Penataan daerah di Indonesia dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka pelaksanaan kewenangan desentralisasi dan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional. Penataan daerah dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yaitu pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Selain berdasarkan kesepakatan daerah dan/atau hasil evaluasi, penataan daerah dapat dicanangkan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional oleh Pemerintah.[1]
Landasan hukum bagi penataan daerah tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pembentukan daerah merupakan proses penetapan status daerah pada wilayah tertentu di Indonesia. Penetapan tersebut dapat berupa pemekaran daerah atau penggabungan daerah, serta dilaksanakan pada tingkat provinsi atau tingkat kabupaten/kota.[2]
Pemekaran daerah di Indonesia berupa hal-hal berikut ini.[2]
Menurut UU Pemerintahan Daerah, daerah yang akan dimekarkan perlu memenuhi sejumlah persyaratan terlebih dahulu. Setelah terpenuhi, calon daerah akan ditetapkan sebagai daerah persiapan terlebih dahulu. Daerah persiapan yang telah lolos evaluasi akan ditetapkan sebagai daerah otonom baru melalui undang-undang (UU).
Bagian daerah yang akan diusulkan menjadi daerah otonom yang baru perlu memenuhi syarat-syarat kewilayahan berikut.[3]
Calon daerah yang akan dimekarkan perlu mendapat persetujuan dari pihak-pihak terkait agar dapat diusulkan ke pusat. Syarat administratif untuk pemekaran daerah provinsi mencakup tahapan berikut.[4]
Sementara syarat administratif untuk pemekaran daerah kabupaten/kota mencakup tahapan berikut.[4]
Calon daerah yang telah memenuhi syarat kewilayahan dan mendapat semua persetujuan kemudian diusulkan oleh gubernur yang bersangkutan ke pusat (Pemerintah Pusat, DPR, atau DPD). Pemerintah Pusat kemudian memverifikasi persyaratan tersebut, kemudian menyampaikan hasilnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pemerintah, dengan persetujuan DPR dan DPD, kemudian membentuk tim kajian independen yang akan menyelidiki apakah daerah tersebut memenuhi persyaratan kapasitas daerah. Persyaratan kapasitas daerah ialah kemampuan suatu daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat setempat yang didasarkan pada parameter-parameter sebagai berikut.[5]
Geografi
Demografi
Keamanan
Sosial politik, adat, dan tradisi
Potensi ekonomi
Keuangan
Kemampuan penyelenggaraan pemerintahan
Hasil penyelidikan tim kajian tersebut kemudian dilaporkan kepada Pemerintah untuk selanjutnya dikonsultasikan dengan DPR dan DPD. Hasil konsultasi tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk membentuk daerah persiapan.[5]
Calon daerah yang telah memenuhi seluruh persyaratan kemudian tersebut akan ditetapkan sebagai daerah persiapan melalui peraturan pemerintah (PP) dengan masa percobaan 3 tahun, serta dipimpin oleh kepala daerah persiapan dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Kepala daerah persiapan provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Dalam Negeri (Mendagri), sementara kepala daerah persiapan kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Mendagri atas usul gubernur yang memimpin provinsi yang mencakup daerah persiapan tersebut.[6]
Selama masa percobaan, daerah persiapan berkewajiban untuk membentuk dan mengelola segala penyelenggaraan pemerintahan dan tata kelola daerah di dalam daerah tersebut, dengan bantuan dari daerah induk serta dukungan dan pengawasan dari unsur-unsur masyarakat setempat. Pemerintah memberikan bantuan dana serta melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi pada daerah persiapan. Proses persiapan mendapat pengawasan dari DPR dan DPD.[7]
