pada Daniel 8:26. Rasul Paulus menyebut "malam siang" untuk "hari" pada 2 Korintus 11:25. Thales ketika ditanya yang mana diciptakan dulu, "malam" atau "siang", menjawab "malam" terjadi sebelum satu "siang" atau "hari".[20] Selain orang Yahudi, bangsa-bangsa lain juga memulai hari dari petang sebelumnya, misalnya: orang Atena dulu menghitung hari dari petang ke petang;[21] orang Romawi dari tengah malam sampai ke tengah malam, sebagaimana yang ditulis oleh Gellius.[22] Tacitus melaporkan bahwa orang Jerman kuno menghitung jumlah hari sebagai "jumlah malam", karena "malam" membawa kepada "hari".[23]Julius Caesar mengamati bahwa orang Druid kuno di Britania menghitung waktu bukan dengan jumlah hari, melainkan jumlah malam, dan merayakan ulang tahun, permulaan bulan mau pun tahun dari hari setelah malamnya (dalam bahasa Inggris masih dapat dilacak dari penggunaan kata "se'nnight" untuk hari ini, atau "this day fortnight).[24][25]
Hari pertama penciptaan, menurut James Capellus, jatuh pada tanggal 18 April; tetapi menurut Bishop Usher, 23 Oktober; yang satu menganggap penciptaan dimulai pada musim semi, sedangkan yang lain musim gugur. Kata Ibrani "Ereb", yang diterjemahkan "petang", dipertahankan penggunaannya oleh sejumlah penyair Yunani, seperti Hesiod,[26] yang menulis: "dari "kekacauan" (chaos) muncullah "Erebus", dan malam gelap, lalu dari malam muncullah ether dan "hari" (="siang").[25]
^Allison, Gregg, Historical Theology: An Introduction to Christian Doctrine, Zondervan, 2011, ISBN 0-310-23013-6, p. 273.
^Merrill, Eugene H., Rooker, Mark, and Grisanti, Michael A., The World and the Word: An Introduction to the Old Testament, B&H Publishing Group, 2011, ISBN 0-8054-4031-3, p. 181.
^Frojimovics, Kinga and Komoróczy, Géza, Jewish Budapest: Monuments, Rites, History, Central European University Press, 1999, ISBN 963-9116-37-8, p. 305.