Catatan:
arek1234
mala1493
sura1245
Rumpun dialek Arekan (bahasa Jawa: aksara Jawa: ꦲꦫꦺꦏ꧀ꦏꦤ꧀, abjad Pegon: اريڪَن, translit. Arèkan, [ʔarɛʔan]) atau Bahasa Jawa Arekan merupakan salah satu dialek bahasa Jawa modern yang dituturkan di wilayah Jawa Timur bagian tengah, terutama di wilayah metropolitan Surabaya–Sidoarjo–Gresik, Malang Raya, Kabupaten–Kota Pasuruan, Kabupaten–Kota Mojokerto, sebagian besar Kabupaten Lamongan dan Jombang, sebagian Lumajang dan sebagian kecil Bangkalan. Dialek ini bercabang dari dialek Jawa Timuran dan terdiri dari dialek Surabaya dan dialek Malang. Pada Umumnya Orang yang berdialek Arekan adalah Suku Jawa asli Jawa timuran.
Dialek Arekan memiliki fonologi yang sedikit berbeda dari bahasa Jawa Standar. Statusnya yang bukan merupakan bahasa baku membuat dialek ini tidak banyak digunakan secara tertulis. Penyebutan istilah Dialek Arekan baru dikenal dalam bentuk tulisan sejak abad ke-21, terutama setelah media sosial banyak digunakan untuk sarana komunikasi dalam bahasa informal. Perbedaan yang paling mencolok antara dialek Arekan dengan bahasa Jawa Standar terletak pada imbuhan dan pemilihan kosakata. Hal ini pula yang membuat dialek ini mendapatkan namanya, Arekan, yang berasal dari penggunaan kata arèk (anak) untuk menggantikan bocah dan juga dapat berarti guys dalam bahasa Inggris. Kata arèk sendiri berasal dari kata laré yang berarti anak dalam bahasa Jawa.
Dialek Arekan merupakan dialek bahasa Jawa yang umum digunakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur bagian timur. Cakupan wilayah penuturan dialek Arekan diperkirakan mencapai:[butuh rujukan]
Dialek Arekan yang dituturkan di wilayah Tapal Kuda dipengaruhi oleh bahasa Madura, baik dalam kosakata maupun intonasi.[butuh rujukan] Selain dialek Arekan, bahasa Jawa yang juga dituturkan di Jawa Timur bagian Timur adalah bahasa Jawa Tengger di Bromo-Tengger-Semeru dan bahasa Osing di Banyuwangi.
Pada dialek Arekan, terdapat cara pengucapan huruf vokal yang sedikit berbeda dari bahasa Jawa Standar.
Fonem /i/ pada suku kata tertutup berbunyi [ɪ][6] atau [e].[7][8] Fonem /i/ pada penultima terbuka umumnya juga berbunyi [ɪ] atau [e] jika ultima memiliki vokal /i/ atau /u/ tertutup.[9][10]
Fonem /u/ pada suku kata tertutup berbunyi [ʊ][11] atau [o].[7][8] Fonem /u/ pada penultima terbuka umumnya juga berbunyi [ʊ] atau [o] jika ultima memiliki vokal /i/ atau /u/ tertutup.[9][10]
Alofon pada /i/ dan /u/ meluas hingga memiliki kesamaan bunyi dengan /e/ dan /o/. Hal ini membuat fonem /e/ yang berbunyi [e] dan /o/ yang berbunyi [o] yang terletak pada penultima dengan ultima /i/ atau /u/ tertutup terkadang dipahami sebagai fonem /i/ dan /u/.
Fonem /e/ pada penultima terbuka berbunyi [ɛ], kecuali jika kata tersebut memiliki ultima terbuka dengan vokal /e/ atau /o/[12] atau ultima tertutup dengan vokal /i/ atau /u/.[8]
Fonem /a/ yang berbunyi [ɔ] umumnya tetap dibaca [ɔ] meski kata tersebut diberi akhiran, kecuali akhiran yang menyebabkan terjadinya sandi. Hal ini menandakan kemungkinan proses terbentuknya fonem /ɔ/ mandiri yang terpisah dari alofon /a/.[13][14]
Dialek Arekan umum ditulis menggunakan alfabet Latin tanpa mematuhi pedoman penulisan bahasa Jawa. Hal ini membuat satu kata dapat memiliki beberapa variasi cara penulisan yang berbeda. Penulisan pada dialek Arekan cenderung mengikuti bunyi pengucapan kata.[15]
Secara umum, diakritik tidak digunakan pada penulisan huruf vokal[16][8] dan beberapa alofon direpresentasikan dengan huruf yang mendekati bunyinya. Hal ini membuat satu huruf dapat merepresentasikan beberapa fonem yang berbeda.[17] Pemilihan huruf vokal tidak selalu konsisten, sehingga fonem yang sama dapat ditulis dengan huruf yang berbeda antara satu kata dengan yang lain.
