Kementerian Komunikasi dan Digital, disebut Komdigi atau Kemkomdigi[4] (sebelumnya bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika, disebut Kominfo atau Kemkominfo) adalah kementerian Pemerintah Indonesia yang bertugas mengelola dan mengembangkan pemerintahan di bidang teknologi informasi komunikasi di Indonesia. Secara hukum, kementerian ini juga mengurus di bidang sistem pos.[5] Kementerian ini memiliki kewenangan atas perlindungan data pribadi, pengawasan arus internet, infrastruktur TIK, dan peraturan telekomunikasi.[a] Misi yang dinyatakannya meliputi transformasi digital, digitalisasi ekonomi, literasi digital, dan pemerintahan elektronik.[8]
Kementerian ini dibentuk pada 2001 sebagai pengganti Departemen Penerangan masa Orde Baru yang dibubarkan dua tahun sebelumnya. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Komunikasi dan Digital, yang sejak 21 Oktober 2024 dijabat oleh Meutya Hafid.[9]
Nomenklatur awal dari Kementerian Komunikasi dan Digital, yakni Departemen Penerangan yang bertugas mengatur dan membina pers, media massa seperti televisi, film, radio, grafika, percetakan dan penerangan umum.
Di era orde baru, Departemen Penerangan peran sentral , yakni mengendalikan informasi dan berita hampir sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Selain itu dibentuk 2 lembaga yang mengoordinasikan peran Departemen Penerangan. Dua lembaga yang dimaksud: Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (BAKOHUMAS) dan Badan Koordinasi Penerangan (BAKOPEN).[10]
Pada 26 Oktober 1999, Presiden Abdurrahman Wahid (menjabat 1999-2001) mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional. Pengumuman itu tidak memasukkan Departemen Penerangan (kementerian yang membidangi penyebaran informasi) ke dalam susunan kabinetnya, menunjukkan bahwa departemen ini dibubarkan.[11][12][b] Ia beralasan bahwa Departemen Penerangan bertindak otoriter dalam mengelola lanskap media Indonesia.[14]
Sebagai penggantinya, ia membentuk Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BIKN), sebuah lembaga pemerintah nonkementerian. Semua sumber daya dan pegawai mantan Departemen Penerangan pada tingkat pusat dipindahkan ke lembaga ini, sementara yang lingkungan kerjanya berada di wilayah lain dipindahkan menjadi perangkat daerah provinsi atau kabupaten/kota.[15][c]
Pada 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri (menjabat 2001-2004) mengganti BIKN dengan Lembaga Informasi Nasional (LIN) untuk mennjalankan pemerintahan di bidang pelayanan informasi. Pada tahun itu juga ia membentuk Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi (Kemeneg Kominfo) dengan Syamsul Mu'arif sebagai Menteri Negara yang pertama. Pada awalnya, muncul kekhawatiran bahwa kementerian ini akan menjadi "Deppen Jilid II" dan merupakan langkah yang dianggap berani untuk mendirikannya di era Reformasi. Pada faktanya, kementerian ini memiliki peran yang lebih terbatas dari Departemen Penerangan dan hanya membuat kebijakan.[17][18]
Sebagian wewenangnya dalam penyiaran dialihkan ke lembaga baru bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melalui UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Berdasarkan UU tersebut juga, Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) diubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik.[15]
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (menjabat 2004-2014) dalam Kabinet Indonesia Bersatu I memutuskan untuk menggabungkan LIN, Kemeneg Kominfo, dan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dari Departemen Perhubungan menjadi Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo).[d] Ia juga membentuk Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika dan memasukkannya ke dalam kementerian ini.[15]
Pada 2008, Depkominfo dan DPR menyelesaikan sejumlah paket peraturan perundang-undangan yakni:
Seiring penyesuaian tata nama Departemen menjadi Kementerian pada 2009, Depkominfo berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II.
Pada masa Presiden Joko Widodo (menjabat 2014-2024), terjadi berbagai perkembangan dan penyesuaian pada Kominfo baik di Kabinet Kerja (2014-2019) dan Kabinet Indonesia Maju (2019-2024):
Pada masa kepemimpinan presiden Prabowo Subianto untuk akselerasi transformasi digital, nomenklatur Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam Kabinet Merah Putih. Hal ini diikuti juga oleh perombakan struktur di tingkat Eselon I/Direktorat Jenderal melalui Peraturan Presiden No. 174 Tahun 2024.
