Barisan Selempang Merah atau BSM (baca; Selendang Merah), merupakan sejarah tersendiri yang berasal dari Kuala TungkalTanjung JabungJambi. Selempang Merah dalam arti kata sebenarnya, yaitu jenis kain selendang berwarna merah yang disediakan kepada setiap orang ketika menghadapi atau berhadapan dengan musuh, atau seutas kain selendang yang berwarna merah darah berukuran lebar 3 sampai 5 centi meter dan panjang 1½ sampai 2 meter yang telah berjahit tangan dan bertuliskan ayat-ayat al-Qur’an dengan tinta rajah-rajah yang diselempangkan dari atas bahu kiri ke bawah tangan hingga ke pinggang kanan pada saat melaksanakan pertempuran yang merupakan atribut atau tanda pengenal pejuang[1] yang kedua ujungnya diikat sehingga tidak mudah lepas.[2]
Selempang Merah (SM) juga memiliki makna suatu ilmu kebatinan yang amalan-amalannya berasal 10 ayat tertentu dari al-Qur’an, juga hadits dan zikir-zikir yang diajarkan oleh para ulama guna melakukan perang sabil atau jihâd fî sabîlillâh[3] dalam menghadapi musuh Tuhan dan kemungkaran. Jadi, istilah yang sebenarnya bukanlah selendang merah, tetapi adalah SM sebagai ijazah pengajian dan ajarannya tidaklah menyimpang dari ajaran Islam.[4] Tetapi akan berbeda makna serta nilainya pada saat itu terutama kalau benda itu telah dipakaikan pada tubuh seseorang yang akan diberangkatkan ke medan pertempuran, si pemakainya tampak menyala-nyala mekar sebagai “bunga bangsa” yang walaupun banyak di antara mereka yang gugur di pangkuan ibu pertiwi dalam perjuangannya, namun pasti akan menyebarkan bibit atau benih yang bermutu untuk melanjutkan perjuangan bangsa dan negara. Dengan kata lain, SM sendiri pada saat itu selain sebagai tanda pengenal juga memberikan spirit dan semangat perjuangan kepada setiap pasukan khususnya bagi pemakainya.[5]
Penamaan Barisan Selempang Merah
BSM adalah satu perkumpulan ilmu kebatinan yang bernafaskan Islam kemudian berwujud menjadi pasukan barisan perjuangan yang memakai selendang merah pada saat penyerbuan dengan cara menyelempangkan ke tubuh dengan tujuan untuk mengusir penjajah Belanda di mana amalan atau bacaan atau wiridnya berdasarkan (diambil) dari ayat-ayat suci al-Qur’an,[6] hadits nabi (sunnah Rasul) dan zikir (doa-doa) yang diajarkan wali Allah atau para ulama dan bukanlah sebuah tarikat yang mana perkumpulan itu kemudian menjelma menjadi nama suatu gerakan perjuangan kemerdekaan.[7] Di mana semangat pengikutnya sama dengan tentara yang dipimpin oleh para ulama dengan beranggotakan rakyat biasa bersama TNI dan Polisi yang ada pada saat itu dengan mengadakan serangan-serangan ke Kuala Tungkal khususnya yang menjadi tempat (pusat) kedudukan Belanda yang merupakan wujud kebangsaan untuk mempertahankan nilai proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945, UUD 1945 dan Pancasila. Walaupun mayoritas anggota BSM tidak pernah mengikuti latihan untuk berperang, tetapi mereka tetap ikut berjuang bersama TNI untuk membela bangsa dan negara. Begitu murni/asli semangat rakyat di setiap Kepenghuluan yang ingin berjuang bersama-sama.[8] Jadi, BSM adalah sebuah organisasi perjuangan (laskar rakyat) yang di dalamnya berkumpul orang-orang yang tidak pernah mengikuti latihan kemiliteran atau ketentaraan.
BSM adalah barisan rakyat yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan menggalakkan persatuan dan kesatuan khususnya untuk mempertahankan Tungkal Area umumnya dari genggaman penjajah Belanda yang anggota dan partisipannya berasal dari dua suku bangsa mayoritas yang memiliki karakteristik berbeda yang dianggap sebagai ancaman dan bahkan ditakuti tentara Belanda yang menduduki Kuala Tungkal, yaitu suku Banjar (Kalimantan Selatan) dan suku Bugis (Sulawesi Selatan) yang anggotanya ada juga berasal dari Tembilahan yang begitu fanatik, yaitu orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad yang ortodoks[9] serta suku lainnya seperti Jawa, Melayu dan lain-lain.
