Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Inggris. ({{{date}}})
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
Lihat versi terjemahan mesin dari artikel bahasa Inggris.
Terjemahan mesin Google adalah titik awal yang berguna untuk terjemahan, tapi penerjemah harus merevisi kesalahan yang diperlukan dan meyakinkan bahwa hasil terjemahan tersebut akurat, bukan hanya salin-tempel teks hasil terjemahan mesin ke dalam Wikipedia bahasa Indonesia.
Jangan menerjemahkan teks yang berkualitas rendah atau tidak dapat diandalkan. Jika memungkinkan, pastikan kebenaran teks dengan referensi yang diberikan dalam artikel bahasa asing.
Etimologi dari kata Allāh telah dibahas secara luas oleh para filolog Arab klasik.[20] Ahli tata bahasa dari aliran Basra menganggapnya sebagai salah satu yang dibentuk secara spontan (murtajal) atau sebagai bentuk lāh (dari akar kata bahasa lyh dengan makna luhur atau tersembunyi).[20] Yang lain berpendapat bahwa itu dipinjam dari bahasa Syria atau Ibrani, tetapi sebagian besar menganggapnya berasal dari kontraksi kata Arab itu sendiri yang menggabungkan kata al- (sang) dan ilāh (sesembahan) menjadi al-lah yang berarti Sang Sesembahan atau Tuhan.[20][21] Mayoritas sarjana modern dengan skeptis meyakini teori yang terakhir, dan melihat kemungkinan kata ini merupakan pinjaman.[22]
Akademisi lain ada yang menyatakan nama Allāh ini ada dalam bahasa-bahasa Semit lainnya, termasuk bahasa Ibrani dan Aram yang berasal dari dewa Kanaan, El.[23] Bentuk bahasa Aram yang sesuai adalah Elah (אלה), tetapi bentuk empatiknya adalah Elaha (אלהא). Kata tersebut ditulis sebagai ܐܠܗܐ (ʼĔlāhā) dalam bahasa Aram Alkitab dan ܐܲܠܵܗܵܐ (ʼAlâhâ) dalam bahasa Suryani sebagaimana digunakan oleh Gereja Suriah Timur, keduanya berarti Tuhan.[24]
Penggunaan sebagai kata khusus
Arab-pra Islam
Variasi dari kata Allah ditemukan di prasasti pra-Islam pagan dan Kristen.[9][25] Beberapa teori yang berbeda muncul mengenai peran Allah dalam kultus politeisme pra-Islam. Beberapa penulis menyebut bahwa orang-orang Arab politeistik menggunakan nama Allah ini sebagai referensi kepada dewa pencipta atau dewa tertinggi dari jajaran mereka.[26][27] Istilah ini mungkin terdapat dalam Agama asli Mekkah.[26][28] Menurut satu hipotesis, dari peneliti Julius Wellhausen, Allah walaupun disebutkan atau kata yang merujuk nama Tuhan dari Abraham dari tiga agama besar (Yahudi, Kristen, dan Islam) tapi pada saat itu disalah gunakan merujuk dewa tertinggi dari suku sekitar Quraysh. Dimana pada saat itu adalah sebutan yang manahbiskan supeoritas Hubal (Dewa Bulan, dewa tertinggi Quraisy) atas dewa-dewa lainnya.[9] Namun, ada juga bukti bahwa Allah dan Hubal adalah dua dewa yang berbeda. Dimana Allah adalah tuhan dari Abraham dari tiga agama besar (Yahudi, Kristen, dan Islam). [9] Menurut hipotesis itu, Ka'bah pertama kali ditahbiskan kepada dewa tertinggi bernama Allah (Tuhan dari Yahudi, Kristen dan Islam) dan kemudian menjadi tuan rumah dari jajaran suku Quraisy setelah penaklukan mereka atas Mekkah, sekitar satu abad sebelum era Muhammad.[9] Beberapa prasasti tampaknya menunjukkan bahwa Allah sudah lama ada sebelum Yahudi, Kristen dan Islam datang. Dimana itu merujuk Tuhan Abraham. tetapi belum diketahui banyak atau misteri di zaman itu tentang mengapa bisa penggunaan dan pengkultusannya menjadi seperti itu.[9] Beberapa ahli berpendapat bahwa Allah mungkin telah mewakili dewa pencipta dimana superioritasnya melebihi nama-nama dewa-dewa lokal yang lebih khusus.[29][30] Ada ketidaksepakatan tentang apakah Allah memainkan peran utama dalam praktik pemujaan agama di Mekkah.[29][31] Nama ayah Muhammad sendiri adalah ʿAbd-Allāh yang berarti "pelayan Allāh".[28] Ini menunjukkan bahwa penyembahan terhadap Allah itu memang ada sebelum Islam muncul atau Muhammad lahir.
