Jeruk kasturi, jeruk sonkit, atau jeruk kalamansi (bahasa Inggris: calamondin, calamansi) adalah jenis buah jeruk yang berkembang pesat di Bengkulu, berbau harum, dan memiliki rasa yang asam ketika sudah masak, dan pahit ketika masih mentah.[2][3][4] Jeruk kasturi memiliki dua jenis yang biasanya dibedakan dari warna kulitnya, yaitu jenis yang disebut dalam nama ilmiah (Bahasa latin) Citrofortunella microcarpa berwarna kuning kehijauan[2] atau seperti gradasi, terdapat bagian yang kuning dan pada beberapa tempat terdapat warna hijau,[5] dan yang kedua, yang disebut Citrofortunella mitis biasanya memiliki warna kuning mencolok.[4] Jeruk ini telah ada di seluruh Asia Tenggara, terutama di Republik Rakyat Tiongkok dan Filipina.[3][6] Jeruk kasturi ditemukan banyak berkembang di Republik Rakyat Tiongkok, bagian Swatow.[7] Orang Tiongkok meyakini bahwa keberadaan kasturi membawa keberuntungan sebuah rumah, oleh karena itu mereka juga menanamnya di rumah.[4]
Jeruk kasturi banyak dibudidayakan di Bengkulu, dan diproduksi secara besar-besaran untuk dijual dalam hasil olahan bernama sirop kasturi. Permulaan gerakan budi daya jeruk kasturi ditandai dengan pencanangan gerakan "satu desa satu produk" (OVOP: one village one product) oleh Wakil Presiden Boediono pada tahun 2009.[8] Jeruk kasturi juga dapat dijumpai di Bali dengan sebutan Melayu, yaitu limau kesturi.[2]
Asal usul
Jeruk kasturi berasal dari Republik Rakyat Tiongkok, kemudian menyebar luas hingga ke wilayah Asia Tenggara, Malaysia, Indonesia, dan wilayah-wilayah lain hingga ke Florida, Panama.[5] Jeruk kasturi memasuki wilayah Florida pada tahun 1900 atau akhir tahun 1800 melalui Chile.[5] Negara yang paling besar memproduksi jeruk kalamansi saat ini adalah Filipina.[5] Para ahli tanaman holtikultura percaya bahwa jeruk kasturi adalah perpaduan (hibrida) dari jeruk keprok dan jeruk mandarin,[4] atau jeruk keprok dan kumkuat, atau kumkuat dan jeruk mandarin.[5] Secara teknis, para ahli di Tiongkok pernah mengatakan bahwa jeruk kasturi adalah perpaduan antara Citrus reticulata dan Citrus japonica.[1][4] Namun, menurut penelitian, perpaduan antara sub-spesies sitrus (sitrat) itu telah dibudidayakan begitu lama sehingga membuat asal-usul jeruk tersebut kabur. Nama awal dari jeruk kalamansi ini adalah Citrus madurensis Loureiro, sebuah nama yang diberikan oleh seorang pria bernama Loureiro yang menemukan buah ini di pulau Madura, dekat Pulau Jawa. Namun ia mengklarifikasinya setelah diketahui asal-usul aslinya di kemudian hari.[butuh rujukan]
Jeruk kalamansi di Bengkulu
Jeruk kalamansi dicanangkan sebagai produk unggulan di Bengkulu karena tingginya daya jual dan cepatnya masa produksi buah, yaitu enam bulan setelah masa tanam.[8] Pada bulan Januari 2011, Jeruk kalamansi menjadi produk perdana dalam program "satu desa satu produk".[8] Wali kota Bengkulu, Ahmad Kanedi menyatakan bahwa dirinya telah mendistribusikan 7000 bibit dan menyediakan lahan seluas 7 hektare untuk perkebunan jeruk kalamansi.[8] Ia juga menyatakan kesiapannya mendukung program tersebut melalui APBD untuk mengembangkan program kerakyatan tersebut.[8]
