Elizabeta dari Bosnia[1] (skt. 1339 – Januari 1387) merupakan permaisuri dan kemudian pemangku takhta Hungaria dan Kroasia, dan juga permaisuri Polandia. Putri Ban Stjepan II, Ban di Bosnia, Elizabeta menikah dengan Raja Lajos I dari Hungaria pada tahun 1353. Pada tahun 1370, ia melahirkan seorang ahli waris yang diharap-harapkan sejak lama, Katalin, dan menjadi Ratu Polandia ketika Lajos menjadi ahli waris pamandanya, Kazimierz III. Pasangan kerajaan tersebut memiliki dua putri lainnya, Maria dan Hedvig, tetapi Katalin meninggal pada tahun 1378. Awalnya ia hanya seorang permaisuri yang tak berdaya tanpa pengaruh penting apapun, Elizabeta kemudian mulai mengelilingi dirinya sendiri dengan bangsawan-bangsawan yang setia padanya, yang dipimpin oleh bangsawan kesayangannya, Garai I Miklós. Ketika Lajos meninggal pada tahun 1382, Maria naik takhta Hungaria dengan Elizabeta sebagai pemangku takhta. Tidak mampu melestarikan Uni personal dari Hungaria dan Polandia, ibu ratu mengamankan Daftar Penguasa Polandia untuk putri bungsunya, Hedvig.
Selama pemerintahannya di Hungaria, Elizabeta menghadapi beberapa pemberontakan yang dipimpin oleh Ivan Horvat dan Ivan dari Paližne, yang berusaha untuk mengambil keuntungan dari pemerintahan Maria yang tidak stabil. Pada tahun 1385, mereka mengundang Raja Carlo III untuk melengserkan Maria dan merebut takhta. Elizabeta membalasnya dengan membunuh Carlo dua bulan setelah pemahkotaannya, pada tahun 1386. Ia memulihkan mahkota putrinya dan menjadikan dirinya pemangku takhta kerajaan sekali lagi, hanya untuk ditangkap dan dipenjara dan akhirnya dibunuh oleh musuh-musuhnya.
Keturunan dan awal kehidupan
Lahir pada sekitar tahun 1339, Elizabeta adalah putri BanStjepan II, kepala keluarga Wangsa Kotromanić.[2] Ibundanya, Elizabeta dari Kuyavia, adalah anggota keluarga Wangsa Piast[3] dan cucu keponakan Raja Władysław I dari Polandia.[4] Ibu suri Hungaria Elżbieta dari Polandia adalah sepupu pertama yang pernah disingkirkan oleh ibunda Elizabeta. Setelah menantunya Marguerite terjangkit Maut Hitam pada tahun 1349,[5] Ratu Elizabeta menyatakan minatnya pada kerabatnya, bahwa ia memiliki pasangan yang cocok untuk putranya yang menduda, Raja Lajos I. Ia bersikeras untuk segera membawa gadis itu ke istananya di Visegrád untuk diasuh. Meskipun awalnya ayahandanya enggan melakukannya, Elizabeta akhirnya dikirim ke istana ibu suri.[6]
Pada tahun 1350, Tsar Stephen Uroš IV Dušan dari Serbia menyerang Bosnia untuk mendapatkan Zachlumia. Serangan itu tidak berhasil, dan Tsar mecoba untuk menegosiasikan perdamaian, yang akan disegel oleh perjodohan pernikahan Elizabeta dengan putra dan ahli warisnya, Stefan Uroš V. Mavro Orbini, yang handal di dalam hal ini "adalah subyek kontroversi", menulis bahwa Tsar mengharapkan Zachlumia diserahkan sebagai mahar Elizabeta, yang ditolak oleh ayahandanya.[7] Kemudian pada tahun itu ia secara resmi dijodohkan dengan Lajos yang berusia dua puluh empat tahun,[8] yang berharap untuk melawan kebijakan ekspansionis Dušan baik dengan bantuan ayahandanya atau "sebagai ahli warisnya", menurut sejarahwan Oskar Halecki.[9]
Pernikahan
Pernikahan Elizabeta dengan Lajos diselenggarakan di Buda pada tanggal 20 Juni 1353.[10] Pasangan tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan, Adipati Kazimierz I dari Kuyavia adalah kakek moyang Elizabeta dan kakek moyang Lajos dari pihak ibundanya. Dispensasi kepausan dengan demikian diperlukan, tetapi ijin tersebut hanya diminta empat bulan setelah pernikahan dilangsungkan. Sejarahwan Iván Bertényi menyatakan bahwa upacara pernikahan itu dipercepat oleh kehamilan yang tidak diinginkan karena pasangan tersebut telah bersama selama bertahun-tahun. Jika demikian, kehamilan tersebut kemungkinan berakhir dengan lahir mati.[11] Ibunda Elizabeta tampaknya telah meninggal pada saat ia menikah.[12] Lajos merasa kecewa ketika setelah ayah mertuanya meninggal pada tahun yang sama, sepupu Elizabeta yang muda dan ambisius, Stjepan Tvrtko menjadi ahli waris takhta Bosnia.[9] Pada tahun 1357, Lajos memanggil Ban muda itu ke Požega dan memaksanya untuk menyerahkan sebagian Zachlumia barat sebagai mahar Elizabeta.[2][13]
