Atomic Bomb Casualty Commission |
Gedung ABCC di puncak bukit Hijiyama, Hiroshima (sekitar tahun 1954) |
Singkatan | ABCC |
---|
Penerus | Radiation Effects Research Foundation |
---|
Tanggal pendirian | 26 November 1946; 78 tahun lalu (1946-11-26) |
---|
Pendiri | Lewis Weed |
---|
Atomic Bomb Casualty Commission (ABCC) adalah sebuah komisi yang berdiri pada tahun 1946 sesuai dengan pengarahan presidensial dari Harry S. Truman kepada National Academy of Sciences-National Research Council untuk mengadakan penyelidikan terhadap dampak radiasi dalam para korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Karena ini didirikan murni untuk riset dan studi saintifik, bukannya penyedia perawatan medikal dan juga karena sangat didukung oleh Amerika Serikat, ABCC umumnya tak dipercayai oleh kebanyakan korban dan juga orang Jepang. Ini beroperasi selama hampir tiga puluh tahun sebelum dibubarkan pada 1975.
Tujuan ABCC
Komisi Korban Bom Atom didirikan pada tahun 1946 berdasarkan perintah presiden Harry S. Truman. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk melakukan penelitian terhadap para penyintas bom atom karena mereka percaya bahwa "kesempatan seperti ini tidak akan muncul lagi sampai terjadi perang dunia lainnya."[1][2]
Oleh karena itu, organisasi ini meneliti kesehatan hibakusha (korban selamat bom atom), tetapi sama sekali tidak memberikan perawatan. Akibatnya, organisasi ini dikritik oleh hibakusha karena dianggap bereksperimen dengan tubuh manusia.[3][4][5]
Komisi Korban Bom Atom juga memusatkan perhatiannya pada daerah Nishiyama di Nagasaki. Daerah ini terletak di pegunungan dan meskipun tidak terkena dampak langsung ledakan bom atom, tubuh manusia di wilayah ini terpapar radiasi. Oleh karena itu, setelah perang, survei kesehatan dilakukan tanpa memberi tahu penduduk tujuan sebenarnya.[6] Pada awalnya, daerah Nishiyama diperiksa oleh militer Amerika Serikat, namun kemudian dialihkan ke ABCC.
Penduduk daerah Nishiyama menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah sel darah putih beberapa bulan setelah pengeboman. Pada hewan, leukemia dapat berkembang setelah seluruh tubuh terpapar, sehingga menarik untuk melihat bagaimana efeknya pada manusia. Selain itu, osteosarkoma juga telah diidentifikasi pada manusia setelah menelan bahan radioaktif.[6][7]
Dalam kondisi ini, penduduk Nishiyama, yang tidak terkena dampak langsung dari pengeboman atom, menjadi populasi ideal untuk mengamati efek radiasi residual.[6][7]
Setelah Jepang merdeka, Amerika Serikat melanjutkan penelitiannya tentang radiasi residual, namun hasilnya tidak pernah diberitahukan kepada penduduk Nishiyama.[8] Akibatnya, para penduduk terus bertani setelah Perang Dunia II, dan jumlah penderita leukemia meningkat, mengakibatkan kematian.[8]
Setelah pengeboman atom, para dokter Jepang ingin memahami dan mempelajari kerusakan sebenarnya serta melakukan penelitian untuk membantu menyembuhkan hibakusha, tetapi markas besar melarang orang Jepang melakukan penelitian tentang dampak bom atom. Aturan yang ketat hingga tahun 1946 menyebabkan lebih banyak kematian akibat radiasi.[9]
Ketika seorang hibakusha Zainichi Korea melahirkan anak kembar tetapi meninggal tak lama setelah itu, ada beberapa situasi di mana ABCC bahkan mencoba mengambil kembali tubuh bayi yang telah meninggal.[10] Ketika hibakusha menolak pemeriksaan medis rutin, ABCC mengancam akan membawa mereka ke pengadilan militer karena kejahatan perang. Selain itu, ketika hibakusha meninggal, ABCC mengunjungi rumah mereka dan mengambil tubuh mereka untuk diautopsi. Diperkirakan setidaknya 1.500 organ dikirim ke Institut Patologi Angkatan Bersenjata AS di Washington D.C.[11]
Bacaan tambahan
Pranala luar
Referensi