Pada tanggal 23 Desember 2024, berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 656 tahun 2024, Komdigi meluncurkan logo barunya untuk pertama kali dalam 17 tahun, dengan mengadaptasi siluet anyaman untuk menggambarkan kolaborasi hingga terciptanya inklusivitas. Dalam logo baru Komdigi ini terdapat abstraksi huruf C yang mewakili Communication dan huruf D yang mewakili Digital. Selain itu, logo baru Komdigi memiliki makna bahwa kementerian ini dapat berperan sebagai penghubung dan perantara dalam menyampaikan pesan, baik kepada pihak pemangku kepentingan maupun masyarakat luas.[20]
Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian menyelenggarakan fungsi:[1]
Struktur organisasi Kementerian Komunikasi dan Digital berdasarkan Permenkomdigi No. 1 Tahun 2025 adalah:[1]
Pimpinan
Sekretariat
Inspektorat
Direktorat Jenderal
Badan
Staf Ahli
Pusat
Pada tahun 2020, Direktur Jenderal Aptika Semuel Abrijani Pangerapan dan Johnny G. Plate memperkenalkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 yang mewajibkan perusahaan asing untuk mendaftar dalam daftar Penyelenggara Sistem Elektronik. Peraturan ini memungkinkan pemerintah untuk mengakses informasi pribadi warga negara dan mengancam akan memblokir akses jika perusahaan tidak mendaftar. Peraturan ini direvisi dan disahkan pada tahun 2021.[21] Pada Juli 2022, beberapa situs web populer seperti PayPal, Epic Games, Steam, Origin, dan Yahoo!, serta permainan video seperti Counter-Strike: Global Offensive dan Dota 2 diblokir karena tidak terdaftar sesuai peraturan tersebut.[22][23][24]
Pusat Data Nasional (PDN) adalah fasilitas pusat data yang berfungsi untuk menempatkan, menyimpan, dan mengolah data. Sebagai solusi sementara sambil menunggu pembangunan PDN, pemerintah membangun Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Pada tanggal 17 Juni 2024, layanan PDNS Kementerian Kominfo yang berlokasi di Surabaya diserang oleh ransomware bernama Brain Cipher. Serangan ini terjadi pada 20 Juni pukul 00.54 WIB, mengganggu operasional 239 instansi, termasuk 30 kementerian/lembaga, 15 provinsi, 148 kabupaten, dan 48 kota. Anggota Komisi I DPR RI mengkritik Kominfo yang tidak melakukan pencadangan data di PDN. Pada 4 Juli 2024, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengundurkan diri, dengan alasan bertanggung jawab atas peretasan terhadap PDNS.[25][26][27][28][29][30]
Sebanyak 11 orang, termasuk pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), ditangkap terkait kolusi dengan situs judi online. Alih-alih memblokir, pegawai Komdigi justru 'membina' sekitar 1.000 situs judi dengan imbalan Rp 8,5 juta per situs. Penggeledahan dilakukan di kantor pusat dan 'kantor satelit' Komdigi di Bekasi, di mana ditemukan bukti berupa laptop dan perangkat lainnya. Menkomdigi Meutya Hafid berkomitmen untuk melakukan pembersihan internal dan memperkuat pakta integritas guna memberantas judi online sesuai arahan Presiden Prabowo.[31]
Mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi menolak berkomentar banyak soal kasus judi online yang menyeret pegawai Kemenkomdigi. Saat ditemui di Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Budi hanya menjawab singkat, “Saya fokus koperasi dan urus rakyat.” Sebagai Menteri Koperasi dan UKM, Budi mendukung penegakan hukum terhadap mantan bawahannya dan mengapresiasi langkah aparat. Selama menjabat sebagai Menkominfo, ia mengklaim telah memblokir 3,8 juta konten judi online.[32]
Polda Metro Jaya mengungkap skandal situs judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), termasuk tersangka Adhi Kismanto dan Denden Imadudin Soleh, bersama 22 tersangka lainnya. Dari total 24 tersangka, sembilan adalah pegawai Komdigi, sementara satu merupakan staf ahli. Para pegawai yang seharusnya memblokir situs judi online justru menyalahgunakan wewenang mereka untuk mengambil keuntungan, bekerja sama dengan agen pengelola situs. Para tersangka dikenakan pasal-pasal berat, termasuk Pasal 303 KUHP, UU ITE, dan UU TPPU, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.[33]
Adapun Gus Dur beralasan bahwa Departemen Penerangan dianggap terlalu banyak mencampuri urusan pengelolaan informasi yang seharusnya menjadi hak masyarakat. Selain itu, Gus Dur juga pernah mengatakan bahwa apabila kerjanya hanya melarang dan mengekang kebebasan pers, sebaiknya Departemen Penerangan ditiadakan.
At first it was feared that the new president would revitalize Deppen, restricting the newly earned freedom of the media. Eventually, however, a State Ministry of Communication and Information (Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi) was created, whose legal means to interfere with the Indonesia mediascape were restricted.
Adalah sebuah keberanian Presiden dengan membentuk Kemeneg Kominfo di era Reformasi, walaupun bukan departemen yang pada waktu itu kedudukan dan kewenangannya jauh lebih luas karena mempunyai kewenangan membuat kebijakan dan eksekusi. Dalam praktik, Kemeneg Kominfo hanya membuat kebijakan, namun tidak melakukan eksekusi atau operasional