Ratu Hungaria yang baru mengalami dirinya sepenuhnya dikendalikan ibu mertuanya, Elżbieta dari Polandia. Kenyataan bahwa pengiring ratu muda terdiri dari orang-orang yang sama yang melayani ibu ratu menunjukkan bahwa Elizabeta dari Bosnia bahkan tidak memiliki istananya sendiri. Pengaruh ibu mertuanya berlangsung sampai dengan tahun 1370, ketika Lajos menggantikan pamanda maternalnya, Kazimierz III dari Polandia, sebagai Raja Polandia.[5] Pamanda maternal Elizabeta, Władysław dari Gniewkowo, juga merupakan calon takhta Polandia.[14] Setelah penobatannya di Polandia, Lajos membawa putri-putri Kazimierz yang masih bocah, Anna dan Jadwiga, untuk dibesarkan oleh Elizabeta.[15] Meskipun Elizabeta diduga adalah Ratu Polandia, tetapi ia tidak pernah dimahkotai.[16]
Masalah suksesi menandai pemerintahan Lajos. Elizabeta telah lama dianggap mandul, dan krisis suksesi diharapkan setelah kematian raja tanpa keturunan ini. Kakak iparnya, István adalah ahli warisnya sampai kematiannya pada tahun 1354, ketika putranya János menggantikannya. Namun János juga meninggal pada tahun 1360.[17] Seorang putri raja dan ratu lahir pada tahun 1365, tetapi anak itu meninggal setahun kemudian.[18] Selama beberapa tahunb, saudari János, Erzsébet, dianggap sebagai ahli waris dan pasangan ideal untuknya telah dinegosiasikan. Hal-hal tersebut menjadi berubah ketika istri raja memiliki tiga putri secara berurutan: Katalin lahir Juli 1370, Maria lahir tahun 1371, dan Hedvig lahir tahun 1373 atau 1374.[17] Elizabeta diketahui menulis sebuah buku untuk pendidikan anak-anaknya, yang salinannya dikirim ke Prancis pada tahun 1374. Namun seluruh salinan tersebut telah hilang.[19][20]
Pada tanggal 17 September 1374, Lajos memberikan berbagai konsesi kepada Szlachta oleh Hak Istimewa Koszyce, sebagai ganti atas janji mereka bahwa putrinya akan menggantikannya dan bahwa ia adalah, Elizabeta atau ibundanya akan memilih salah satunya.[21] Di hongaria, ia terfokus pada Sentralisasi kekuasaan sebagai cara untuk memastikan bahwa hak-hak anak-anaknya akan dihormati.[22] Mengamankan pernikahan dengan salah satu putri adalah prioritas di dalam kerajaan Eropa.[17] Maria hanya berusia setahun ketika ia dijodohkan dengan Sigismund.[23] Pada tahun 1374, Katalin dijodohkan dengan Louis dari Prancis,[17] namun meninggal menjelang akhir 1378. Pada tahun yang sama, Hedvig dijodohkan dengan Wilhelm dari Austria di dalam sebuah sponsalia de futuro, meninggalkan istana ibundanya dan pindah ke Wina, dimana ia menghabiskan dua tahun berikutnya disana.[24] Raja-raja muda Polandia bersumpah untuk menegakkan hak-hak Maria pada tahun 1379, ketika Sigismund menerima pengakuan ini tiga tahun kemudian. Elizabeta hadir, bersama dengan suaminya dan ibu mertuanya, pada sebuah pertemuan di Zólyom tanggal 12 Februari 1380, dimana raja-raja muda Hungaria menegaskan pasangan Hedvig asal Austria itu; ini menunjukkan bahwa Lajos bermaksud untuk meninggalkan Hungaria ke Hedvig dan Wilhelm.[25]