Kristen
Sebagian Kristen Arab saat ini tidak memiliki kata lain untuk "Tuhan" selain dari kata "Allah".[32] Kata Allah dalam tradisi Kristen Asyria (Church of the east) di Mesopotamia (sekarang Iraq) juga digunakan daalam liturgi berbahasa Arab. Demikian juga Gereja Syria dan Koptik Mesir yang sama-sama telah menyebar sejak abad 1, semenjak Yesus mengutus para murid-Nya ke berbagai daerah. Bahkan keturunan bahasa Arab yang berbahasa Malta,[33][34] menggunakan kata Allah untuk "Tuhan" meskipun hampir seluruh populasi Malta adalah pemeluk agama Katolik Roma.
Orang Kristen Arab, menggunakan istilah Allāh al-ab (الله الأب) untuk Allah Bapa, Allāh al-ibn (الله الابن) untuk Allah Anak, dan Allāh al-rūḥ al-quds (الله الروح القدس) bagi Allah Roh Kudus di dalam banyak ritual Tradisi Gereja. Contoh tradisi Tanda Salib berdoa, memasuki ruang ibadah, dan juga pembaptisan.[35] mereka juga menciptakan bismillāh mereka sendiri di awal abad ke-8 di mana Islam mengadopsi bismillāh[36] berbunyi: "Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Sedangkan Bismillāh Trinitias berbunyi: "Dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, Satu Tuhan." Doa Syria, Latin, dan Yunani tidak memiliki kata "Satu Tuhan" di akhir. Penambahan ini dibuat untuk menekankan aspek monoteistik dari keyakinan Trinitarian dan juga untuk membuatnya lebih familiar di kalangan Muslim.[36]
Beberapa temuan arkeologi telah mengarah pada penemuan prasasti pra-Islam kuno dan makam yang dibuat oleh orang Kristen Arab di reruntuhan gereja di Umm el-Jimal di Yordania Utara, yang berisi referensi kata-kata Allah. Beberapa kuburan berisi nama-nama seperti "Abd Allah" yang berarti "hamba/pelayan Allah".[37][38] Nama Allah dapat ditemukan berkali-kali dalam laporan dan daftar nama-nama para martir Kristen di Arab Selatan, seperti yang dilaporkan oleh dokumen-dokumen Syriac antik tentang nama-nama para martir dari era kerajaan Himyarite dan Aksumite.[39] Seorang pemimpin Kristen bernama Abd Allah ibn Abu Bakar bin Muhammad menjadi martir di Najran pada tahun 523, karena ia mengenakan cincin yang mengatakan "Allah adalah Pemilikku".[40] Dalam sebuah prasasti martyrion Kristen pada tahun 512 M, referensi untuk Allah dapat ditemukan dalam bahasa Arab dan Aram, yang memanggilnya "Allah" dan "Alaha", dan tulisan dimulai dengan pernyataan "Dengan Pertolongan Allah".[41][42]
Dalam Injil pra-Islam, nama yang digunakan untuk Tuhan adalah "Allah", sebagaimana dibuktikan oleh beberapa versi bahasa Arab Perjanjian Baru yang ditemukan oleh orang-orang Kristen Arab selama era pra-Islam di Arabia Utara dan Selatan.[43] Namun demikian dalam penelitian terbaru di area Study Islam ini, contohnya oleh Sydney Griffith (2013), David D. Grafton (2014), Clair Wilde (2014) & ML Hjälm dan lainnya (2016 & 2017) menyatakan bahwa: "yang bisa dikatakan tentang kemungkinan Injil Kristen dalam bahasa Arab adalah bahwa belum ada tanda-tanda keberadaannya atau sebenarnya kata ini belum muncul".[44][45][46][47][48]
Orang-orang Kristen Arab pra-Islam dilaporkan telah meneriakkan pekikan "Ya La Ibad Allah" (Wahai hamba-hamba Allah) untuk saling mengundang sesama dalam sebuah pertempuran.[49] "Allah" juga disebutkan dalam puisi Kristen pra-Islam oleh beberapa penyair Ghassanid dan Tanukhid di Suriah dan Arabia Utara.[50][51][52] Selain itu ML Hjälm dalam penelitian terbarunya (2017) menyatakan bahwa "manuskrip yang berisi terjemahan Injil ditemukan paling awal tahun 873"[53]