Jeruk kalamansi diperkenalkan oleh Yayasan Baptis kurang lebih 15 tahun yang lalu dan sudah dikembangkan oleh Koperasi Kultura Kalamansi di daerah Bumi Ayu, Kelurahan Surabaya dan daerah Air Sebakul.[8] Saat ini, setidaknya sudah ada lima industri pembuat sirup kalamansi di Bengkulu dengan merek masing-masing (lihat tabel).[8] Dari kelima industri tersebut, hanya Haryoto dan Yayasan Baptis yang memiliki lahan pertanian jeruk kalamansi sendiri.[8]
Ada pun beberapa kendala dari budi daya jeruk Kalamansi di Bengkulu di antaranya adalah, jeruk kalamansi mengalami penurunan jumlah produksi saat musim penghujan.[8] Jika pada musim panas para pekerja dapat memproduksi sirop setiap hari, berbeda dengan pada musim penghujan, mereka hanya mampu memproduksi dua hari seminggu.[8] Kendala lainnya, kemasan sirop kalamansi masih memiliki beberapa kekurangan, yaitu dalam hal merek, juga mengenai harga yang harus bersaing dengan produk sirup berbahan jeruk dari pabrik lainnya di pasaran.[8]
Kelezatan sirup kalamansi yang telah dinikmati masyarakat, akhirnya membuat permintaan pasar meningkat.[3] Harga jeruk kalamansi pada awalnya berkisar Rp3000,00 per kilogram, namun seiring selera pasar yang meningkat, jeruk kalamansi dipasarkan dengan harga Rp5000,00 per kilogram.[3] Bahkan pada tahun 2012 sudah mencapai Rp10.000,00 per kilogram.[butuh rujukan]
Ciri-ciri
Buah jeruk kalamansi memiliki kulit dengan permukaan halus dan berpori minyak, berwarna kuning, atau berwarna hijau kekuning-kuningan.[5] Besar jeruk kalamansi berdiameter antara 3–4 cm.[5] Buah tersebut sangat kaya akan bulir-bulir sitrat yang mudah dipisahkan dan mengandung vitamin C.[5] Satu buah jeruk kalamansi memiliki kandungan karbohidrat 3%, mineral 1%, asam askorbat 0,1%, dan asam sitrat 3%.[5] Kulitnya kaya akan minyak esensial dan asam askorbat (0,15%).[5]
Pohon jeruk kalamansi mampu tumbuh dengan ketinggian kira-kira 2–7 m, tumbuh tegak ramping, silindris, cabang yang padat, batang berduri, daun dan batang mengembang menyamping, memiliki akar tunggang dan dalam.[5]
Daun jeruk kalamansi sangat aromatik, berbentuk oval, berwarna hijau gelap, permukaan atas mengilap, permukaan bawah berwarna hijau kekuningan, dan berukuran 4–7 cm.[5] Pada bagian dekat tangkai, daunnya bertepi halus, makin ke pucuk makin bergerigi.[5]
Bunga jeruk kalamansi terdiri dari bunga majemuk, memiliki putik dan benang sari dalam satu bunga pada satu pohon, sehingga satu pohon kalamansi mampu melakukan pembuahan tanpa adanya pohon lain.[5]
Manfaat
Selain jeruk kalamansi diproduksi secara massal menjadi sirop,[5] penggunaan lainnya mudah dijumpai dalam berbagai penyajian masakan, yaitu digunakan sebagai pelengkap masakan, sebagai penambah rasa asam yang menyegarkan.[5] Jeruk kalamansi juga bisa diolah menjadi kue, saus, selai, dikeringkan menjadi semacam teh, diolah menjadi berbagai bahan produksi kosmetik dan dipakai untuk kebutuhan rumah tangga lainnya.[5][9]
Jus (cairan peras) jeruk kalamansi mengandung asam sitrat hingga 5,5%, sehingga sering dipakai untuk bahan pencuci piring (menghilangkan bau amis ikan) atau barang-barang lainnya yang memiliki permukaan mengilap, termasuk dipakai sebagai komponen bahan pencuci rambut.[4][5] Selain dapat membuat rambut mengilap, cairan jeruk kalamansi juga dapat mencegah atau menjauhkan kepala dari ketombe.[5] Di Filipina, cairan peras dari kalamansi juga dibuat sebagai bahan dasar pembersih pakaian dari noda dan bahan pembuat deodoran untuk tubuh.