Sang raja yang lemah karena penyakitnya, menjadi semakin kurang aktif di dalam tahun-tahun terakhir pemerintahannya, mengabdikan sejumlah besar waktunya dengan berdoa, begitu pula dengan ibundanya yang berusia senja, yang kembali dari Polandia 1374. Keadaan ini mengijinkan Elizabeta untuk mengambil peranan yang lebih penting di istana, pengaruhnya menjadi meningkat sejak ia memberikan ahli waris suaminya. Tampaknya mahkota-mahkota itu akan diserahkan kepada salah satu putri Elizabeta yang masih bocah pada tahun 1374, hak-hak mereka telah ditegaskan.[26] Di belakang layar, Elizabeta mulai memastikan bahwa suksesi akan sehalus mungkin dengan perubahan perlahan-lahan namun menetukan di dalam personil pemerintah. Baron-baron yang suka berperang dan buta huruf secara bertahap digantikan oleh sekelompok kecil bangsawan yang unggul di dalam keterampilan profesional mereka namun tidak membedakan kelahiran atau kemampuan militer. PalatinGarai I Miklós memimpin pergerakan tersebut dan menikmati dukungan penuh ratu, dan kekuasaan mereka akhirnya menjadi hampir tak terbatas.[26]
Menjanda dan sebagai pemangku takhta
Lajos meninggal pada tanggal 10 September 1382, dengan Elizabeta dan putri-putri mereka berada di sampingnya.[27] Elizabeta yang kini menjadi ratu janda memahkotai Maria sebagai "Raja" Hungaria tujuh hari kemudian. Halecki percaya bahwa alasan di balik Elizabeta yang tergesa-gesa dan gelar maskulin Maria adalah keinginan ratu janda untuk mengasingkan Sigismund, calon menantunya, dari pemerintahan.[28] Dengan bertindak sebagai pemangku takhta untuk raja yang berusia sebelas tahun, Elizabeta mengangkat Garai sebagai kepala penasehatnya. Pemerintahannya tidak damai. Istana kerajaan merasa puas dengan pengaturan tersebut, tetapi para bangsawan Hungaria tidak bersedia tunduk kepada seorang wanita dan keberatan dengan penobatan Maria, dan bersikeras bahwa ahli waris sah dari takhta tersebut adalah Raja Carlo III, satu-satunya keturunan Angevin yang tersisa. Carlo pada saat itu tidak dapat menuntut takhta Maria karena kekuasaannya sendiri terancam oleh Adipati Louis I dari Anjou.[29]
Yang pertama memberontak terhadap Elizabeta, pada tahun 1383, adalah Ivan dari Paližne, Ksatria asal Kroasia. Sejarahwan John Van Antwerp Fine Jr. menyatakan bahwa Ksatria tersebut "tampaknya sangat menentang" pada kebijakan sentralisasi yang diterapkan suaminya. Sepupunya Tvrtko juga memutuskan untuk ambil keuntungan dari kematian Lajos dan ketidakpopuleran Elizabeta dengan mencoba untuk memulihkan wilayahnya yang hilang dari Raja pada tahun 1357. Tvrtko dan Ivan membentuk aliansi menentang Elizabeta, tetapi mereka akhirnya dikalahkan oleh pasukannya, dengan Ivan yang terpaksa melarikan diri ke Bosnia.[30]
Suksesi Polandia
Meskipun Lajos telah menunjuk Maria sebagai ahli waris kerajaannya, para bangsawan Polandia mencari cara untuk mengakhiri Uni personalpenyatuan dengan Hungaria, yang tidak sudi untuk mengakui Maria dan tunangannya Sigismund sebagai penguasa mereka.[31] Mereka akan menerima Maria jika ia pindah ke Kraków dan memerintah kerajaan-kerajaan tersebut dari sana daripada di Hungaria, memerintah menurut saran mereka daripada dari bangsawan Hungaria dan menikah dengan seorang pangeran pilihan mereka. Niat mereka bagaimanapun tidak sesuai dengan Elizabeta karena iapun harus pindah ke Kraków, dimana orang yang setia kepadanya sedikit dan ia tidak dapat menegakkan kehendaknya sendiri. Elizabeta juga menyadari kesulitan ibu mertuanya yang dihadapinya ketika ia menjadi pemangku takhta di Polandia, yang berakhir dengan ratu tua terpaksa melarikan diri dari negaranya sendiri.[32]
