Afrika · Amerika Amerika Selatan · Asia Eropa · Oseania
Ekonomi mikro · Ekonomi makro Sejarah pemikiran ekonomi Metodologi · Pendekatan heterodoks
Perilaku · Budaya · Evolusi Pertumbuhan · Pengembangan · Sejarah Internasional · Sistem ekonomi Keuangan dan Ekonomi keuangan Masyarakat dan Ekonomi kesejahteraan Kesehatan · Buruh · Manajerial Bisnis Informasi · Informasi · Teori permainan Organisasi Industri · Hukum Pertanian · Sumber daya alam Lingkungan · Ekologis Geografi Ekonomi · Kota · Pedesaan · Kawasan Peta ekonomi
Matematika · Ekonometrika Eksperimental · Neraca nasional
Jurnal · Publikasi Kategori · Topik · Ekonom
Anarkisme · Kapitalisme Komunisme · Korporatisme Fasisme · Georgisme Islam · Globalisasi Ekonomi Pasar sosialisme · Merkantilisme Proteksionis · Sosialisme Sindikalisme · Jalan Ketiga
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain.[1] Ekspor merupakan sebuah kegiatan penjualan dalam bentuk produk unggulan dalam negeri maupun jasa yang diproduksi oleh negara dan akan dipasarkan dalam ranah internasional.[2] Proses ini sering kali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional.[3] Penjual atau pihak yang mengirim barang ke luar negeri disebut pengekspor atau eksportir sementara penerima barang dari luar negeri disebut importir,[4] dan prosesnya disebut impor.
Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya.[3] Strategi lainnya misalnya franchise dan akuisisi. Di Indonesia, kegiatan ekspor diatur dalam dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 1995 tentang Cukai.[5]
Kegiatan ekspor terbagi menjadi 2, yaitu:[6]
Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/ eksportir yang bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor.[6] Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan.[6][7] Keuntungannya, produksi terpusat di negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya transportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdagangan serta proteksionisme.[6][8]
Ekspor tidak langsung adalah teknik di mana barang dijual melalui perantara/eksportir negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut.[6] Melalui, perusahaan manajemen ekspor ( export management companies ) dan perusahaan pengekspor ( export trading companies ).[7] Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang.[8]
Umumnya, industri jasa menggunakan ekspor langsung sedangkan industri manufaktur menggunakan keduanya.[6]
Dalam perencanaan ekspor perlu dilakukan berbagai persiapan, berikut ini 4 langkah persiapannya:[7]
Sepuluh komoditas ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit, otomotif, alas kaki, udang, kakao dan kopi.[9] Namun, pasar internasional semakin kompetitif sehingga sepuluh komoditas ekpor utama Indonesia terdiversifikasi.[9] Komoditas lainnya, yaitu makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.[9]
Pada tahun 2011, industri menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60 persen dari total nilai ekspor. Sektor nonmigas lainnya, yaitu pertanian dan pertambangan, masing-masing menyumbang 2,54 persen dan 17,02 persen dari keseluruhan ekspor. Sementara itu ekspor sektor migas hanya mencapai US$ 41 miliar atau sebesar 20,43 persen dari total ekspor.[10]
[23]
Ada beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan oleh perusahaan yang baru melakukan ekspor, yaitu:[7]
Berikut adalah istilah-istilah ekspor yang sering digunakan:[24]