Nur Jahan (bahasa Persia: نور جهان; bahasa Urdu: نور جهاں; bahasa Pashtun: نور جہاں) (ejaan alternatif Noor Jahan, Nur Jehan, dll.) (31 Mei 1577 – 17 Desember 1645) terlahir sebagai Mehrun Nissa atau Mihrun Nissa, adalah Permaisuri Kekaisaran Mughal dan sebagai permaisuri kepala Sultan Jahangir. Seorang wanita yang kuat, karismatik dan terdidik, ia dianggap sebagai salah satu wanita yang paling kuat dan berpengaruh dari abad ke-17 di Kekaisaran Mughal. Dia adalah istri kedua puluh dan merupakan favorit dari Kaisar Jahangir yang memerintah Kekaisaran Mughal di puncak kekuasaan dan supremasinya. Kisah tergila-gila pasangan ini satu sama lain dan hubungan yang berkembang antara mereka telah menjadi inspirasi bagi banyak (sering apokrif) legenda.
Sebagai hasil dari suami keduanya, Kaisar Jahangir, yang mengalami pergulatan serius dengan kecanduan alkohol dan opium, Nur Jahan mampu memegang sejumlah besar pengaruh kekaisaran dan sering dianggap pada saat itu menjadi kekuasaan dibalik tahta yang nyata. Dia tetap berpengaruh signifikan secara historis karena tidak hanya semata-mata kekuasaan politik yang dia pertahankan (suatu prestasi yang tidak pernah dicapai oleh wanita Mughal sebelumnya), tetapi juga untuk kontribusinya terhadap budaya India, kegiatan amal, perdagangan komersial dan kemampuan untuk memerintah dengan tangan besi. Dia adalah bibi dari Ratu Mumtaz Mahal yang oleh Kaisar yang akan datang Shah Jahan membangun Taj Mahal. Selanjutnya dia adalah satu-satunya permaisuri Mughal telah namanya mencetak namanya pada koin perak.[1]
Kelahiran dan masa kecil
Nur Jahan lahir dengan nama Mehr-un-Nissa pada 31 Mei 1577 di Kandahar, Kekaisaran Safawi (kini wilayah Afghanistan), dari keluarga bangsawan Persia. Ia terlahir sebagai anak keempat dari Mirza Ghiyas Beg dan Asmat Begum.
Kedua orang tua Mehr-un-Nissa berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya, Mirza Ghiyas Beg yang juga dikenal dengan gelar I'timadud Daulah, menjabat sebagai wazir Kekaisaran Mughal. Ia putra dari Khwaja Muhammad Sharif yang juga menjabat sebagai wazir di Kota Isfahan, Kekaisaran Safawi. Ibunya, Asmat Begum putri Mirza Alaud Daula Aqa Mulla.
Untuk alasan yang tidak diketahui, keluarga Mirza Ghiyas Beg telah mengalami pembalikan keberuntungan di 1577 dan segera menemukan keadaan di tanah air mereka tak tertahankan.[2] Berharap untuk meningkatkan kekayaan keluarganya, Ghiyas Beg memilih untuk pindah ke India di mana Istana Kaisar Akbar tumbuh menjadi pusat industri perdagangan dan juga pusat kebudayaan.
Pernikahan Pertama
Rumor
Ada cerita panjang tentang kisah cinta Mehr-un-Nissa dan Pangeran Salim bahkan sebelum pernikahan pertamanya dengan 'Ali Quli. Ada rumor kuat yang mengatakan bahwa mereka saling jatuh cinta ketika Mehr-un-Nissa berusia tujuh belas tahun, tetapi hubungan mereka tidak dikabulkan oleh Kaisar Akbar.
Jadi, Pangeran Salim dan Mehr-un-Nissa tidak bisa melanjutkan hubungan mereka selama Kaisar Akbar masih hidup. Namun, cerita ini diragukan para sejarawan modern.
Pernikahan dengan Sher Afgan
Mehrun Nissa menikah untuk pertama kalinya dengan 'Ali Quli Beg Istajlu pada tahun 1594. Ketika itu Mehrun Nissa berusia 17 tahun. 'Ali atau yang lebih dikenal dengan gelarnya, Sher Afgan Khan adalah seorang anggota Klan Istajlu Turki yang mengabdi pada Kaisar Akbar. Pernikahan Mehr-un-Nissa dengan suami pertamanya adalah perintah dari Akbar sebagai imbalan atas pengabdian 'Ali.
