Perang Lusitania, yang dalam bahasa Yunani disebut Pyrinos Polemos ("perang berapi-api"),[1] adalah perang perlawanan yang dilancarkan oleh suku-suku Lusitania dari Hispania Ulterior terhadap gerak maju pasukan Republik Romawi antara tahun 155 SM hingga 139 SM. Suku-suku Lusitania memberontak dalam dua peristiwa terpisah (pertama 155 SM, dan sekali lagi pada tahun 146 SM) dan berhasil ditaklukkan. Pada 154 SM, suatu perang yang panjang di Hispania Citerior yang dikenal juga dengan nama Perang Numantin, dilancarkan oleh suku Keltiberia. Ia berlangsung sampai 133 SM dan merupakan peristiwa penting dalam integrasi dari wilayah yang dikemudian hari dikenal sebagai Portugal, ke dalam dunia Romawi dan Latin.
Pada 194 SM, perang pertama pecah antara Roma dan suku-suku Lusitania, yang cinta kebebasan.[2] Pada 179 SM, bangsa Romawi telah berhasil menenangkan sebagian besar wilayah tersebut dan menandatangani perjanjian damai. Pada 155 SM, sebuah pemberontakan besar kembali muncul di bawah kepemimpinan Punicus, yang bersekutu dengan suku Vettone. Caesarus meneruskan setelah kematian Punicus. Panglima perang lain, Caucenus, melancarkan perang melawan Romawi di wilayah selatan Tagus hingga ke Afrika Utara.
Praetor Servius Sulpicius Galba dan Proconsul Lucius Licinius Lucullus tiba pada 151 SM dan memulai proses penaklukan penduduk setempat. Galba orang-orang Lusitania yang diundangnya dalam perundingan damai, dan membantai sekitar 10.000 orang pada tahun 150 SM, dan dengan demikian mengakhiri fase pertama perang ini. Belakangan terbukti bahwa hal tersebut adalah kesalahan yang mahal, karena orang-orang Lusitania menjadi benci dan mulai memilih perang terbuka terhadap Romawi dan sekutu-sekutunya. Tidak hanya itu, pemimpin masa depan Lusitania, Viriathus, berhasil menyelamatkan diri dari pembantaian tersebut, dan seterusnya menyimpan dendam kesumat terhadap Romawi.
Pada 146 SM, suku-suku Lusitania mengangkat Viriathus sebagai pemimpin, sesudah ia menyelamatkan banyak pejuang Lusitania yang terdesak oleh sebuah Legiun Romawi setelah sebelumnya mengingatkan mereka akan penghianatan Romawi tiga tahun sebelumnya dan menyakinkan mereka untuk tidak menerima tawaran apapun dari Romawi. Dengan memanfaatkan keengganan Legion untuk memecah formasinya, ia berhasil menyelamatkan seluruh kelompok dari pembantaian atau penangkapan, suatu perbuatan yang luar biasa. Viriathus kemudian menjadi terkenal di dunia Romawi sebagai seorang pejuang gerilya. Theodor Mommsen berkomentar, "Tampaknya pada zaman yang misterius itu, salah satu dari para pahlawan Homerus muncul kembali." Pada 145 SM, jenderal Quintus Fabius Maximus Aemilianus berhasil melancarkan peperangan yang sukses terhadap orang-orang Lusitania, tapi gagal dalam usahanya menangkap Viriathus. Pada 143 SM, Viriathus membentuk suatu liga perlawanan terhadap Romawi bersama-sama beberapa suku Kelt lainnya, dalam upayanya menolak orang-orang Romawi dan membalas dendam atas penghianatan dan pembantaian tiga tahun sebelumnya.
Pada 139 SM, Viriathus tewas dibunuh ketika tidur oleh tiga orang yang sedang bersamanya (mereka berasal dari suku Tartessia, sekutu Lusitania), yaitu Audax, Ditalcus and Minurus. Ketiga orang tersebut telah berhasil melarikan diri pada saat orang-orang Lusitania menemukan kematian pemimpin mereka itu. Karena tidak berhasil membalas perbuatan tersebut, orang-orang Lusitania kemudian menggelar perayaan, pertandingan gladiator, dan mengadakan upacara besar penguburan. Ketiga orang tersebut merupakan utusan yang dikirim kepada orang-orang Romawi, yang telah disuap oleh Marcus Popillius Laenas untuk menghianati misinya. Cerita populer tentang nasib mereka ialah bahwa jenderal Romawi Servilius Caepio kemudian mengeksekusi mereka, dan menyatakan "Roma tidak membayar para penghianat."
Lihat pula
- Garis waktu dalam sejarah Portugal
Catatan
Sumber