Banua adalah sebutan untuk desa besar yang dapat terdiri dari beberapa buah anak kampung yang terdapat di Kalimantan Selatan, terutama dahulu digunakan pada masa Kesultanan Banjar dan masa kolonial Hindia Belanda. Dalam setiap banua terdapat suatu sistem kemasyarakatan yang disebut Sasangga Banua. Banua lebih kurang setara dengan sebuah perkampungan besar. Banua juga sering diartikan sebagai "Negeri" (Distrik/Lalawangan/Watek, misalnya Banua Lima). Pada masa sekarang sering diartikan "Kabupaten", misalnya Banua Enam berarti wilayah 6 (enam) Kabupaten.
Gabungan banua membentuk sebuah distrik (bahasa Banjar: Lalawangan) yang dipimpin seorang Kiai Demang (kedemangan). Kiai Demang selaku kepala distrik/lalawangan memiliki atasan seorang adipati (regent) atau seorang patih/wedana bangsa Belanda yang mengepalai sebuah Onderafdeeling (setingkat kawedanan/kepatihan). Distrik itu lebih besar dari kecamatan (Onder Distrik) dan lebih kecil dari Onder Afdeling (Kepatihan).
Banua sekarang ada yang tetap sebagai desa, ada pula berkembang menjadi kecamatan (onder distrik) karena adanya pemekaran desa-desa.
Misalnya di Distrik Benua Empat (Bahasa Banjar: Lalawangan Banua Ampat) merupakan wilayah konfederasi 4 banua yaitu
Derivasi istilah banua / benua ada bermacam-macam, antara lain: Istilah Benua adalah sebutan untuk negeri (daerah) dalam bahasa-bahasa daerah di Kalimantan. Kadang-kadang "benua" diucapkan banua dalam Bahasa Banjar atau benuo dalam Bahasa Paser atau binua dalam bahasa Kendayan di Kalimantan. Kata benua ini masih kerabat dari kata wanua, wanwa atau wano dalam bahasa Jawa Kuno di mana artinya adalah semacam desa.
Istilah Benua serumpun dengan istilah bahasa Tahiti: fenua, bahasa Maori: whenua, bahasa Rarotonga: enua, bahasa Hawai: honua, bahasa Fiji: vanua.
Kata "benua" menurut orang Dayak Benuaq - kelompok Lewangan-Luangan-Lawangan juga, "benua" dalam arti luas berarti "suatu negara - negeri" (bahasa Dayak Ngaju: Petak Danum), dalam arti sempit bisa berarti perkampungan besar - seperti desa, sedangkan perkampungan dengan rumah tunggal seperti lamin disebut "lou" (bahasa Dayak Ngaju: lewu; bahasa Dayak Bakumpai: lebu).
Penghasilan dari banua-banua dibagi-bagikan kepada anak-anak, cucu dan saudara Sultan Adam serta para pejabat birokrasi kerajaan, misalnya sebagai berikut:
Tabel Distribusi Tanah Lungguh pada Masa Sultan Adam[1]