Pada akhir masa percobaan, Pemerintah melakukan evaluasi akhir untuk menentukan kesanggupan daerah persiapan untuk menjadi daerah otonom sejati. Hasil evaluasi tersebut kemudian dikonsultasikan dengan DPR dan DPD. Jika tidak layak, daerah persiapan akan dibubarkan dan dikembalikan ke daerah asal induk. Jika layak, DPR akan mengesahkan undang-undang (UU) yang akan menetapkan daerah persiapan tersebut sebagai daerah otonom baru.[8]
Penggabungan daerah di Indonesia meliputi hal-hal berikut ini.[9]
Tidak seperti pemekaran daerah, penggabungan daerah sangat jarang dilakukan di Indonesia. Beberapa contoh penggabungan wilayah yang pernah terlaksana yakni penggabungan Kabupaten Adikarto ke dalam Kabupaten Kulon Progo,[10] peleburan sejumlah kota administratif ke dalam kabupaten induknya,[11] serta pembatalan Daerah Istimewa Surakarta yang berakibat pada meleburnya wilayah tersebut ke dalam Jawa Tengah.[12]
Penggabungan daerah dapat diproses apabila terdapat kesepakatan untuk menggabungkan diri di antara semua daerah yang bersangkutan atau terdapat usulan dari Pemerintah Pusat untuk menggabungkan daerah tersebut berdasarkan hasil evaluasi.[9]
Dalam kasus penggabungan daerah berdasarkan kesepakatan, dua atau lebih daerah yang akan digabungkan itu harus melalui tahapan persetujuan administratif, layaknya seperti pemekaran daerah dengan mutatis mutandis (adanya perubahan dan penyesuaian seperlunya). Syarat administratif untuk penggabungan daerah provinsi adalah sebagai berikut.[9]
Sementara syarat administratif untuk penggabungan daerah kabupaten/kota adalah sebagai berikut.[9]
Setelah persyaratan administratif dari semua daerah tersebut tercapai, gubernur yang bersangkutan (dalam penggabungan daerah kabupaten dan/atau kota) atau semua gubernur dari daerah provinsi yang bersangkutan secara bersama-sama (dalam penggabungan daerah provinsi) mengusulkan penggabungan tersebut ke pusat (Pemerintah Pusat, DPR, atau DPD). Pemerintah Pusat kemudian memverifikasi persyaratan tersebut, kemudian menyampaikan hasilnya kepada DPR dan DPD. Pemerintah, dengan persetujuan DPR dan DPD, kemudian membentuk tim kajian independen yang akan menyelidiki apakah daerah tersebut memenuhi persyaratan kapasitas daerah, layaknya seperti pemekaran daerah dengan mutatis mutandis, dengan parameter-parameter yang kurang lebih sama seperti pada pemekaran daerah. Hasil penyelidikan tim kajian tersebut kemudian dilaporkan kepada Pemerintah untuk selanjutnya dikonsultasikan dengan DPR dan DPD. Hasil konsultasi tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penggabungan. Jika tidak layak, pusat akan menyampaikan penolakan beserta alasannya secara tertulis kepada gubernur yang bersangkutan. Jika layak, DPR akan mengesahkan undang-undang (UU) yang akan menetapkan daerah otonom baru hasil penggabungan daerah.[13]
Jika Pemerintah Pusat menilai bahwa salah satu atau beberapa daerah tidak mampu untuk menyelenggarakan otonomi daerah, Pemerintah dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) mengenai penggabungan daerah tersebut kepada DPR dan DPD. Jika disetujui, RUU tersebut akan ditetapkan menjadi UU.[14]
Penyesuaian daerah merupakan salah satu dari lima hal berikut.[15]
Perubahan batas wilayah harus ditetapkan dengan undang-undang (UU), sementara poin-poin penyesuaian daerah lainnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP).[15]
UU Pemerintahan Daerah Pasal 31 ayat (4) menyebutkan bahwa pembentukan daerah dan penyesuaian daerah dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional. Bagian tersebut bermaksud bahwa selain tata cara yang telah disebutkan di atas, Pemerintah Pusat juga dapat mengusulkan pembentukan dan penyesuaian daerah demi menjaga kepentingan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[16]