Barisan Selempang Merah merupakan kelompok orang yang tidak bertanggung jawab yang sangat fanatik, mengobarkan perlawanan jihâd fî sabîlillâh atau perang suci (heilige oorlog), dikemukan bahwa kerugian (korban jiwa) yang mereka alami tidak terhitung banyaknya.[10]
Para anggota BSM adalah warga pendatang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, tua muda, khususnya para pemuda seperti dari para pemuda Laskar Hizbullah (LH), Laskar Sabilillah (LS), Laskar Rakyat (LR), rakyat sipil, pedagang, petani dan organisasi lainnya seperti TNI dan Polisi yang juga turut bergabung atau meleburkan diri menjadi satu kekuatan, yaitu BSM. Di dalam BSM ini diajarkan amalan-amalan Nabi dan wali Allah. Selain itu juga diajarkan bahwa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan gugur/mati dalam perjuangan adalah mati syahid. Juga semangat berjuang yang sangat tinggi tidak kenal lelah apalagi menyerah. Menanamkan semangat bahwa berjuang li i’lâi kalimâtillâh sangat suci.[11] Pada awal-awal pendududukan Belanda atas kota Kuala Tungkal sekitar bulan Januari-Februari 1949, BSM telah melakukan penyerangan lebih dari 10 kali terhadap kamp tentara Belanda (KNIL) dengan mengerahkan kekuatan lebih dari 200 orang dari setiap penyerangannya, sebagaimana dikutip dalam sebuah laporan (Situatierapport).
Jadi, pasukan yang menyelempangkan selendang merah ke tubuh itulah, maka barisan itu dinamakan dengan Barisan Selempang Merah (BSM). BSM di kenal juga dengan nama Laskar Selempang Merah (LSM) atau Pasukan Selempang Merah (PSM). Orang Banjar menyebutnya dengan sebutan “Salindang Mirah” atau “Salindang Habang”, sedangkan orang Belanda menyebutnya dengan Rode Bandelier (RB) atau Rode Sjerp (RS), “Slendang Merrah” (SM) dan di Malaysia dikenal juga dengan Rode Sash (RS). Kiranya BSM (Barisan Selempang Merah) inilah yang menjadi tandingan TBM (Tentara Baret Merah) Belanda. Ringkasnya, penulis katakan dengan istilah “Rode Bandelier vs Rode Baret”.
Asal Usul
Tentera Selempang Merah (baca; Tentara Selempang Merah) yang disingkat TSM adalah sebuah gerakan perjuangan yang lahir (berasal) dari Johor Malaka (Malaysia) yang mana para Pemimpin dan anggota Barisan Selempang Merah (BSM) Kuala Tungkal mendapatkan pelajaran atau pelatihan langsung di bawah pimpinan Kyai/Panglima H. Shaleh bin Abdul Karim yang kemudian muridnya tersebut yang telah belajar menjadi guru terhadap anggota yang nantinya masuk ke dalam gerakan ini. Beliau adalah seorang Muallim seorang pahlawan Melayu keturunan Banjar yang tinggal di Parit Maimon, Simpang Kiri, Batu Pahat yang penuh dengan ilmu kebatinan Melayu, yaitu setelah keganasan Tentara Bintang Tiga (Cina) yang mencoba menghancurkan tatanan kehidupan orang-orang Islam. Pada waktu itu, selesai menunaikan sholat dan ketika sedang berdoa ia mendengar suara panggilan dari dalam hatinya menyeru:
“Jika kamu menentang keganasan mereka ini, Tuhan akan bersama kamu. Gunakanlah senjata apapun yang ada pada kamu. Kalau kamu tidak menentangnya, kamu akan habis ditindasnya. Bangunlah menentang sekuat tenaga kamu, gunakanlah ayat-ayat al-Qur’an tertentu sebagaimana yang digunakan pada zaman Rasulullah ketika melawan orang kafir dahulu dan ayat-ayat yang digunakan dalam perang sabil pada zaman khalifah Islam terdahulu”.[12]
Setelah peristiwa itu, kemudian H. Shaleh bin Abdul Karim mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang dimaksud tersebut dan yang mula-mula diajarkan kepada mereka yang sama-sama sholat di surau kampungnya. Sejak itu boleh dikatakan semua orang lelaki, tua dan muda, di kampungnya telah bersatu mempelajari dan mengamalkan ayat-ayat al-Qur’an yang diberikan. Sebagai langkah permulaan untuk persediaan pembentukan tentara Islam yang pertama di negeri Malaysia.