Sebuah kesepakatan dicapai di antara Elizabeta dan delegasi Polandia di Sieradz pada tanggal 26 Februari 1383.[33] Ibu suri kemudian mengusulkan putri bungsunya Hedvig sebagai ahli waris Lajos di Polandia,[32][34] dan membebaskan para bangsawan Polandia dari sumpah setia mereka tahun 1382 kepada Maria dan Sigismund.[33][34] Ia setuju untuk mengirim Hedvig untuk dimahkotai di Kraków namun meminta agar, memandang usianya, ia akan menghabiskan tiga tahun di Buda mengikuti upacara. Polandia terjerat di dalam perang sipil berdarah, yang awalnya mengakui pada kondisi, tetapi segera tidak dapat menerima raja mereka tinggal di luar negeri begitu lama. Pada pertemuan kedua di Sieradz, yang diselenggarakan pada tanggal 28 Maret, mereka memikirkan untuk menawarkan mahkota kepada kerabat jauh Hedvig, Adipati Siemowit IV.[34] Mereka akhirnya memilih untuk tidak melaksanakannya, tetapi pada pertemuan ketiga di Sieradz, pada tanggal 16 Juni, Siemowit sendiri memutuskan untuk menuntut mahkota. Elizabeta menjawabnya dengan pasukan sejumlah 12,000 orang menghancurkan Masovia di bulan Agustus, dan memaksanya untuk menyerah.[35] Sementara itu, ia menyadari bahwa ia tidak dapat mengharapkan para bangsawan untuk menerima permintaannya dan memutuskan untuk menunda keberangkatan Hedvig. Meskipun Polandia menuntut berkepanjangan untuk mempercepat kedatangannya, Hedvig tidak pindah ke Kraków sampai pada akhir Agustus 1384.[36] Ia dimahkotai pada tanggal 16 Oktober 1384.[37][38] Tidak ada pemangku takhta yang ditunjuk, dan monarki yang berusia sepuluh tahun itu menjalankan otoritasnya menurut nasihat magnate Kraków.[39] Elizabeta tidak pernah melihatnya lagi.[40]
Pada tahun 1385, Elizabeta menerima delegasi resmi Adipati AgungWładysław II Jagiełło dari Lithuania, yang berhasrat untuk memperistri Hedvig. Di dalam Union Kreva, Jagiełło berjanji untuk membayar kompensasi kepada Wilhelm dari Austria atas nama Elizabeta dan meminta agar Elizabeta, sebagai janda Raja Lajos dan ahli waris Polandia sebagai cicit perempuan Raja Władysław I (yang namanya Jagiełło diambil setelah ia dibaptis), dengan sah mengadopsinya sebagai anak untuk memberinya hak atas mahkota Polandia setelah kematian Hedvig.[41][42] Pernikahan tersebut dilangsungkan pada tahun 1386.[37]
Pernikahan Maria
Tunangan Maria, Sigismund dan suadaranya Wenceslaus IV, Raja Jerman dan Bohemia, juga menentang Elizabeta dan Garai. Ratu janda dan Palatin, di sisi lain tidak antusias dengan Sigismund sebagai rekan-pemimpin Maria. Baik Sigismund dan Carlo berencana untuk menyerang Hungaria; yang pertama bermaksud untuk menikahi Maria dan menjadi rekan-pemimpin sedangkan yang kedua bermaksud untuk menggulingkannya. Elizabeta bertekad untuk mencegah keduanya dan pada tahun 1384, ia mulai menegosiasikan pernikahan Maria dengan Louis dari Prancis, meskipun terlibat dengan pertunangan putrinya dengan Sigismund. Jika perjodohan ini dibuat setelah kematian Katalin pada tahun 1378, Skisma Barat akan menimbulkan masalah, dengan Prancis yang mengakui Antipaus Klemens VII sebagai paus dan Hungaria menerima Paus Urbanus VI. Namun Elizabeta mati-matian menghindari serangan pada tahun 1384 dan tidak ingin membiarkan Skisma berada di antara negosiasi-negosiasi dengan Prancis. Klemens VII mengeluarkan dispensasi untuk membatalkan perjodohan Maria dan Sigismund, dan pernikahannya dengan Louis melalui wali diselenggarakan pada bulan April 1385, tetapi pernikahan tersebut diakui oleh para bangsawan Hungaria yang membela Urbanus VI.[43]
Rencana Elizabeta untuk menikahkan Maria dengan Louis dari Prancis memecah istana. Lackfi, kepala perbendaharaan Zámbó Miklós dan kepala istana Miklós Szécsi terang-terangan menentangnya dan meninggalkan kesetiaan mereka kepada ratu janda di bulan Agustus, yang mengakibatkannya merampas semua kantor mereka dan menggantikan mereka dengan partai Garai. Kerajaan itu diambang perang saudara ketika Carlo memutuskan untuk menyerang, yang didorong oleh Ivan Horvat dan saudaranya Pavao Horvat. Kedatangan Carlo memaksa Elizabeta untuk meninggalkan ide pernikahan Prancis. Sedangkan utusan-utusannya di Paris mempersiapkan perjalanan Louis, Elizabeta datang untuk berdamai dengan lawannya dan menunjuk Szécsi sebagai palatin yang baru.[44]
