Jayawarman II (bahasa Khmer: ជ័យវរ្ម័នទី២),(c.770 - 850)[1] adalah raja Kamboja abad ke-9, dan diakui secara luas sebagai pendiri Kerajaan Khmer dan memulai periode Angkor dalam sejarah Kamboja. Raja-raja kemaharajaan Khmer memerintah daratan Asia Tenggara selama lebih dari 600 tahun. Para sejarawan pada awalnya menetapkan masa pemerintahannya dari 802-850 M. Namun banyak juga sarjana yang berpendapat Jayawarman bertahta lebih awal, yaitu 770-835 M[2]
Jayawarman II dianggap sebagai perintis periode Angkor, yang dimulai dengan ritual upacara suci agung yang dilakukan Jayawarman II pada tahun 802 di atas gunung suci Mahendraparwata, kini dikenal sebagai Phnom Kulen, untuk meresmikan kemerdekaan Kambuja lepas dari kekuasaan Jawa.[3] Pada upacara ini Jayawarman diangkat sebagai penguasa jagat (Kamraten jagad ta Raja dalam bahasa Kamboja) atau Dewa Raja (Deva Raja dalam bahasa Sanskerta). Menurut beberapa sumber, Jayavarman II pernah tinggal di Jawa pada masa kekuasaan wangsa Sailendra, atau "Para Raja Gunung". Pada saat itu raja-raja dari dinasti Sailendra sebagai penguasa Medang dan Sriwijaya menguasai Jawa, Sumatra, dan semenanjung Malaya serta sebagian dari Kamboja.[4]
Berdasarkan prasasti di candi Sdok Kak Thom disebutkan bahwa di puncak gunung Kulen Jayawarman memerintahkan seorang Brahmana bernama Hiranhadama untuk menggelar upacara agama yang disebut dengan kultus dewaraja (bahasa Khmer: ទេវរាជា) yang menobatkan Jayawarman II sebagai chakrawartin, penguasa jagat.
Pendirian ibu kota baru Hariharalaya kini terletak di dekat Roluos, adalah wilayah permukiman yang kemudian akan berkembang menjadi kawasan kota Angkor. Meskipun perannya yang penting dalam sejarah Khmer, tidak ditemukan cukup bukti sejarah yang menuliskan mengenai Jayawarman II. Tidak ditemukan prasasti yang dikeluarkan olehnya, akan tetapi namanya disebutkan dalam beberapa prasasti dari zaman berikutnya setelah kematiannya. Ia tampaknya berasal dari keluarga bangsawan, memulai kariernya melalui serbagai penaklukan di beberapa wilayah Kamboja. Ia dikenali sebagai Jayavarman Iblis pada saat itu. “Demi kesejahteraan rakyat dalam bangsa kerajaan yang suci, bunga teratai tidak lagi memiliki tangkai, ia tumbuh berkembang sebagai bunga baru,” demikian pernyataannya dalam sebuah prasasti.[5] Beberapa detail riwayatnya diceritakan dalam prasasti lain: ia menikahi perempuan bernama Hyang Amrita; ia mempersembahkan sebuah candi di Lobok Srot, di tenggara Kamboja.
Catatan kaki