Kasus Pelecehan Seksual di JIS adalah dugaan pelecehan seksual oleh karyawan dan guru Jakarta International School terhadap anak didiknya. Kasus ini mulai dilaporkan pada tanggal April 2014,[1] dan hingga November 2014 masih dalam proses persidangan.[2]
Kasus ini bermula dari laporan terduga korban bernama Marc Aaron Kroonen (lahir pada 22 Maret 2008) kepada orangtuanya atas dugaan tindakan sodomi,[3] yang kemudian diikuti laporan dari orang tua lainnya. Awalnya hanya 5 tersangka tenaga kebersihan alih daya dari PT ISS bernama Afrischa Setyani, Agun Iskandar, Virgiawan Amin alias Awan, Syahrial, dan Zainal Abidin yang ditangkap,[4] namun kasus ini terus berkembang sehingga melibatkan guru seperti Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong.[2][5] Keduanya ditetapkan sebagai tersangka.[6][7]Seiring pemeriksaan, daftar korban bertambah menjadi tiga orang, yaitu AL, AK, dan DS.[8] Polda bahkan menyatakan empat orang diminta penundaan deportasinya untuk kepentingan pemeriksaan.[9]
Namun seiring berjalannya persidangan, kasus ini diragukan penuh rekayasa. Kontras menilai bahwa dalam kasus ini tindakan polisi kurang hati-hati, tidak independen dan memaksakan sebuah kasus dari bukti-bukti yang sangat lemah.[10]
Laporan pencemaran nama baik
Pada tanggal 12 Juni 2014, tiga tenaga pengajar di Jakarta International School (JIS), Elsa Donohue, Neil Betlemen, dan Ferdinan Tjong mendatangi Polda Metro Jaya, untuk melaporkan pencemaran nama baik atas kasus kekerasan seksual di sekolah tempat mereka bekerja. Pihak yang dilaporkan adalah orang tua bernama Dewi, yang menggunakan sarana Whatsapp dan email untuk menyebarkan informasi seolah pelapor melakukan tindakan pelecehan seksual. Dalam pertemuan orang tua murid pada April lalu, Dewi mengatakan putranya lolos dari serangan petugas kebersihan yang saat ini ditetapkan sebaga tersangka.[11]
Tersangka bunuh diri
Salah seorang tersangka kasus ini, Azwar, ditemukan bunuh diri selama masa pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada tanggal 26 April 2014 dengan cairan pembersih. Polisi menyatakan tersangka mungkin malu karena perbuatannya.[12] Namun kemudian berkembang dugaan bahwa cara bunuh dirinya tidak umum terjadi di tahanan.[13] Lagipula, tidak jelas dari mana cairan itu bisa didapatkan oleh tersangka karena di toilet tempat kejadian, tidak tersedia.[14]
Visum
Hasil visum oleh polisi terhadap korban AK memperlihatkan penyakit kelamin herpes yang dideritanya. Pemeriksaan kemudian dilakukan kepada tenaga alih daya yang menjadi petugas kebersihan di JIS, dan terungkap 13 dari 28 orang terkena penyakit serupa. Polisi menyatakan akan mendalami hasil visum ini untuk melihat apakah ada tersangka lain yang akan terjerat.[15]
Namun di persidangan pengacara para terdakwa menyatakan bahwa dari keterangan saksi ahli Patologi Forensik, Dokter Evi, tidak ditemukan luka akibat sodomi yang dilakukan banyak orang di dubur MAK. Sehingga tidak dapat disimpulkan apakah benar terjadi tindakan pelecehan seksual.[16] Hasil pemeriksaan oleh Dr NP, yang memeriksa korban pertama kali, juga menyatakan tidak ada penyakit menular seksual seperti yang telah diberitakan.[17]
Dugaan penyiksaan
Saat persidangan, saksi David mengaku melihat ibu korban AK menyaksikan tersangka Virgiawan Amin dan Agun Iskandar disiksa dan dimaki saat diperiksa di unit PPA Polda Metro Jaya. Saksi David juga melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial lebam dan berdarah pada saat sebelum Konferensi Pers digelar Polda Metro Jaya pada hari tersebut.[17]
Gugatan Perdata
Orangtua murid diketahui melakukan gugatan perdata terhadap Jakarta Internasional School senilai US$125 Juta . Sebagai reaksi atas gugatan tersebut, JIS menggugat PT ISS sebagai perusahaan alih daya atas kelalaiannya melakukan supervisi pekerjaan terhadap karyawan-karyawannya yang ditempatkan di JIS. Melalui surat, PT ISS Indonesia menjawab alih gugatan tersebut. Mereka menyatakan tak mau bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan mantan karyawannya. "Mereka melakukan hal tersebut di luar lingkup kerja dan kebijakan aturan PT ISS," ujar kuasa hukum JIS, Frans Winarta. Menurut dia, karyawan sudah disodori kontrak untuk menanggung semua perbuatan kriminal yang dilakukan di tempat kerja kelak. Jadi kontrak tersebut memutus gugatan apa pun terhadap perusahaan, baik pidana ataupun perdata.[18]
Referensi