Pembentukan daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional dapat dilakukan pada daerah-daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, atau daerah-daerah tertentu. Daerah yang dibentuk dengan cara demikian harus memiliki cakupan wilayah dengan batas-batas yang jelas dan mempertimbangkan parameter pertahanan dan keamanan, potensi ekonomi, serta paramater lain yang memperkuat kedaulatan NKRI. Rencana pembentukan daerah tersebut dikonsultasikan oleh Pemerintah kepada DPR dan DPD terlebih dahulu sebelum direalisasikan dengan membentuk daerah persiapan melalui peraturan pemerintah (PP) dengan masa percobaan 5 tahun. Daerah persiapan berkewajiban untuk membentuk dan mengelola segala penyelenggaraan pemerintahan dan tata kelola daerah di dalam daerah tersebut, dengan sokongan dana, sarana dan prasarana, serta tata personel dari Pemerintah. Pemerintah juga melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi pada daerah persiapan, sembari mendapat pengawasan dari DPR dan DPD. Pada akhir masa percobaan, Pemerintah melakukan evaluasi akhir untuk menentukan kesanggupan daerah untuk melaksanakan kewajiban daerahnya, lalu hasinya dikonsultasikan dengan DPR dan DPD. Jika tidak layak, daerah persiapan akan dibubarkan dan dikembalikan ke daerah induk. Jika layak, DPR akan mengesahkan undang-undang (UU) yang akan menetapkan daerah persiapan tersebut sebagai daerah baru.[17]
Pernyesuaian daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional berupa perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan UU dan pemindahan ibu kota yang ditetapkan dengan PP.[18]
Catatan: Huruf miring menandakan bahwa wilayah tersebut telah bubar atau berganti nama. Nama masing-masing wilayah mengikuti pada saat pemekaran ditetapkan.
Aceh, pemekaran dari Sumatera Utara (1956)
Sumatera Barat dibentuk tahun 1957 dan sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Tengah
Riau dibentuk tahun 1957 dan sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Tengah
Kepulauan Riau, pemekaran dari Riau (2002)
Jambi dibentuk tahun 1957 dan sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Tengah
Bengkulu, pemekaran dari Sumatera Selatan (1967)
Kepulauan Bangka Belitung, pemekaran dari Sumatera Selatan (2000)
Lampung, pemekaran dari Sumatera Selatan (1964)
Daerah Khusus Jakarta, pemekaran dari Jawa Barat (1959/1961).
Banten, pemekaran dari Jawa Barat (2000)
tidak pernah mengalami pemekaran daerah.
Bali, pemekaran dari Nusa Tenggara (1958)
Nusa Tenggara Barat, pemekaran dari Nusa Tenggara (1958)
Nusa Tenggara Timur, pemekaran dari Nusa Tenggara (1958)
Kalimantan Barat, pemekaran dari Kalimantan (1956)
Kalimantan Tengah, pemekaran dari Kalimantan Selatan (1958)
Kalimantan Selatan, pemekaran dari Kalimantan (1956)
Kalimantan Timur, pemekaran dari Kalimantan (1956)
Kalimantan Utara, pemekaran dari Kalimantan Timur (2012)
Sulawesi Utara, pemekaran dari Sulawesi (1960)
Gorontalo, pemekaran dari Sulawesi Utara (2000)
Sulawesi Tengah, pemekaran dari Sulawesi Utara (1964)
Sulawesi Tenggara, pemekaran dari Sulawesi Selatan (1964)
Sulawesi Selatan, pemekaran dari Sulawesi (1960)
Sulawesi Barat, pemekaran dari Sulawesi Selatan (2004)
Maluku Utara, pemekaran dari Maluku (1999)
Papua Barat Daya, pemekaran dari Papua Barat (2022)
Papua Barat, pemekaran dari Papua (1999)
Papua Tengah, pemekaran dari Papua (2022)
Papua Pegunungan, pemekaran dari Papua (2022)
Papua Selatan, pemekaran dari Papua (2022)