Irfan Shahid mengutip koleksi ensiklopedia abad ke-10 Kitab al-Aghani mencatat bahwa orang-orang Kristen Arab pra-Islam diketahui telah mengangkat seruan perang "Ya La Ibad Allah", artinya Wahai hamba Allah mari kita terjun berperang.[54] Menurut Shahid, bagi sarjana Muslim abad ke-10 Al-Marzubani, "Allah" juga disebutkan dalam puisi Kristen pra-Islam oleh beberapa penyair seperti Ghassanid dan Tanukhid di Suriah dan Arab Utara.[55][56][57]
Dalam konsep Islam, Allah (bahasa Arab: الله) adalah nama Tuhan, dan diyakini sebagai Dzat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.[58]
Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid).[59] Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.[12] “Sesungguhnya aku Allah, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali aku. Maka sembahlah aku dan dirikan shalat untuk mengingatku”. (Q.S Thoha 14). Menurut Al-Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.[13][60] Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.[61] Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).[13][60]
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul di mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.[62] Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).[63]
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”[63] Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi.[64][65].
Penggunaan sebagai kata serapan
Arab
Kata "Allah" sudah digunakan bangsa Arab semenjak zaman pra-Islam.[9] Umat berbagai agama samawi yang menuturkan bahasa Arab sama-sama menggunakan kata "Allah" sebagai sebutan bagi Sembahan/Ilah menurut keyakinan masing-masing.[66] Sebagian umat Kristen Arab sekarang ini juga memakai kata "Allah" untuk Tuhan,[32] ada yang meyakininya sebagai nama dewa atau nama sembahan umat Islam. Sebagai contoh, umat Kristen Arab memakai istilah Allahul Ab (الله الأب) untuk Allah Bapa, Allahul Ibin (الله الابن) untuk Allah Anak/Putra, dan Allahur Ruhul Quds (الله الروح القدس) untuk Allah Roh Kudus.
Perlu dicatat bahwa kata "Tuhan" sendiri digunakan sebagai terjemahan untuk kata Ibrani Adonai (אֲדֹנָי, ăḏônāy) dan kata-kata serupa di Perjanjian Lama serta kata Yunani Kirios (κῡ́ρῐος, kū́rios) dan kata-kata serupa di Perjanjian Baru; sedangkan kata "TUHAN" untuk menerjemahkan nama Yahweh (יהוה, YHWH, Tetragrammaton) dan nama-nama serupa di Perjanjian Lama.
Sejarah penggunaan kata "Allah" di tengah kalangan umat Kristen Indonesia dapat ditelusuri jauh pada waktu masuknya Kekristenan di Nusantara, terutama pada penggunaan kata tersebut oleh Fransiskus Xaverius saat menerjemahkan nas-nas Alkitab ke dalam bahasa Melayu pada abad ke-16.[67][68] Di dalam kamus bahasa Belanda–Melayu pertama yang disusun Albert Cornelius Ruyl, Justus Heurnius, dan Caspar Wiltens pada tahun 1650, kata "Allah" dicantumkan sebagai padanan kata Belanda Godt.[69]
Albert Cornelius Ruyl, seorang pedagang Belanda yang juga ikut menyusun kamus bahasa Belanda–Melayu tersebut, menerjemahkan Alkitab ke Bahasa Melayu pada tahun 1629.[70] Di dalam terjemahannya ini sudah memuat nama Allah.[71] Saat itu, bahasa yang dipakai adalah Bahasa Melayu, sebagai bahasa perantara (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.[72] Kata "Tuhan" belumlah digunakan. Buku pertama yang memberi keterangan tentang hubungan kata tuan dan Tuhan adalah Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ pada tahun 1976. Menurut buku tersebut, arti kata Tuhan ada hubungannya dengan kata Melayu tuan yang berarti atasan/penguasa/pemilik.[73] Jadi yang terjadi pada umat Kristen di Nusantara dulu seperti yang terjadi pada umat Kristen di Arab, mereka hanya mengenal kata Allah sebagai pengganti kata Yunani "Theos".