Di Semenanjung Tanah Melayu, peristiwa tersebut menimbulkan apa yang dinamakan masa kekosongan kekuasaan. Masa tersebut berlangsung selama dua minggu sampai munculnya tentara Inggris yang menandakan permulaan Pentadbiran British Baru di Tanah Melayu. Sebelum kedatangan pihak British (pasukan Inggris), pihak komunis yang dikenali sebagai Askar Bintang Tiga yang sebelum berjuang menentang Jepang di bawah payung MPAJA telah mengambil kesempatan untuk berkuasa dan bertindak kejam terhadap orang-orang yang dianggap bekerjasama dengan Jepang. Mereka tidak mengenal mangsa dan menghukum siapa saja yang dianggap bersalah tanpa mengikuti proses undang-undang yang benar. Biasanya mereka yang ditemukan bersalah akan dijatuhi hukuman mati.
TSM ini menjadi terkenal setelah kekalahan tentara Jepang di tangan pihak Tentara Berikat Tentara Bintang Tiga pada pertengahan bulan Agustus 1945 mengamuk dan membunuh tokoh agama dan pemimpin kampung yang kemudian TSM tampil mempertahankan masyarakat Melayu dengan menyerang komunis dan tali barut mereka.[13] Di Malaysia dahulu TSM inilah yang memburu-buru kaum komunis di sana, di mana mereka yang melakukan teror di kebun-kebun karet dan kampung-kampung jauh di luar kota yang mana pada saat itu TSM tidak memiliki kelengkapan senjata api untuk mempertahankan diri telah memilih H. Shaleh untuk memimpin aliansi untuk mempertahankan diri dari kekejaman Askar Bintang Tiga.
Akan tetapi yang berbeda adalah, jika TSM Malaysia adalah suatu laskar rakyat yang menghancurkan komunis Cina[14] yang menjajah Malaysia tatkala itu. Sedangkan BSM yang ada di Tanjung Jabung khususnya Kuala Tungkal (Tungkal Area) adalah suatu Laskar Rakyat yang bertugas untuk mengusir dan menghancurkan penjajah Belanda yang terdiri dari KNIL, KM dan KL yang menduduki Kuala Tungkal dan perairan Tanjung Jabung yang sangat luas ini. Kemudian Tentara Selempang Merah (TSM) Malaysia ini sampai ke Kuala Tungkal dan dikenal dengan sebutan Barisan Selempang Merah (BSM).
Pemimpin Barisan Selempang Merah
Barisan Selempang Merah dipimpin oleh 4 Panglima:
1. Panglima Abdul Somad (Adul)
2. Panglima Haji Abdul Hamid
3. Panglima Camak
4. Panglima Haji Saman
Referensi
^Bagaikan seorang piket menjaga pintu masuk. A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982). Yani. AZ, Ahmad, Memeluk Cermin yang Sesaat Buram: Balada Perjuangan Perang Kemerdekaan TNI Bersama Barisan Selempang Merah dan Rakyat Tanjung Jabung Tahun 1949, (Kuala Tungkal, 10 Juli 1999), hlm. 25.
^Abdul Murad, Wawancara, (Kamis, 15 Agustus 2013).
^Zulkarnain Idris, Wawancara oleh Muntholib SM, (Kamis, 17 Juni 1982).
^A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982). Nashruddin, Abdul Mukti, Jambi Dalam Sejarah Nusantara, (Jambi, 1989), hlm. 513.
^Sejarah Perjuangan Tanjung Jabung Tungkal Area Front, (Kuala Tungkal, Tt), hlm. 1.
^Madhan AR, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
^Abdul Halim Kasim, Wawancara, SH, (Selasa, 10 November 2013).
^Sakiban Sakila, Wawancara, (Jum’at, 2 Agustus 2013).
^“Het K.N.I.L. In Djambi: De Rode Sjerp”, Het Nieuwsblad voor Sumatra, Nomor 266, Volume 1, (Medan: Deli Courant en De Sumatra post, 19-05-1949), hlm. 2. Lihat juga: Drooglever, P.J., en drs. M.J.B. Schouten, Officiële Bescheiden Betreffende De Nederlands-Indonesische Betrekkingen 1945-1950 (Achttiende [18] Deel, 1 Maart 1949-31 Mei 1949), (Den Haag: Instituut voor Nederlandse Geschiedenis 's-Gravenhage, 1993), hlm. 523. Zulkarnain Idris, Wawancara oleh Muntholib SM, (Kamis, 17 Juni 1982).
^Wonink, Harry, “De Moordenaar van het Moeras (7), Weekblad voor Rijssen, (Rijssen: J. ten Cate Hzn., 01-10-1965), hlm. 5.
^A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
^Artikel ini asli berbahasa Malaysia dan sebagian (yang dikutip) ditransliterasi ke dalam bahasa Indonesia. Lihat: Abdullah, Hairi, “Kebangkitan dan Gerakan Tentera Selendang Merah Dalam Sejarah Daerah Muar dan Batu Pahat”, Jebat: Malaysian Journal of History, Politics and Strategic Studies, (1973), hlm. 9.