Karbon alfa dalam kimia organik merujuk pada karbon pertama yang melekat pada sebuah gugus fungsi (karbon melekat pada posisi pertama atau alfa).[1] Dengan cara pikir yang sama, karbon kedua adalah karbon beta dan seterusnya. Tatanama ini juga dapat dipakai untuk atom-atom hidrogen yang melekat pada karbon. Sebuah atom hidrogen yang melekat pada karbon alfa disebut "hidrogen alfa" (hidrogen-α), sebuah atom hidrogen pada karbon beta disebut sebagai hidrogen beta, dan seterusnya.
Penamaan ini kadang-kadang dianggap tidak sesuai dengan tatanama IUPAC (yang menganjurkan bahwa karbon-karbon diidentifikasi dengan angka, bukannya huruf Yunani); walaupun begitu, ia sangatlah populer digunakan karena berguna dalam mengidentifikasi lokasi relatif karbon-karbon terhadap gugus fungsi (biasanya sebuah karbonil).
Karbon-α juga merupakan istilah yang dipakai untuk protein dan asam amino. Ia merupakan karbon tulang punggung (backbone carbon) di sebelah karbon karbonil. Sehingga, pembacaan pada tulang punggung sebuah protein akan memberikan deret karbonil C, α-C, N, karbonil C, α-C, N, dan seterusnya (pembacaan dimulai dari C ke N). Karbon-α adalah tempat di mana substituen-substituen yang berbeda melekat pada asam amino masing-masing yang berbeda. Subtituen-substituen ini menyebabkan karbon-α memiliki sifat-sifat stereogenik untuk setiap asam amino, kecuali glisina. Sehingga, karbon-α adalah stereopusat untuk setiap asam amino, kecuali glisina.
Karbon-α sebuah asam amino sangatlah penting dalam pelipatan protein. Ketika menjelaskan sebuah protein (yang merupakan rantai asam amino), sering kali seseorang memperkirakan lokasi tiap-tiap asam amino sebagai lokasi karbon-α. Secara umum, jarak karbon-α dari satu asam amino ke asam amino lainnya pada satu rantai protein adalah kira-kira 3,8 ångström (380 pikometer).
Karbon-α jugalah penting pada enol dan enolat yang berdasar karbonil. Transformasi kimia yang diakibatkan oleh konversi sebuah enolat atau eter biasanya mengakibatkan karbon-α berperan sebagai sebuah nukleofil, misalnya teralkilasi dengan keberadaan haloalkana primer. Pengecualian ada pada reaksi dengan silil klorida, bromida, dan iodida, di mana oksigen berperan sebagai nukleofil membentuk silil enol eter.
Keton (sejenis karbonil) mempunyai hidrogen alfa yang asam pada kedua sisi karbon karbonilnya. Selektivitas deprotonasi bisa dicapai dengan kondisi-kondisi tertentu. Pada temperatur yang rendah (-78 °C, penangas es kering), pelarut aprotik, dan basa yang meruab (bulky) (misalnya LDA), proton "kinetik" dapat dilepaskan. Proton "kinteik" merupakan proton yang secara sterik paling dapat dijangkau. Di bawah kondisi termodinamik (temperatur yang lebih hangat, basa lemah, dan pelarut protik), kesetimbangan dapat terjadi antara keton dengan dua enolat yang memungkinkan, enolat yang difavoritkan diistilahkan dengan enolat "termodinamik". Hal ini karena ia memiliki aras energi yang lebih rendah daripada enolat lainnya. Sehingga, dengan memiliki kondisi yang tepat untuk menghasilkan sebuah enolat, seseorang dapat meningkatkan rendemen kimia dari sebuah produk yang diinginkan dan meminimalisasi pembentukan produk yang tidak diinginkan.
Referensi
- ^ "Hackh's Chemical Dictionary", 1969, page 30.
- ^ "Hackh's Chemical Dictionary", 1969, page 95.