Kontroversi di Indonesia
Proses penerjemahan Alkitab yang dimulai sejak abad ke-17 oleh pihak Hindia Belanda diambil alih oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang mulai berdiri secara resmi pada 9 Februari 1954.[74] Versi terjemahan LAI yang dipakai saat ini adalah Terjemahan Baru yang sudah diselesaikan sejak 1974. Dalam perjalanan waktu, pemerintah pusat menerbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang menjadi pedoman definisi kata atau istilah yang mulai terbit pada tahun 1988. Di dalam KBBI, makna kata "Allah" dicatatkan menjadi sebuah nama bukan jabatan. Allah adalah nama Tuhan dalam Bahasa Arab atau merujuk kepada pujaan umat Muslim.[75] Hal inilah menjadi titik mula perdebatan penggunaan Allah untuk kalangan umat Kristen Indonesia.
Walaupun KBBI edisi I sudah mulai memuat makna kata Allah yang berbeda dengan kata Tuhan pada tahun 1988, Alkitab-Alkitab bahasa Indonesia tetap memakai kata Allah untuk menerjemahkan kata El/Eloah/Elohim (Ibrani) dan kata Theos (Yunani) sampai saat ini. TB LAI juga merekam kata-kata ALLAH (semua huruf besar) dan allah (semua huruf kecil) selain kata Allah. Sarjana sastra banyak menyoroti LAI karena terjemahannya tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.
Di lain pihak, kontroversi di kalangan Kristen di Indonesia terkait kata Allah diperparah oleh adanya Gerakan Nama Suci (yang dibentuk di dalam Church of God (Seventh-Day) di Amerika Serikat sekitar tahun 1930-an) di Indonesia. Gerakan tersebut masuk ke Indonesia secara bergelombang, dimulai sekitar 1970-an oleh dua orang pendeta di Yogyakarta. Kemudian tahun 1980-an dipelopori oleh rohaniwan Kristen yang murtad dari Islam, mereka mendirikan Yayasan Nehemia pada tahun 1987. Mereka banyak menginjili umat Muslim dengan mengajarkan bahwa Allah adalah nama Dewa Arab bukan nama Tuhan sejati dalam buku Siapakah yang Bernama Allah itu?[76][77][78] Pengikut Gerakan Nama Suci terus menggaungkan bahwa pengucapan kata Allah bisa berujung pada penyembahan berhala. Maka kontroversi nama Allah di Indonesia ini semakin ramai terjadi.
Ada banyak pihak menuntut LAI agar merevisi terjemahan mereka. Bukan hanya kalangan Kristen, pihak Muslim juga mengambil inisiatif untuk menegur LAI serta Bimas Kristen di bawah Departemen Agama. Isi kedua surat tersebut pada intinya adalah:[79]
Allah adalah nama sesembahan Umat Islam;
Meminta menarik Alkitab yang mencatat nama Allah dari peredaran;
Meminta menegur keras gereja-gereja yang masih memakai nama Allah;
Meminta menegur para rohaniawan Kristen yang masih menggunakan nama Allah juga.
dan LAI mengambil istilah bahasa arab yang lainnya (contoh: rosul, al kitab, nabi, dan lainnya).