Empat bulan setelah menikah melalui wali dengan Louis, Sigismund memasuki Hungaria dan menikahi Maria, tetapi rekonsiliasi di antara fraksi-fraksi ternyata terlambat untuk mencegah serangan Carlo. Sigismund melarikan diri ke istana saudaranya di Praha pada musim gugur tahun 1385.[44]
Deposisi dan restorasi
Kedatangan Carlo dipersiapkan dengan baik. Ia ditemani oleh pendukung Hungaria dan Elizabeta tidak mampu menggerakkan pasukan untuk melawannya atau mencegahnya dari mengadakan pertemuan parlemen, dimana ia memperoleh dukungan yang luar biasa. Maria dipaksa untuk turun takhta, dan membuka jalan bagi Carlo untuk dinobatkan sebagai raja pada tanggal 31 Desember 1385.[44] Elizabeta dari Maria dipaksa untuk menghadiri upacara[45] dan bersumpah setia kepadanya.[46]
Kehilangan kekuasaan, Elizabeta berpura-pura ramah dengan Carlo ketika rombongannya berada di istana, tetapi ketika para pendukungnya telah kembali ke rumah mereka masing-masing, ia ditinggalkan tak berdaya.[47] Ia dengan cepat bertindak dengan mengundangnya untuk mengunjungi Maria di Istana Buda. Setelah tiba disana pada tanggal 7 Februari 1386, Elizabeta membuat Carlo ditusuk di apartemennya dan dihadapannya. Ia dibawa ke Visegrád, dimana ia meninggal pada tanggal 24 Februari.[45][47]
Setelah mahkota dikembalikan ke tangan putrinya, Elizabeta segera memberikan penghargaan bagi mereka yang membantunya, dengan memberikan sebuah kastil di Gimes kepada Blaise Forgách, yang telah menusuk dan melukai Carlo. Pada bulan April, Sigismund dibawa ke Hungaria oleh saudaranya Wenceslaus dan ratu-ratu ditekan untuk menerimanya sebagai rekan-pemimpin Maria oleh Traktat Győr.[47] Dengan membuat Carlo terbunuh tidak membantu Elizabeta sebanyak yang ia harapkan karena para pendukung Carlo segera mengakui putranya, Ladislao sebagai ahli waris[48] dan melarikan diri ke Zagreb. Uskup Pavao menggadaikan harta gereja untuk mengumpulkan pasukan menentang ratu-ratu.[49]
Warisan
Elizabeta dianggap oleh kontemporer di jamannya sebagai seorang politisi yang efisien namun kejam yang menggunakan intrik politik untuk melindungi dan membela hak anak-anaknya.[50] Ia adalah seorang ibu yang peduli namun tidak berbakat politik dan kompeten untuk mempersiapkan Maria dan Hedvig di dalam peran mereka sebagai raja. Elizabeta gagal memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya dan memiliki karakter yang labil di dalam politik yang dijadikan sebagai peringatan bagi penguasa muda. Ketidakmampuannya membuat keputusan yang jelas mengancam status Hedvig, sementara masalah dengan bangsawan Kroasia terus berlanjut dan kegagalan untuk meningkatkan hubungan dengan negara asalnya membuat pemerintahan Maria tidak aman dan penuh gejolak.[40]
Ratu Elizabeta menugaskan pembuatan Peti Santo Simeon pada tahun 1381. Peti tersebut berlokasi di Zadar, yang sangat penting dan bersejarah di kota tersebut, karena menggambarkan berbagai peristiwa sejarah – seperti kematian ayahandanya – dan Elizabeta sendiri. Menurut legenda, ia mencuri jari santo dan membayar untuk pembuatan peti untuk menebus dosanya.[51] Peti tersebut berisi adegan yang diduga menggambarkan ratu yang menjadi gila setelah mencuri relik itu.[52]
Silsilah
Pohon keluarga berikut ini menggambarkan kekerabatan Elizabeta dengan suaminya, serta hubungan putri-putrinya dengan musuh-musuh mereka.[9][12][53][54]
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Duggan, 231" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya. Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Engel, 199" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya. Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Gromada & Halecki, 164" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Petricioli, 196" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Referensi
Bertényi, Iván (1989). Nagy Lajos király. Kossuth Könyvkiadó. ISBN963-09-3388-8.