Dalam bidang kosmetika, jeruk kalamansi juga dimanfaatkan sebagai bahan pembersih kulit dan pencegah jerawat.[5] Efek pada kulit pun sangat disukai, yaitu membuat kulit lebih bersinar atau halus.[5]
Akar
Di California dikembangkan pemanfaatan akar tunggang pohon jeruk kalamansi sebagai hasta karya.[7] Akar pohon jeruk jenis kalamansi lebih dalam menghunjam ke tanah daripada akar jeruk jenis lain.[7] Pemanfaatan ini bermula dari ide banyaknya pohon jeruk kalamansi yang tidak terpakai setelah dicabut dan diganti dengan pohon baru.[7] Jeruk kalamansi mengalami penurunan produksi pada usia lebih dari tujuh tahun usia pohon.[7] Jika pada awalnya satu pohon dapat menghasilkan 35 kilogram buah, maka pada usia tujuh tahun ke atas hanya sanggup memproduksi maksimal 20 kilogram.[7] Oleh karena itu, peremejaan harus dilakukan, dan salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari pohon yang ditebang adalah pemakaian akarnya untuk hasta karya.[7]
Pohon hias
Pohon jeruk kalamansi banyak juga ditanam sebagai tanaman hias, salah satunya dijumpai di California dan Florida, selain di daerah asalnya sendiri.[4] Kalamansi cocok ditanam sebagai tanaman rumah karena warna buahnya yang mencolok, terutama ketika buahnya matang. Pertumbuhan pohon kalamansi berlangsung terus menerus (tidak mengenal musim) dan bunganya mekar sepanjang tahun di bawah cuaca hangat. Buahnya berwarna hijau ketika masih mentah, dan kuning mencolok ketika matang. Karena pohon jeruk kalamansi dapat berbuah dalam ukuran pohon ketika masih kecil, pohon tersebut cocok ditanam sebagai penghias bagian dalam rumah, ditanam dalam media pot, khususnya di lokasi yang lebih dingin seperti di Florida. Pohon jeruk kalamansi juga dapat digunakan sebagai pohon Natal hidup yang indah dan menyejukkan.
Pemanenan
Jeruk kalamansi dapat dipanen pada saat sudah matang maupun ketika masih mentah (ketika masih berwarna hijau tua) tergantung dari penggunaannya.[4] Selain rasa asam yang dibutuhkan, aromanya juga sangat digemari untuk dijadikan bahan makanan atau kebutuhan lain.[4] Penyimpanan jeruk tanpa pengawet sebaiknya tidak melebihi dari dua pekan.[4] Lebih dari dua pekan penyimpanan akan merusak buah, kecuali disimpan dalam pendingin.[4]
Produksi dan pemasaran
Jeruk kalamansi mulai berbuah biasanya pada usia enam bulan setelah ditanam.[8] Jeruk kalamansi dapat dijual kepada industri-industri tertentu secara langsung, atau dapat dijual langsung ke pasar, atau diolah sendiri dan dijual dalam bentuk produk jadi.[10]
Pemasaran jeruk kalamansi masih terbatas untuk konsumsi lokal.[10] Di Bengkulu sendiri, anggota Koperasi Kultura Kalamansi mampu menyerap jeruk 200 kilogram per hari untuk diproduksi dalam bentuk sirop.[8] Hal ini berbeda ketika musim penghujan, mereka hanya mendapatkan jeruk dari ladang kurang lebih 100–120 kilogram per hari, sehingga hanya bisa berproduksi dua hari dalam seminggu karena harus menunggu buah dari hasil panen memenuhi kuota produksi.[8] Dari 3 kilogram jeruk, akan diperas (manual maupun dengan mesin) dan menghasilkan 1 liter sirop.[8] Setiap satu liter sirop akan dicampur dengan 2 kilogram gula pasir sehingga dengan penambahan air, maka akan dihasilkan 2 liter sirop yang siap dikemas.[8] Sirop yang sudah dikemas dipasarkan melalui toko penjual oleh-oleh dan juga berkembang dari mulut ke mulut.[8]
Selain dijadikan sirop, jeruk yang berbuah dengan cepat itu juga dimanfaatkan oleh pedagang mi ayam pangsit, pedagang pecel lele dan pengusaha rumah makan di kota Bengkulu sebagai pembuat minuman jeruk.[10] Setelah terbukti berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat, program pembagian bibit jeruk kalamansi diteruskan pada tahun 2016.[10] Sebuah koperasi di Bengkulu mampu membuat rata-rata 600 botol per hari.[10]
Sirop kalamansi
Sirop berbahan jeruk kalamansi menjadi oleh-oleh atau buah tangan andalan di sentral penjualan kerajinan dan makanan khas Kota Bengkulu.[10] Sirop kalamansi menjadi komoditas unggulan disebabkan peminatnya banyak.[10] Sirop kalamansi dengan rasa yang khas dijual dengan harga bervariasi antara Rp25.000,00 hingga Rp30.000,00 per botol berisi 1.000 ml.[10] Sebagian besar perajin produk tersebut masih dalam skala rumah tangga yang memasok ke pedagang di sentra oleh-oleh khas Bengkulu.[10] Jeruk kalamansi mulai dibudidayakan masyarakat Kota Bengkulu dan diolah menjadi sirop dalam lima tahun terakhir.[10] Sirop kalamansi dapat disajikan dengan dua cara yakni hangat dan menambah batu es sehingga rasanya lebih segar.[10]
^ abcdefghijk(Inggris)Encyclopedia of Foods: A Guide to Healthy Nutrition (Google eBuku), Experts from Dole Food Company, Experts from The Mayo Clinic, Experts from UCLA Center for H Elsevier, 2002, Hal.13