Pihak LAI sempat dituntut ke pengadilan,[80] tetapi tuntutannya dibatalkan oleh hakim. Banyak gereja yang mengambil posisi untuk membela LAI. Perdebatan nama Allah ini, meskipun telah surut, masih terjadi baik di forum terbuka maupun melalui jaringan online sampai saat ini. Pengikut Gerakan Nama Suci pada tahun 2007 menerbitkan Alkitab "Indonesian Literal Translation" dan sampai sekarang sudah tersebar di banyak kalangan Kristen yang tidak lagi menyebut nama Allah dalam pengajaran dan peribadatan mereka.[81]
Kontroversi di Malaysia
Pada tahun 2007, Pemerintah Malaysia melarang pemakaian kata "Allah" di luar konteks Islam. Larangan ini dibatalkan Mahkamah Tinggi Malaysia pada tahun 2009 karena dinilai inkonstitusional. Meskipun sudah lebih dari empat abad umat Kristen Malaysia menggunakan kata "Allah" untuk menyebut Sang Sembahan dalam bahasa Melayu, kontroversi baru muncul sesudah kata "Allah" dipakai di dalam The Herald, koran Katolik Malaysia. Pemerintah mengajukan banding, dan Mahkamah Agung menangguhkan implementasi pembatalan tahun 2009 sampai sidang gelar perkara dilaksanakan. Pada bulan Oktober 2013, Mahkamah Tinggi mengesahkan larangan pemerintah tahun 2007.[82] Pada awal tahun 2014, Pemerintah Malaysia menyita lebih dari 300 Alkitab yang menggunakan kata "Allah" sebagai sebutan bagi Sembahan Kristen di Semenanjung Malaka.[83] Kebijakan ini tidak berlaku di Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak,[84][85] baik karena kata "Allah" sudah lama dipakai umat Kristen di kedua negara bagian tersebut, maupun karena Alkitab yang menggunakan kata "Allah" sudah bertahun-tahun beredar bebas tanpa pembatasan di Malaysia Timur.[84] Menanggapi kritik-kritik yang disuarakan sejumlah media massa, Pemerintah Malaysia mengeluarkan "10 butir solusi" demi mencegah timbulnya informasi yang simpang-siur dan menyesatkan.[86][87] Sepuluh butir solusi tersebut sejalan dengan semangat Perjanjian 18 Perkara Sarawak dan Perjanjian 20 Perkara Sabah.[19]
^"Definition of ALLAH". www.merriam-webster.com (dalam bahasa Inggris). 2024-03-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-20. Diakses tanggal 2024-04-08.
^"God". Islam: Empire of Faith. PBS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 March 2014. Diakses tanggal 18 December 2010.
^"Islam and Christianity", Encyclopedia of Christianity (2001): Arabic-speaking Christians and Jews also refer to God as Allāh.
^Gardet, L. "Allah". Dalam Bearman, P.; Bianquis, Th.; Bosworth, C.E.; van Donzel, E.; Heinrichs, W.P. Encyclopaedia of Islam Online. Brill Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-03. Diakses tanggal 2 May 2007.
^Anthony S. Mercatante & James R. Dow (2004). "Allah". The Facts on File Encyclopedia of World Mythology and Legend. Facts on File. hlm. 53. ISBN978-1-4381-2685-2.
^Merriam-Webster. "Allah". Merriam-Webster. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 April 2014. Diakses tanggal 25 February 2012.
^"Allah". Online Etymology Dictionary. Arabic name for the Supreme Being, 1702, Alha, from Arabic Allah, contraction of al-Ilah, literally "the God," from al "the" + Ilah "God," which is cognate with Aramaic elah, Hebrew eloah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-09-25. Diakses tanggal 5/24/2020.Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
^Gerhard Böwering. Encyclopedia of the Quran, Brill, 2002. Vol. 2, Hal. 318
^Columbia Encyclopedia: "Derived from an old Semitic root referring to the Divine and used in the Canaanite El, the Mesopotamian ilu, and the biblical Elohim and Eloah, the word Allah is used by all Arabic-speaking Muslims, Christians, Jews, and other monotheists".
^ abLewis, Bernard; Holt, P. M.; Holt, Peter R.; Lambton, Ann Katherine Swynford (1977). The Cambridge history of Islam. Cambridge, Eng: University Press. hlm. 32. ISBN978-0-521-29135-4.
^Borg and Azzopardi-Alexander, 1997 (1997). Maltese. Routledge. hlm. xiii. ISBN978-0-415-02243-9. In fact, Maltese displays some areal traits typical of Maghrebine Arabic, although over the past 800 years of independent evolution it has drifted apart from Tunisian Arabic
^Brincat, 2005. Maltese - an unusual formula. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-08. Originally Maltese was an Arabic dialect but it was immediately exposed to Latinisation because the Normans conquered the islands in 1090, while Christianisation, which was complete by 1250, cut off the dialect from contact with Classical Arabic. Consequently Maltese developed on its own, slowly but steadily absorbing new words from Sicilian and Italian according to the needs of the developing community.
^Matius 28:19 TB LAI "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus"
^ abThomas E. Burman, Religious Polemic and the Intellectual History of the Mozarabs, Brill, 1994, p. 103
^James Bellamy, "Two Pre-Islamic Arabic Inscriptions Revised: Jabal Ramm and Umm al-Jimal", Journal of the American Oriental Society, 108/3 (1988)
^Ignatius Ya`qub III, The Arab Himyarite Martyrs in the Syriac Documents (1966), Pages: 9-65-66-89
^Alfred Guillaume& Muhammad Ibn Ishaq, (2002 [1955]). The Life of Muhammad: A Translation of Isḥāq's Sīrat Rasūl Allāh with Introduction and Notes. Karachi and New York: Oxford University Press, page 18.