Fonem /ɖ/ dan /ʈ/, yang dalam penulisan standar ditulis dengan digraf <dh> dan <th>,[20] umum ditulis dengan huruf <d> dan <t>.[15][17]
Fonem /g/ yang terletak pada akhir kata berbunyi [k],[21] sehingga konsonan /g/ pada akhir kata umum ditulis dengan huruf <k>.
Fonem /d/ yang terletak pada akhir kata berbunyi [t],[22] sehingga konsonan /d/ pada akhir kata terkadang ditulis dengan huruf <t>.
Fonem /h/ yang terletak pada akhir kata dengan ultima bervokal /i/ atau /u/ terkadang tidak ditulis.
Cara penulisan pada dialek Arekan terkadang membuat kata yang tadinya berbeda menjadi homograf.
Terdapat perbedaan dalam pemilihan kata untuk pronomina persona pada dialek Arekan. Beberapa kata atau frasa juga biasa digunakan untuk menyatakan bentuk jamak.
reang/esun (Gresik)
siro (Gresik utara)
Awalan tak(-) dan mbok(-) biasa ditulis sebagai kata terpisah meski penggunaannya tetap sama seperti pada bahasa Jawa Standar.[23] Piambake dan tiange berasal dari kosakata krama, yaitu piyambak 'sendiri' (ngoko: dhéwé) dan tiyang 'orang' (ngoko: wong), yang ditambahkan akhiran ngoko -e (krama: -ipun). Akan tetapi, gelar lebih sering digunakan untuk menyebut orang ketiga dalam bahasa yang sopan dibandingkan dengan pronomina persona.[24]
Terdapat sedikit berbedaan pada kata tunjuk yang digunakan di dialek Arekan. Hal ini dipengaruhi oleh sistem penulisannya yang tidak mematuhi pedoman penulisan bahasa Jawa.
Penggunaan huruf <u> pada suku kata terbuka untuk menyatakan bunyi [o] hanya ditemui pada kata tunjuk. Hal ini menyimpang dari ketentuan bahwa vokal /u/ pada suku kata terbuka dibunyikan sebagai [u].[25]
Terdapat beberapa erbedaan pada penggunaan imbuhan antara dialek Arekan dengan bahasa Jawa Standar.
Akhiran -no[f] [nɔ] menggantikan seluruh penggunaan akhiran -aké.
Akhiran -e diwujudkan dengan alomorf -ne jika dipasangkan pada kata dengan akhir vokal.[26] Akan tetapi, alomorf -e terkadang dapat juga digunakan.
Awalan sak- menggantikan seluruh penggunaan awalan sa- serta alomorf se-, kecuali yang terdapat pada angka.[g]
Sisipan -u- digunakan untuk memberikan penekanan dengan makna ‘sangat’ pada suatu kata.[27] Sisipan ini berbeda dengan pendiftongan pada bahasa Jawa Standar yang memiliki fungsi serupa,[28] karena sisipan -u- tidak menghasilkan diftong dan tidak terbatas pada kata sifat. Pada kata yang diawali vokal, sisipan -u- diletakkan di awal kata dan dapat diwujudkan dengan alomorf -u-, -w-, atau -uw-. Pada kata yang diawali konsonan, sisipan -u- diletakkan sebelum vokal pada suku kata pertama dan dapat diwujudkan dengan alomorf -u- atau -uw-. Jika vokal yang mengikuti sisipan adalah /u/, sisipan selalu diwujudkan dengan alomorf -uw-.
Salah satu ciri khas dialek Arekan adalah tutur kata yang dianggap lugas, tegas, dan kasar, dibandingkan dengan bahasa Jawa Standar yang cenderung halus, lembut, dan secara jelas menunjukkan tata krama. Hal ini muncul dari perbedaan nada bicara dan jarangnya penggunaan kosa kata dengan tingkat tutur tinggi.[butuh rujukan] Berikut ini merupakan beberapa contoh kalimat percakapan dalam dialek Arekan dan bahasa Jawa Standar:
Dialek Arekan juga digunakan sebagai bahasa pengantar oleh media-media lokal setempat.[29]
Dialek Arekan memiliki penggunaan kosakata yang berbeda dari bahasa Jawa Standar. Perbedaan kosakata ini dapat berupa penggunaan suatu kata baku yang lebih sering dibanding sinonimnya, kata yang pengucapannya sedikit berbeda, kata yang maknanya telah bergeser atau meluas, atau kata yang khas dan tidak ada padanannya di bahasa Jawa Standar. Beberapa contoh di antaranya ada di tabel berikut:
cekatan
kalepan
temenanan, tenan
kanduman