Dari pernikahan itu, Mehr-un-Nissa dan 'Ali mempunyai seorang putri yang juga memiliki nama yang sama dengan ibunya, Mehr-un-Nissa atau Mihr-un-Nissa. Putri mereka, Mihr-un-Nissa yang juga dikenal sebagai Ladli Begum lahir pada 1605. 'Ali tewas dua tahun setelah kelahirannya.
Menjadi Janda
Setelah kematian Sher Afgan pada tahun 1607, Mehr-un-Nissa dan putrinya, Ladli dipanggil ke istana oleh Kaisar Jahangir untuk menjadi pelayan ibu tirinya, Ruqaiya Sultan Begum.[3] Ruqaiya adalah wanita yang sangat berpengaruh di zenana (harem) karena ia merupakan salah satu pemimpin ratu mendiang Kaisar Akbar, juga shahzadi sejak lahir.
Mehr-un-Nissa dan putrinya, Ladli melayani dengan sungguh-sungguh. Ini menjadikan mereka sangat disukai Ibu Ratu Ruqaiya.
Pernikahan Kedua
Mehr-un-Nissa bertemu lagi dengan Salim pada tahun 1611. Saat itu Pangeran Salim telah naik takhta dengan gelar Jahangir. Keduanya jatuh cinta dan melangsungkan pernikahan pada tahun yang sama. Segera setelah itu, ia diberi gelar Nur Mahal "cahaya istana".
Sebelum pernikahan mereka, istri favorit Jahangir adalah Jagat Gosaini, seorang putri Rajput dari Kerajaan Marwar yang telah melahirkan dua orang putri dan seorang putra. Putranya, Khurram adalah favorit Jahangir, juga menantu masa depan Abu'l Hasan, kakak Nur Mahal.
Nur Mahal dengan cepat menggantikan posisi Jagat Gosain di hati Jahangir. Pada Maret 1616, ia diberi gelar baru, Ashraf-un-Nissa Nur Jahan Begum Sahiba. Menyusul kematian Permaisuri Saliha Banu pada tahun 1620, Nur Jahan menggantikannya menjadi padshah begum baru dua tahun kemudian.
Tidak ada sumber yang menyebut berapa anak Nur Jahan dan Jahangir. Atau bisa jadi pada pernikahan keduanya, Nur Jahan tidak memiliki keturunan. Ia diberi kepercayaan oleh Jahangir untuk mengasuh cucu kesayangannya, Shah Suja, putra kedua Khurram yang lahir dari keponakan Nur Jahan.
Menjabat sebagai Padshah Begum
Nur Jahan banyak berperan dalam mengendalikan politik kekaisaran mengingat suaminya, Jahangir kecanduan opium. Ia merupakan satu-satunya wanita Mughal yang namanya tercetak di atas koin mata uang kekaisaran.
Untuk memperkuat pengaruhnya, Nur Jahan berencena menikahkan putrinya, Ladli Begum dengan Khusrau Mirza, pangeran tertua yang disukai banyak orang. Namun, Khusrau menolak karena lebih mencintai putri Mirza Aziz Khan Koka, meskipun istrinya itu setuju. Akhirnya, Ladli menikah dengan Shahryar Mirza, putra bungsu Jahangir.
Konflik dengan Shah Jahan
Dalam perang suksesi, ia mendukung Shahryar karena ingin Ladli menjadi permaisuri. Nur Jahan mengupayakan korespondensi dengan Kösem Sultan untuk memperoleh dukungan Ottoman, namun hasilnya nihil.
Silsilah
| | | | | Khwaja Muhammad Sharif |
| |
| |
|
| Mirza Ghiyas Beg I'timadud Daulah | |
| |
| | | |
|
| |
| |
| |
|
| Mehr-un-Nissa Nawab Nur Jahan Padshah Begum Sahiba | |
|
| | | | | |
|
| Mirza Alaud Daula Aqa Mulla |
| |
| |
|
| Asmat Begum | |
| |
| | | | | | | | | | |
Lihat pula
Catatan
Referensi
Bacaan lebih lanjut
Iran India relations span centuries marked by meaningful interactions.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Nur Jahan.