Kuota Hare

Kuota Hare (juga disebut kuota sederhana) adalah kuota yang digunakan di dalam sistem pemungutan suara yang dapat dipindahtangankan dan juga dalam sistem pemilu yang menggunakan kuota minimal. Bila dibandingkan dengan metode-metode lain, kuota Hare cenderung menguntungkan partai-partai yang lebih kecil. Maka dari itu, di Hong Kong, penggunaan kuota Hare membuat partai-partai memajukan calon-calon mereka dengan pendaftaran yang terpisah untuk memaksimalkan jumlah kursi yang dapat mereka menangkan.[1]

Di Brasil, kuota Hare digunakan untuk menetapkan jumlah kursi minimal yang diberikan kepada setiap partai atau koalisi. Kursi yang tersisa dialokasikan dengan menggunakan metode D'Hondt.[2]

Pada tahun 1868, Henry Richmond Droop (1831–1884) menciptakan kuota Droop yang diajukan sebagai alternatif kuota Hare.

Rumus

Kuota Hare dapat ditentukan dengan rumus berikut:

  • Jumlah suara = jumlah suara sah
  • Jumlah kursi = jumlah kursi yang diperebutkan dalam suatu pemilu

Sebagai contoh, bayangkan terdapat sepuluh partai politik yang memperebutkan lima kursi di daerah pemilihan Kota Bebek. Jumlah suara sah di kota tersebut tercatat sebesar 500.000, sehingga kuota Harenya adalah 100.000. Kemudian, hanya terdapat dua partai yang berhasil melebihi kuota tersebut, yaitu Partai A dengan 200.000 suara dan Partai B dengan 125.000 suara. Delapan partai lainnya gagal melebihi kuota ini. Kedua partai yang telah melebihi kuota minimal secara otomatis mendapat satu kursi, sehingga masih terdapat tiga kursi yang tersisa. Masing-masing dari ketiga kursi tersebut akan diberikan kepada partai-partai yang mendapat suara tertinggi berikutnya.

Sementara itu, dalam sistem pemilu yang memungkinkan pemindahtanganan suara, cara kerja kuota Hare adalah sebagai berikut. Bayangkan terdapat dua kursi yang diperebutkan oleh tiga calon: Darsem, Oneng dan Sartiyem.

60 suara 14 suara 26 suara
  1. Darsem
  2. Oneng
  1. Oneng
  1. Sartiyem
  2. Darsem

Terdapat 100 pemilih dan 2 kursi yang diperebutkan, sehingga kuota Harenya adalah:

Pilihan pertama diurutkan sebagai berikut:

  • Darsem: 60
  • Oneng: 14
  • Sartiyem: 26

Darsem memperoleh lebih dari 50 suara, sehingga ia telah melebihi kuota dan otomatis terpilih sebagai anggota perwakilan. Sepuluh suara yang tersisa dapat dipindahtangankan kepada Oneng sebagai pilihan kedua para pemilih di dalam surat suara. Maka dari itu, perolehannya berubah menjadi:

  • Oneng: 24
  • Sartiyem: 26

Walaupun Sartiyem tidak memenuhi kuota tersebut, ia tetap dinyatakan sebagai pemenang karena hanya ada dua calon dan satu kursi yang tersisa, dan ia memperoleh lebih banyak suara daripada Oneng. Maka dari itu, pemenangnya adalah Darsem dan Sartiyem.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Tsang, Jasper Yok Sing (11 March 2008). "Divide then conquer". South China Morning Post. Hong Kong. hlm. A17. 
  2. ^ (Portugis) Brazilian Electoral Code, (Law 4737/1965), Pasal 106 hingga 109.

Strategi Solo vs Squad di Free Fire: Cara Menang Mudah!