^Adolf Grohmann, Arabische Paläographie II: Das Schriftwesen und die Lapidarschrift (1971), Wien: Hermann Böhlaus Nochfolger, Page: 6-8
^Beatrice Gruendler, The Development of the Arabic Scripts: From the Nabatean Era to the First Islamic Century according to Dated Texts (1993), Atlanta: Scholars Press, Page:
^Frederick Winnett V, Allah before Islam-The Moslem World (1938), Pages: 239–248
^Sidney H Griffith, "The Gospel In Arabic: An Enquiry Into Its Appearance In The First Abbasid Century", Oriens Christianus, Volume 69, Hal. 166. "All one can say about the possibility of a pre-Islamic, Christian version of the Gospel in Arabic is that no sure sign of its actual existence has yet emerged.
^Grafton, David D (2014). The identity and witness of Arab pre-Islamic Arab Christianity: The Arabic language and the Bible. Christianity [...] did not penetrate into the lives of the Arabs primarily because the monks did not translate the Bible into the vernacular and inculcate Arab culture with biblical values and tradition. Trimingham's argument serves as an example of the Western Protestant assumptions outlined in the introduction of this article. It is clear that the earliest Arabic biblical texts can only be dated to the 9th
^Sidney H. Griffith, The Bible in Arabic: The Scriptures of the 'People of the Book' in the Language of Islam. Jews, Christians and Muslims from the Ancient to the Modern World, Princeton University Press, 2013, Hal 242- 247
^The Arabic Bible before Islam–Clare Wilde on Sidney H. Griffith's The Bible in Arabic. June 2014.
^Hjälm, ML (2017). Senses of Scripture, Treasures of Tradition: The Bible in Arabic Among Jews, Christians and Muslims. Brill. ISBN 9789004347168.
^Irfan Shahîd, Byzantium and the Arabs in the Fourth Century, Dumbarton Oaks Trustees for Harvard University-Washington DC, page 418.
^Irfan Shahîd, Byzantium and the Arabs in the Fourth Century, Dumbarton Oaks Trustees for Harvard University-Washington DC, Page: 452
^A. Amin and A. Harun, Sharh Diwan Al-Hamasa (Cairo, 1951), Vol. 1, Pages: 478-480
^Hjälm, ML (2017). Senses of Scripture, Treasures of Tradition, The Bible in Arabic among Jews, Christians and Muslims (Biblia Arabica) (English and Arabic Edition). Brill. ISBN 900434716X. By contrast, manuscripts containing translations of the gospels are encountered no earlier then the year 873 (Ms. Sinai. N.F. parch. 14 & 16)
^Irfan Shahîd, Byzantium and the Arabs in the Fourth Century, Dumbarton Oaks Trustees for Harvard University-Washington DC, Hal 418.
^Irfan Shahîd, Byzantium and the Arabs in the Fourth Century, Dumbarton Oaks Trustees for Harvard University-Washington DC, Hal. 452
^A. Amin and A. Harun, Sharh Diwan Al-Hamasa (Cairo, 1951), Vol. 1, Hal: 478-480
^ abJohn L. Esposito, Islam: The Straight Path, Oxford University Press, 1998, Hal.22.
^"...dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri." (Surah Al-'Ankabut 29:46)
^F.E. Peters, Islam, p.4, Princeton University Press, 2003.
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Columbia
^The Indonesian Language: Its History and Role in Modern Society Sneddon, James M.; University of New South Wales Press; 2004
^The History of Christianity in India from the Commencement of the Christian Era: Hough, James; Adamant Media Corporation; 2001
^"Allah". Kamus Besar Bahasa Indonesia. Allah n nama Tuhan dalam bahasa Arab. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-14. Diakses tanggal 25 Mei 2020.
^Herlianto. Gerakan Nama Suci Nama Allah yang Dipermasalahkan. BPK Gunung Mulia. hlm. 17.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Aritonang, Jan S. (2004). Sejarah perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. BPK gunung Mulia. hlm. 485.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Herlianto. Gerakan Nama Suci: nama Allah yang dipermasalahkan. BPK Gunung Mulia. hlm. 19.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)