Pelagianisme

Pelagianisme adalah paham yang meyakini bahwa dosa asal tidak merusak hakikat manusia (yakni hakikat ilahi, karena manusia diciptakan dari Allah), dan bahwa dengan kehendaknya yang fana manusia masih sanggup untuk memilih yang baik atau yang buruk tanpa pertolongan ilahi. Dengan demikian, dosa Adam "memberikan teladan yang buruk" bagi keturunannya, tetapi tindakan-tindakan Adam tidak mengandung konsekuensi-konsekuensi lain yang dihubung-hubungkan dengan dosa asal. Dari sudut pandang Pelagianisme, peran Yesus adalah "memberikan suatu teladan yang baik" bagi seluruh umat manusia (dengan demikian adalah kebalikan dari teladan buruk Adam). Singkatnya, manusia sepenuhnya memegang kendali, dan oleh karena itu sepenuhnya bertanggung jawab, atas keselamatannya sendiri selain itu juga sepenuhnya bertanggung jawab atas tiap dosa yang diperbuatnya ("sepenuhnya bertanggung jawab atas tiap dosa" ditekankan baik oleh pendukung maupun penentang Pelagianisme). Menurut Pelagianisme, oleh karena manusia tidak lagi memerlukan rahmat Allah di luar kreasi kehendaknya [1] maka Sakramen Pembaptisan tidaklah mengandung kualitas redemptif (pengampunan dosa) sebagaimana yang diajarkan oleh kaum Kristiani yang ortodoks.[2]

Pelagianisme ditentang oleh Agustinus dari Hippo, yang mengatakan bahwa kesempurnaan adalah mustahil untuk dicapai tanpa anugerah atau rahmat dari Allah, karena manusia terlahir sebagai orang berdosa dengan suatu kehendak dan hati yang penuh dosa (lihat: Dosa asal). Santo Agustinus juga mengajarkan bahwa keselamatan seseorang hanya diperoleh melalui suatu pemberian cuma-cuma, rahmat Allah yang penuh kuasa (efficacious), tetapi pemberian ini menuntut tanggapan orang tersebut untuk menerima atau menolaknya berdasarkan kehendak bebasnya untuk memilih.[3] Ajaran Agustinus mengakibatkan dikutuknya Pelagianisme sebagai suatu ajaran sesat dalam beberapa sinode lokal. Pelagianisme dikutuk pada tahun 416 dan 418 dalam konsili-konsili Kartago.[4] Pengutukan-pengutukan ini secara ringkas disahkan dalam Konsili Efesus pada tahun 431, meskipun bukan tindakan utama dari konsili itu. Pelagianisme sebagai suatu gerakan bidaah yang terstruktur lenyap selepas abad ke-6 namun gagasan-gagasan pokoknya terus-menerus menimbulkan perdebatan.[5]

Thomas Bradwardine (1290 – 26 Agustus 1349), Uskup Agung Canterbury, dalam De causa Dei contra Pelagium et de virtute causarum menolak paham Pelagian pada abad ke-14, dan Gabriel Biel melakukan tindakan yang serupa pada abad ke-15.[6]

Pelagius

Sedikit atau tak ada yang dapat diketahui mengenai kehidupan Pelagius. Meskipun dia kerap disebut sebagai seorang rahib, tetapi hal itu tidak memberi kepastian bahwa dia memang adalah seorang rahib. Agustinus mengatakan bahwa dia hidup di Roma "dalam waktu yang sangat lama," dan bahwa dia berasal dari kepulauan Inggris. (Santo Hieronimus menduga dia adalah seorang warga Skotlandia atau mungkin saja dari Irlandia.) Yang pasti, dia terkenal di provinsi Romawi, baik karena kehidupan publiknya yang dijalaninya dengan matiraga-keras, maupun karena kekuatan dan persuasivitas dari khotbahnya. Sampai saat gagasan-gagasannya yang lebih radikal tercuat ke depan publik, bahkan tokoh-tokoh yang disebut sebagai sokoguru Gereja seperti Agustinus pun menyebutnya sebagai “orang suci.”

Pelagius mengajarkan bahwa kehendak manusia, dibarengi perbuatan-perbuatan baik dan kehidupan bermatiraga secara ketat, cukup untuk menjalani suatu kehidupan tanpa dosa. Dia mengatakan kepada para pengikutnya bahwa tindakan yang benar dari pihak manusia adalah segala-galanya yang diperlukan untuk mencapai keselamatan. Bagi dia, rahmat Allah hanyalah keuntungan tambahan; berguna, tetapi tidak esensial. Pelagius tidak percaya akan dosa asal, tetapi mengatakan bahwa Adam telah mengutuk umat manusia dengan teladan yang buruk, dan bahwa teladan baik Kristus menawarkan bagi kita suatu jalan menuju keselamatan, bukan melalui pengorbanan, melainkan melalui pengarahan kehendak. Hieronimus bangkit sebagai salah seorang kritikus utama terhadap Pelagianisme, karena, menurut Hieronimus, pandangan Pelagius secara mendasar mendustai karya Sang Mesias; dia secara pribadi lebih menyukai kata “pengajar” atau “guru” sebagai ganti sebutan apapun untuk kuasa ilahi.

Tulisan-tulisan Pelagius

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ A History of Philosophy by Carmin Mascia, St. Anthony Guild Press 1980 p.170
  2. ^ Pelagianism[pranala nonaktif permanen] The Columbia Encyclopedia, Sixth Edition; 2006 . (Accessed May. 10, 2006.)
  3. ^ (Inggris) The Cambridge Companion to Augustine. 2001., eds. Eleonore Stump, Norman Kretzmann. New York: Cambridge University Press. 130-135.
  4. ^ Dictionary of Philosophy and Religion by William L Reese, Humanities Press 1980 p.421
  5. ^ Pelagianism[pranala nonaktif permanen] The Columbia Encyclopedia, Sixth Edition; 2006 . (Accessed May. 10, 2006.)
  6. ^ Dictionary of Philosophy and Religion by William L Reese, Humanities Press 1980 p.421

Strategi Solo vs Squad di Free Fire: Cara Menang Mudah!