Creighton, Mandell (2011). A History of the Papacy During the Period of the Reformation. Cambridge University Press. ISBN1-108-04106-X.
Engel, Pal (1999). Ayton, Andrew, ed. The realm of St. Stephen: a history of medieval Hungary, 895–1526 Volume 19 of International Library of Historical Studies. Penn State Press. ISBN0-271-01758-9.
Radovi: Razdio filoloških znanosti. 9. Filozofski fakultet u Zadru. 1976.
Gaži, Stephen (1973). A History of Croatia. Philosophical Library.
Goodman, Anthony; Gillespie, James (2003). Richard II: The Art of Kingship. Oxford University Press. ISBN0-19-926220-9.
Grierson, Philip; Travaini, Lucia (1998). Medieval European coinage: with a catalogue of the coins in the Fitzwilliam Museum, Cambridge, Volume 14. Cambridge University Press. ISBN0-521-58231-8.
Gromada, Tadeusz; Halecki, Oskar (1991). Jadwiga of Anjou and the rise of East Central Europe. Social Science Monographs. ISBN0-88033-206-9.
Instytut Historii (Polska Akademia Nauk) (2004). Acta Poloniae historica, Issues 89–90. Zakład Narodowy im. Ossolińskich.
Johnson, Ian Richard; Wogan-Browne, Jocelyn (1999). The idea of the vernacular: an anthology of Middle English literary theory, 1280–1520 Library of medieval women. Penn State Press. ISBN0-271-01758-9.
Kellogg, Charlotte (1936). Jadwiga, Queen of Poland. Anderson House.
Lietuvos Istorijos institutas (Lietuvos Mokslų akademija) (1996). Lithuanian historical studies, Volume 1. The Institute.
McKitterick, Rosamond (2000). Jones, Michael, ed. The New Cambridge Medieval History: c. 1300–c. 1415. Cambridge University Press. ISBN0-521-36290-3.
Kosáry, Domokos G.; Várdy, Steven Béla (1969). History of the Hungarian Nation. Danubian Press.
Maurice, Michael (1997). The Annals of Jan Długosz: An English Abridgement, Part 1480. IM Publications. ISBN1-901019-00-4.
Parsons, John Carmi (1997). Medieval Queenship. Palgrave Macmillan. ISBN0-312-17298-2.
Petricioli, Ivo (1996). Srednjovjekovnim graditeljima u spomen (dalam bahasa Croatian). Književni krug.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Przybyszewski, Bolesław (1997). Saint Jadwiga, Queen of Poland 1374–1399. Veritas Foundation Publication Centre. ISBN0-948202-69-6.
Rożek, Michał (1987). Polskie koronacje i korony (dalam bahasa Polish). Krajowa Agencja Wydawnicza. ISBN83-03-01913-9.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Rudzki, Edward (1990). Polskie królowe (dalam bahasa Polish). Instytut Prasy i Wydawnictw "Novum".Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Šišić, Ferdo (1902). Vojvoda Hrvoje Vukc̆ić Hrvatinić i njegovo doba (1350–1416) (dalam bahasa Croatian). Zagreb: Matice hrvatske.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Van Antwerp Fine, John (1994). The Late Medieval Balkans: A Critical Survey from the Late Twelfth Century to the Ottoman Conquest. University of Michigan Press. ISBN0-472-08260-4.
Várdy, Steven Béla; Grosschmid, Géza; Domonkos, Leslie S. (1986). Louis the Great: King of Hungary and Poland. East European Monographs. ISBN0-88033-087-2.